Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

19. Surah Maryam, Ayat 1 - 98, belajar.panker.me

19. SURAH MARYAM

تَفْسِيرُ سُورَةِ مَرْيَمَ [عَلَيْهَا السَّلَامُ]
Makkiyyah, 98 atau 99 ayat Kecuali ayat 58 dan 71 Madaniyyah Turun sesudah surat Fathir
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan di dalam kitab As-Sirah-nya melalui hadis Ummu Salamah. Dan Imam Ahmad meriwayatkannya melalui Ibnu Mas'ud dalam kisah hijrah ke Abesinia dari Mekah, bahwa Ja'far ibnu Abu Talib r.a. membacakan permulaan ayat ini kepada An-Najasyi (Negus) dan para hulubalangnya.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Maryam, ayat 1-6

{كهيعص (1) ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا (2) إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا (3) قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا (4) وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا (5) يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا (6) } .
Kaf Ha Ya 'Ain Shad. (yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.”
Pembahasan mengenai huruf hijaiyah yang terdapat di permulaan surat-surat Al-Qur'an telah diketengahkan dalam tafsir permulaan surat Al-Baqarah.
Mengenai firman Allah Swt.:
{ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ}
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu. (Maryam: 2)
Maksudnya, kisah ini menceritakan tentang rahmat Allah kepada salah seorang hamba-Nya, yaitu Zakaria.
Yahya ibnu Ya'mur membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"ذَكَّرَ رَحْمَةَ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَريَّا".
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya Zakaria. (Maryam: 2)
Lafaz Zakaria, huruf ya-nya dibaca panjang dan dibaca pendek; hal ini merupakan dua qiraat yang terkenal mengenainya. Zakaria adalah seorang nabi yang besar dari kalangan nabi-nabi kaum Bani Israil. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan bahwa Zakaria adalah seorang tukang kayu; dia makan dari hasil kerja tangannya sendiri menjadi tukang kayu.
Firman Allah Swt.:
{إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا}
yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3)
Sebagian kalangan ulama tafsir mengatakan bahwa sesungguhnya Zakaria melirihkan suaranya dalam berdoa agar dalam permohonannya ini dia tidak dituduh sebagai orang yang lemah karena usianya telah lanjut, sebab ia meminta agar dikaruniai seorang putra. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Mawardi.
Ulama lainnya mengatakan, sesungguhnya Zakaria melirihkan suaranya dalam berdoa karena kecintaannya kepada Allah Swt. seperti yang dikatakan oleh Qatadah sehubungan dengan makna ayat ini: Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3) Sesungguhnya Allah mengetahui kalbu orang yang bertakwa, dan mendengar suara yang perlahan.
Sebagian ulama Salaf mengatakan, Zakaria bangun di tengah malam, sedangkan semua muridnya telah tidur; lalu dia berbisik kepada Tuhannya seraya berdoa dengan suara yang lembut. Maka Tuhannya berfirman ke­padanya, "Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi seruanmu."
{قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي}
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah.” (Maryam: 4)
Yakni lemah dan rapuh, tidak mempunyai kekuatan lagi
{وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا}
dan kepalaku telah ditumbuhi uban. (Maryam: 4)
Artinya, warna putih ubannya menutupi sisa rambutnya yang masih hitam. Seperti yang telah dikatakan oleh Ibnu Duraid dalam bait syair gubahan­nya:
إمَّا تَرَى رأسِي حَاكى لونُهُ ... طُرَّةَ صُبحٍ تَحتَ أذْيَال الدُّجى ...
واشْتَعَل المُبْيَض فِي مُسْوَدّه ... مِثْلَ اشتِعَال النَّارِ في جَمْرِ الغَضَا ...
Tidakkah engkau lihat rambut kepalaku yang kini warnanya seakan-akan seperti/ajar subuh yang muncul di sisa-sisa kegelapan malam.
Warna putih ubannya menyala menutupi warna hitamnya, seperti warna api yang menyala dalam bara api.
Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah menceritakan tentang kelemahan dan ketuaan serta tanda-tandanya, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Firman Allah Swt.:
{وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا}
dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (Maryam: 4)
Yakni saya belum pernah berdoa kepada Engkau, melainkan Engkau memperkenankannya, Engkau tidak pernah menolak apa yang kumohonkan kepada-Mu.
Firman Allah Swt.:
{وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي}
Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku. (Maryam: 5)
Kebanyakan ulama qiraat membacanya dengan mawaliya karena dianggap sebagai maf'ul. Tetapi menurut suatu riwayat yang bersumber dari Kisai, ia membacanya mawali dengan huruf ya yang di-sukun-kan.
Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mawali ialah para 'asabah atau ahli waris laki-laki.
Abu Saleh mengatakan bahwa mawali ialah kalalah atau ahli waris perempuan .
Menurut riwayat yang bersumber dari Amirul Mu-Minin 'Usman ibnu Affan r.a., ia membaca ayat ini dengan men-tasydid-kan huruf fa dari lafaz khiftu, sehingga bacaannya menjadi khaffat, artinya kekurangan, yakni tiada pewaris laki-laki sesudahku.
Berdasarkan qiraat pertama, alasan ketakutan Zakaria ialah bahwa dia merasa khawatir bila orang-orang yang akan menggantikannya nanti akan berlaku buruk terhadap  manusia. Maka ia memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang anak laki-laki yang kelak akan menjadi nabi sesudahnya, untuk memimpin mereka dengan wahyu yang diturunkan kepadanya. Sesungguhnya dalam hal ini Zakaria tidak mengkhawatirkan siapa yang bakal mewarisi harta peninggalannya, karena kenabian merupakan kedudukan yang paling besar dan paling mulia tingkatannya dibandingkan dengan kekhawatirannya akan pewaris dari darah dagingnya terhadap harta peninggalannya. Dan ia berkeinginan agar kenabiannya itu diwarisi oleh ahli waris 'asabah-nya; untuk itu ia memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang putra yang kelak akan mewarisi kenabiannya.
Tiada suatu kisah pun yang menyebutkan bahwa Zakaria mempunyai harta, bahkan dia adalah seorang tukang kayu, yang makan dari hasil keringatnya sendiri. Orang yang bermatapencaharian seperti itu tidaklah banyak memiliki harta, terlebih lagi seorang nabi, karena sesungguhnya para nabi adalah orang yang paling berzuhud terhadap duniawi.
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا نُورَث، مَا تَرَكْنَا فَهُوَ صَدَقَةٌ"
Kami tidak diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.
Menurut suatu riwayat yang ada pada Imam Turmuzi dengan sanad yang sahih disebutkan seperti berikut:
"نَحْنُ مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ لَا نُورَثُ"
Kami para nabi tidaklah diwaris.
Dengan demikian, berarti makna firman-Nya:
{فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا * يَرِثُنِي}
maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang mewarisi aku. (Maryam: 5-6)
Bahwa yang dimaksud tiada lain adalah mewarisi kenabiannya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ}
dan mewarisi sebagian keluarga Ya'qub. (Maryam: 6)
Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman lainnya:
{وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُدَ}
Dan Sulaiman telah mewarisi Daud. (An-Naml: 16)
Yakni kenabiannya. Karena seandainya yang diwarisi itu adalah hartanya, tentulah tidak disebutkan Sulaiman secara khusus tanpa melibatkan saudara-saudaranya. Juga karena mengingat penyebutan mewarisi harta benda tidaklah begitu penting, sebab sudah dimaklumi sebagai suatu ketetapan dalam semua syariat (hukum) dan agama, bahwa anak mewarisi harta ayahnya. Seandainya pewarisan ini bukanlah pewarisan khusus, tentulah Allah tidak akan menyebutkannya. Pendapat ini diperkuat dan didukung oleh sebuah hadis sahih yang mengatakan:
"نَحْنُ مُعَاشِرَ الْأَنْبِيَاءِ لَا نُورَثُ، مَا تَرَكَنَا فَهُوَ صَدَقَةٌ".
Kami para nabi tidaklah diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) bahwa peninggalan Zakaria adalah ilmu, dan dia termasuk keturunan Ya'qub.
Hasyim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Yaitu hendaknya anak itu kelak akan menjadi nabi, sebagaimana bapak-bapaknya yang menjadi nabi.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, dari Al-Hasan, bahwa anak itu kelak akan mewarisi kenabian dan ilmunya.
As-Saddi mengatakan bahwa makna ayat ialah 'kelak anak itu mewarisi kenabianku dan kenabian keluarga Ya'qub'.
Diriwayatkan dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Yakni kenabian mereka.
Jabir ibnu Nuh dan Yazid ibnu Harun telah meriwayatkan dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Maksudnya, mewarisi hartaku dan mewarisi kenabian dari keluarga Ya'qub. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ قَتَادَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "يَرْحَمُ اللَّهُ زَكَرِيَّا، وَمَا كَانَ عَلَيْهِ مِنْ وَرَثَةٍ، وَيَرْحَمُ اللَّهُ لُوطًا، إِنْ كَانَ لَيَأْوِي إِلَى رُكْنٍ شَدِيدٍ"
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Semoga Allah merahmati Zakaria, tiadalah dia meninggalkan harta warisan. Dan semoga Allah merahmati Luth, sesungguhnya dia benar-benar berlindung kepada keluarga yang kuat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ نُوحٍ، عَنْ مُبَارَكٍ -هُوَ ابْنُ فَضَالَةَ -عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "رَحِمَ اللَّهُ أَخِي زَكَرِيَّا، مَا كَانَ عَلَيْهِ مِنْ وَرَثَةِ مَالِهِ حِينَ يَقُولُ: {فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا * يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Nuh, dari Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semoga Allah merahmati saudaraku Zakaria, sebenarnya dia tidak meninggalkan harta warisan saat dia mengatakan, "Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub.”
Semuanya ini adalah hadis-hadis mursal yang tidak bertentangan dengan hadis-hadis sahih. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا}
dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai. (Maryam: 6)
Maksudnya diridai di sisi Engkau, juga dikalangan makhluk-Mu, yakni Engkau menyukainya dan menjadikannya disukai oleh makhluk-Mu dalam agama dan akhlaknya.

Maryam, ayat 7

{يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا (7) }
Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.
Seakan-akan disebutkan sebelumnya bahwa doa yang dipanjatkan Zakaria diperkenankan oleh Allah Swt. Maka dikatakan kepadanya:
{يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ اسْمُهُ يَحْيَى}
Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya. (Maryam: 7)
Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
{هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ فَنَادَتْهُ الْمَلائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ}
Di sanalah Zakaria mendoa kepada Tuhannya seraya berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan salat di dalam mihrab (katanya), "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu), dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh.” (Ali Imran: 38-39)
Firman Allah Swt. :
{لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا}
yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. (Maryam: 7)
Qatadah, Ibnu Juraij, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa Allah belum pernah menamakan seseorang dengan nama Yahya. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir rahimahullah.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. (Maryam: 7) Yakni mirip dengannya.
Ia mengartikannya demikian karena menyama­kannya dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain oleh firman-Nya:
{فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا}
maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada­Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (Maryam: 65)
Yaitu yang serupa dengan Dia.
Ali ibnu Abu Talhah yang telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan maknanya, bahwa sebelum itu tidak ada pasangan mandul yang dapat melahirkan anak seperti dia. Hal ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa Zakaria a.s. sebelumnya tidak punya anak; begitu pula istrinya, dia adalah seorang wanita yang mandul sejak semula. Lain halnya dengan Nabi Ibrahim a.s. dan istrinya Sarah a.s., keduanya hanya merasa heran dengan berita gembira akan kelahiran Ishaq, padahal keduanya telah berusia lanjut, bukan karena keduanya mandul. Karena itulah Nabi Ibrahim a.s. berkata seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{أَبَشَّرْتُمُونِي عَلَى أَنْ مَسَّنِيَ الْكِبَرُ فَبِمَ تُبَشِّرُونِ}
Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku, padahal usiaku telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan itu? (Al-Hijr: 54)
Padahal tiga belas tahun sebelumnya Nabi Ibrahim a.s. telah mempunyai seorang putra, yaitu Ismail a.s. Kemudian istrinya berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{يَا وَيْلَتَى أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ * قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ}
Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh. Para malaikat itu berkata, "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kalian, hai ahlul bait! Sesung­guhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.”(Hud: 72-73)

Maryam, ayat 8-9

{قَالَ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلامٌ وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا (8) قَالَ كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا (9) }
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua.” Tuhan berfirman, "Demikianlah.” Tuhan berfirman, "Hal itu adalah mudah bagi-Ku, dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.”
Zakaria merasa heran ketika doanya dikabulkan dan mendapat berita gembira akan kelahiran seorang putra, maka kegembiraannya meledak-ledak. Lalu ia bertanya tentang cara yang menyebabkan dia beranak, mengingat istrinya mandul, tidak punya anak sejak semula, lagi sudah tua. Dirinya pun tua serta tulang-tulangnya telah lemah lagi kurus. Tiada kemampuan lagi baginya untuk melakukan persetubuhan.
Lafaz 'itiyya menurut orang-orang Arab artinya kalau diibaratkan dengan kayu, kayu itu sudah kering kerontang. Mujahid mengatakan, 'itiyyan artinya kerapuhan tulang. Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa 'itiyyan artinya lanjut usia. Tetapi makna lahiriahnya menunjukkan bahwa 'itiyyan lebih parah lagi dari kibaran (usia lanjut).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia mengetahui semua sunah (tuntunan) Nabi Saw. Hanya dia tidak mengetahui apakah Rasulullah Saw. melakukan bacaan (selain Al-Fatihah) dalam salat lohor dan Asarnya ataukah tidak, dan ia tidak mengetahui bagaimanakah Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua. (Maryam: 8) Apakah beliau membacanya 'itiyyan ataukah 'istiyyan (semakna dengan 'itiyyan).
Imam Ahmad meriwayatkannya dari Syuraih ibnun Nu'man, sedangkan Abu Daud meriwayatkannya dari ziyad ibnu Ayyub, keduanya dari Hasyim dehgan sanad yang sama.
*******************
{قَالَ}
Tuhan berfirman (Maryam: 9)
Yakni malaikat yang ditugaskan oleh-Nya menjawab keheranan Zakaria dari apa yang diberitakan kepadanya:
{كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ}
Demikianlah, Tuhanmu telah berfirman, "Hal itu adalah mudah bagi-Ku." (Maryam: 9)
Artinya melahirkan anak dari kamu dan istrimu itu bukan dari lainnya adalah mudah sekali bagi Allah.
Kemudian disebutkan kepada Zakaria hal yang lebih mengherankan daripada apa yang dipertanyakannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا}
dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali. (Maryam: 9)
Sama halnya seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا}
Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedangkan dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (Al-Insan: 1)

Maryam, ayat 10-11

{قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي آيَةً قَالَ آيَتُكَ أَلا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاثَ لَيَالٍ سَوِيًّا (10) فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا (11) }
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” Tuhan berfirman, "Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat.” Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kalian bertasbih di waktu pagi dan petang.
Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal Nabi Zakaria:
{قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي آيَةً}
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” (Maryam: 10)
Yakni pertanda yang mengawali akan datangnya apa yang telah Engkau janjikan kepadaku, agar jiwaku tenteram dan hatiku gembira dengan apa yang Engkau janjikan. Pertanyaan ini semakna dengan apa yang dikatakan oleh Nabi Ibrahim a.s. yang disitir oleh firman-Nya:
{رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي} الْآيَةَ
Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati. Allah berfirman, "Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, 'Aku telah menyakininya, tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” (Al-Baqarah: 260)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{أَلا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاثَ لَيَالٍ سَوِيًّا}
Tuhan berfirman, "Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat. (Maryam: 10)
Maksudnya, hendaknya kamu menahan lisanmu jangan berbicara selama tiga malam, sedangkan kamu dalam keadaan sehat walafiat, tidak sakit dan tidak mengalami gangguan kesehatan
Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Wahb, As-Saddi, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa lisannya kaku bukan karena sakit, bukan pula karena mengalami gangguan kesehatan.
Ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa Zakaria hanya dapat membaca kitab dan bertasbih, tidak dapat berbicara dengan kaumnya kecuali dengan isyarat saja.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: selama tiga malam berturut-turut. (Maryam: 10) Yakni sawiyyan diartikan berturut-turut.
Akan tetapi, pendapat pertama yang bersumber dari Ibnu Abbas —juga yang bersumber dari jumhur ulama— adalah pendapat yang paling sahih. Pendapat ini dikuatkan apa yang disebutkan di dalam surat Ali Imran oleh firman-Nya:
{قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي آيَةً قَالَ آيَتُكَ أَلا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ إِلا رَمْزًا وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ}
Berkata Zakaria, "Berilah aku suatu tanda (bahwa istriku mengandung)." Allah berfirman, "Tandanya bagimu kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah nama Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.”(Ali Imran: 41)
Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: selama tiga malam, padahal kamu sehat. (Maryam: 10) Yakni tidak bisu.
Hal ini menunjukkan bahwa Zakaria tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari tiga malam, kecuali hanya dengan isyarat seperti yang telah disebutkan di dalam surat Ali Imran ayat 41 tadi. Karena itulah dalam ayat surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ}
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya. (Maryam: 11)
Yakni dari tempat ia mendapat berita gembira akan beroleh anak laki-laki.
{فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ}
lalu ia memberi isyarat kepada mereka. (Maryam: 11)
Yakni memberi isyarat secara samar lagi cepat.
{أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا}
hendaklah kalian bertasbih di waktu pagi dan petang. (Maryam: 11)
Maksudnya, meminta dukungan dari mereka agar mereka mengikuti apa yang diperintahkan kepadanya dalam masa-masa tiga hari itu. Bantuan tasbih mereka sebagai pendukung ungkapan rasa syukurnya kepada Allah Swt. atas karunia yang diberikan kepadanya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu ia memberi isyarat kepada mereka. (Maryam: 11) Makna auha di sini ialah asyara, yakni berisyarat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Wahb dan Qatadah.
Mujahid telah mengatakan dalam suatu riwayat yang bersumber dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu ia memberi isyarat kepada mereka. (Maryam: 11) Yakni Zakaria menulis di tanah kepada mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi.

Maryam, ayat 12-15

{يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ وَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا (12) وَحَنَانًا مِنْ لَدُنَّا وَزَكَاةً وَكَانَ تَقِيًّا (13) وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا (14) وَسَلامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا (15) }
Hai Yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak, dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa). Dan ia adalah seorang yang bertakwa, dan banyak berbakti kepada kedua orang-tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka. Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia di­bangkitkan hidup kembali.
Setelah putra yang diberitakan dalam kabar gembira itu lahir (yaitu Yahya a.s.), maka Allah Swt. mengajarinya Al-Kitab, yaitu kitab Taurat, yang biasa mereka baca di antara sesama mereka, dan menjadi pegangan para nabi dalam memutuskan hukum terhadap orang-orang yang beragama Yahudi, para rabbani, dan para ahbar (pendeta). Saat itu Yahya masih kanak-kanak, karena itulah disebutkan secara menonjol dalam ayat ini, sebagai karunia Allah buatnya, juga buat kedua orang tuanya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ}
Hai Yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. (Maryam: 12)
Yakni pelajarilah kitab Taurat itu dengan segenap kemampuanmu dan sungguh-sungguh.
{وَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا}
Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih anak-anak. (Maryam: 12)
Yang dimaksud dengan 'hikmah'' ialah pemahaman, ilmu, kesungguhan, tekad, dan suka kepada kebaikan serta menekuninya dengan segala kemampuannya, sedangkan saat itu ia masih kanak-kanak.
Abdullah ibnul Mubarak mengatakan bahwa Ma'mar telah mengatakan bahwa anak-anak berkata kepada Yahya ibnu Zakaria," Marilah kita main-main, hai Yahya!" Yahya menjawab, "Kita diciptakan bukan untuk main-main."  Ma'mar mengatakan bahwa karena itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya: Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih anak-anak. (Maryam: 12).
Adapun firman Allah Swt.:
{وَحَنَانًا مِنْ لَدُنَّا}
dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami. (Maryam: 13)
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami. (Maryam: 13) Yaitu rahmat dari sisi Kami.  Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Qatadah, dan Ad-Dahhak, hanya ditambahkan bahwa tiada seorang pun yang dapat menilainya selain Kami, menurut Ad-Dahhak. Qatadah menambahkan bahwa semoga Allah merahmati Zakaria karena rasa belas kasihan-Nya itu
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami. (Maryam: 13) Yakni belas kasihan dari Tuhannya kepadanya.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami. (Maryam: 13) Artinya, kecintaan Tuhan kepadanya. Ibnu Zaid mengatakan bahwa hannan artinya kecintaan.
Ata ibnu Abu Rabah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami. (Maryam: 13) Yaitu penghormatan dari sisi Kami.
Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepada Amr ibnu Dinar, bahwa ia pernah mendengar Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Tidak, demi Allah, saya tidak mengetahui apakah yang dimaksud dengan hannan."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dan Mansur, bahwa ia pernah bertanya kepada Sa’id ibnu Jubair tentang makna firman-Nya: dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi kami. (Maryam: 13) Maka ia mengatakan bahwa ternyata ia tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan darinya.
Makna lahiriah konteks ayat menunjukkan bahwa firman-Nya, "Hanan" di- 'ataf-kan kepada firman-Nya: Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak. (Maryam: 12) Yakni Kami berikan kepadanya hikmah dan belas kasihan dan kesucian.
Dengan kata lain, Kami jadikan Yahya yang mempunyai rasa belas kasihan yang mendalam-dan kesucian. Yang dimaksud dengan hannan. ialah kecintaan yang dibarengi dengan rasa belas kasihan dan rasa rindu. Orang-orang Arab mengatakan, "Hannatin naqatu 'ala waladiha" artinya: Unta betina itu menyayangi anaknya. Dikatakan pula, "Hannatil mar-atu 'ala zaujiha," artinya Wanita itu merindukan suaminya. Termasuk ke dalam pengertian ini seorang istri dinamakan hannah berasal dari kata haniyyah. Dikatakan pula, "Hannar rajulu ila watanihi," artinya: Lelaki itu merindukan tanah airnya.
Termasuk ke dalam arti hannah ialah belas kasihan dan kasih sayang, seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:
تَحنَّنْ عَلَي هَدَاكَ المليكُ ... فإنَّ لكُل مَقامٍ مَقَالا ...
Belas kasihanilah aku, semoga Tuhan memberimu petunjuk, karena sesungguhnya pada setiap kedudukan itu ada cara (tradisinya) tersendiri.
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan melalui Anas r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"يَبْقَى رَجُلٌ فِي النَّارِ يُنَادِي أَلْفَ سَنَةٍ: يَا حَنَّانُ يَا مَنَّانُ"
Seorang lelaki terus menerus berseru mengucapkan, "Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih, wahai Tuhan Yang Maha Pemberi, "di dalam neraka selama seribu tahun.
Ternyata disebutkan dalam hadis ini bahwa makna hananan. lain dengan mannan..
Diantara ulama ada yang mengartikan lafaz hannan. menurut makna lugawinya, yaitu seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataanTarfah (seorang penyair dahulu):
أَنَا مُنْذر أفنيتَ فاسْتبق بَعْضَنَا ... حَنَانَيْك بَعْض الشَّر أهْونُ مِنْ بَعْض
Hai Abu Munzir, apakah engkau membinasakan semuanya, biarkan­lah hidup sebagian dari kami dengan belas kasihanmu, karena sesungguhnya sebagian kejahatan itu lebih ringan daripada sebagian lainnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَزَكَاةً}
dan kesucian (dari dosa). (Maryam: 13)
Lafaz ayat ini di- ataf-kan kepada lafaz hananan. Az-zakah artinya bersih dari najis, dosa dan kotoran. Qatadah mengatakan bahwa az-zakah artinya amal saleh. Ad-Dahhak dan Ibnu Juraij mengatakan, az-zakah artinya amal saleh yang bersih.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna az-zakah, bahwa yang dimaksud ialah berkah.
{وَكَانَ تَقِيًّا}
dan ia adalah seorang yang bertakwa. (Maryam: 13)Yaitu suci dari dosa, tidak pernah melakukan suatu dosa pun.
Firman Allah Swt.:
{وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا}
dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka. (Maryam: 14)
Allah Swt. menyebutkan tentang ketaatan Yahya kepada Tuhannya, dan bahkan Allah menciptakannya dengan menganugerahinya rasa kasih sayang, kesucian dari dosa dan bertakwa. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan bahwa selain itu Yahya adalah seorang yang taat dan berbakti kepada kedua orang tuanya serta menjauhi hal-hal yang menyakitkan kedua orang tuanya, baik secara ucapan maupun perbuatan; perintah dan larangan kedua orang tuanya selalu ditaati. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:  
{وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا}
dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka. (Maryam: 14)
Setelah menyebutkan semua sifatnya yang terpuji, maka Allah membalasnya dengan balasan yang disebutkan oleh firman berikutnya:
{وَسَلامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا}
Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan, dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali. (Maryam: 15)
Yakni dia dalam keadaan aman pada tiga keadaan tersebut.
Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan bahwa hal yang paling mengerikan bagi seseorang ialah di tiga keadaan, yaitu: saat dia dilahirkan, karena dia melihat dirinya keluar dari tempat pertamanya. Saat dia mati, maka ia melihat kaum yang belum pernah disaksikannya. Dan saat dia di bangkitkan hidup kembali, maka ia melihat dirinya berada di padang mahsyar yang luas. Allah memuliakan Yahya ibnu Zakaria a.s. dengan memberinya kesejahteraan dalam tiga hal itu, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali. (Maryam: 15); Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dari Ahmad ibnu Mansur Al-Mawarzi, dari Sadaqah ibnul Fadl, dari Sufyan ibnu Uyaynah.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ قَتَادَةَ، فِي قَوْلِهِ: {جَبَّارًا عَصِيًّا} ، قَالَ: كَانَ ابْنُ الْمُسَيَّبِ يَذْكُرُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ أَحَدٍ يَلْقَى اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا ذَا ذَنْبٍ، إِلَّا يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا".
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka. (Maryam: 14)  Ibnul Musayyab pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tiada seorang pun yang menjumpai Allah kelak di hari kiamat melainkan membawa dosa, kecuali Yahya ibnu Zakaria.
Qatadah mengatakan bahwa zakaria belum pernah berbuat dosa dan tidak pernah mempunyai berahi terhadap wanita. Hadis ini berpredikat mursal.
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، حَدَّثَنِي ابْنُ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "كُلُّ بَنِي آدَمَ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَهُ ذَنْبٌ، إِلَّا مَا كَانَ مِنْ يَحْيَى بْنِ زَكَرِيَّا"
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa telah menceritakan kepadanya Ibnul As, yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Setiap anak Adam datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan mempunyai dosa selain Yahya ibnu Zakaria.
Ibnu Ishaq berpredikat mudallis, hadis ini telah diriwayatkannya secara mu'an'an olehnya; hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ، أَخْبَرَنَا عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مِهْران، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ وَلَدِ آدَمَ إِلَّا وَقَدْ أَخْطَأَ، أَوْ همَّ بِخَطِيئَةٍ، لَيْسَ يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا، وَمَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يَقُولَ: أَنَا خَيْرٌ مِنْ يُونُسَ بْنِ مَتَّى"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak ada seorang pun dari anak Adam melainkan pernah berbuat dosa atau berniat melakukan suatu dosa, selain Yahya ibnu Zakaria. Dan tidaklah layak bagi seseorang mengatakan bahwa diriku lebih baik daripada Yunus ibnu Mata.
Hadis ini pun daif pula karena Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an terkenal mem­punyai banyak hadis mungkar, hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa Al-Hasan pernah mengatakan, "Sesungguhnya Yahya dan Isa bersua, lalu Isa berkata kepadanya, 'Mohonkanlah ampunan bagiku, karena engkau lebih baik daripada aku.' Yahya berkata kepada Isa,' Engkaulah yang lebih baik daripada aku.' Isa berkata kepadanya, 'Engkaulah yang lebih baik daripada aku, karena aku mengucapkan selamat kepada diriku sendiri, sedangkan kamu yang mengucapkan kepadamu adalah Allah'." Maka dikatakanlah bahwa Allah memuliakan keduanya.

Maryam, ayat 16-21

{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مَرْيَمَ إِذِ انْتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا (16) فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا (17) قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا (18) قَالَ إِنَّمَا أَنَا رَسُولُ رَبِّكِ لأهَبَ لَكِ غُلامًا زَكِيًّا (19) قَالَتْ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلامٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا (20) قَالَ كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِنَّا وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا (21) }
Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Qur’an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata, "Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” Ia (Jibril) berkata, "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” Maryam berkata, "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedangkan tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!" Jibril berkata, "Demikianlah; Tuhanmu berfirman, 'Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan'.”
Setelah Allah menceritakan kisah Zakaria a.s., bahwa Allah telah menciptakan bagi Zakaria a.s. —di saat ia telah berusia lanjut dan istrinya mandul— seorang putra yang suci, bersih lagi diberkati. Lalu dalam firman selanjutnya Allah menceritakan kisah Maryam dan penciptaan putranya (yaitu Isa a.s.) tanpa melalui proses seorang ayah. Kedua kisah tersebut mempunyai kemiripan dan kesamaan. Hal yang sama telah disebutkan pula di dalam surat Ali Imran, juga surat Al-Anbiya secara beriringan, mengingat kedua kisah mempunyai keanehan yang sama. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuktikan kepada hamba-hamba-Nya akan kekuasaan Allah, kebesaran dan keagungan-Nya, dan bahwa Allah Maha Kuasa untuk menciptakan segala yang dikehendaki-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مَرْيَمَ}
Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Qur’an. (Maryam: 16)
Maryam adalah putri Imran, keturunan Daud a.s. Maryam berasal dari keluarga yang bersih lagi baik dikalangan Bani Israil. Allah Swt. telah menceritakan kisah saat ibunya melahirkan dia di dalam surat Ali Imran. Ibunya bernazar bahwa jika kelak anaknya lahir dengan selamat, maka anak itu akan dijadikan sebagai pelayan Baitul Maqdis; di masa itu mereka biasa melakukan amal taqarrub dengan cara demikian. Di sebutkan oleh firman-Nya
{فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا}
Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik. (Ali Imran: 37)
Maryam dibesarkan di kalangan Bani Israil dalam lingkungan yang baik, sehingga jadilah Maryam seorang wanita ahli ibadah terkenal yang mencurahkan segenap hidupnya untuk ibadah dan tidak kawin. Maryam berada di dalam jaminan suami saudara perempuannya (yaitu Zakaria), Nabi Bani Israil saat itu dan pemimpin mereka yang menjadi tempat bertanya mereka dalam urusan agamanya.
Zakaria menyaksikan pada diri Maryam hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam sebagai karamah (kemuliaan) yang agung untuk Maryam dari Allah, seperti yang dikisahkan oleh firman-Nya:
{كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria bertanya, "Hai Maryam, dari manakah kamu memperoleh (makanan) ini?”Maryam menjawab, "Makanan itu dari sisi Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (Ali Imran: 37)
Disebutkan bahwa Zakaria menjumpai di sisi Maryam buah-buahan musim dingin di musim panas, dan buah-buahan musim panas di musim dingin, seperti yang telah dijelaskan di dalam surat Ali Imran.
Ketika Allah berkehendak menciptakan hamba-Nya dari Maryam yang kelak akan menjadi rasul-Nya, yaitu Isa a.s., salah seorang rasul Ulul 'Azmi dari kelima rasul yang besar.
{انْتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا}
ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur (Maryam: 16)
Yakni Maryam memisahkan diri dari mereka, menjauhi mereka, dan pergi ke arah timur Baitul Maqdis. As-Saddi mengatakan bahwa demikian itu karena haid yang dialaminya. Menurut pendapat lain, bukan karena itu, melainkan karena hal lainnya.
Abu Kadinah telah meriwayatkan dari Qabus ibnu Zabyan, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya orang-orang Ahli Kitab telah diwajibkan melakukan salat menghadap ke Baitul Maqdis dan menziarahinya. Tiadalah yang memalingkan mereka dari Baitul Maqdis melainkan firman Tuhanmu yang mengatakan: ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. (Maryam: 16)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Maryam keluar dari Baitul Maqdis ke suatu tempat di sebelah timur, akhirnya mereka (orang-orang Ahli Kitab) menghadap ke arah terbitnya matahari dalam salat mereka. Demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Syahin, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdullah, dari Daud, dari Amir, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya saya benar-benar orang yang paling mengetahui di antara makhluk Allah tentang mengapa orang-orang Nasrani menjadikan arah timur sebagai kiblat mereka," yaitu karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan: ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. (Maryam: 16) Mereka menjadikan tempat kelahiran Isa sebagai kiblat mereka.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: suatu tempat di sebelah timur. (Maryam: 16) Yaitu tempat yang luas lagi jauh (dari Masjidil Aqsa). Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Maryam pergi dengan membawa timbanya untuk mengambil air minumnya.
Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa Maryam membuat suatu rumah untuk tempat ibadahnya. Hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا}
maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka. (Maryam: 17)
Yakni Maryam menutupi dirinya dan bersembunyi dari pandangan mereka. Maka Allah mengutus kepadanya Malaikat Jibril a.s.
{فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا}
maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. (Maryam: 17)
Maksudnya, malaikat Jibril berganti rupa menjadi manusia yang sempurna.
Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, Ibnu Juraij, Wahb ibnu Munabbih, dan As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya. (Maryam: 17) Yang dimaksud dengan roh Kami dalam ayat ini adalah Malaikat Jibril a.s.
Pendapat yang diutarakan oleh mereka ini berdasarkan makna lahiriah Al-Qur'an, karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lain, yaitu:
{نزلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ}
dan dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. (Asy-Syu'ara: 193-194)
Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa sesungguhnya roh Isa a.s. termasuk salah satu dari roh-roh yang telah diambil sumpahnya di masa Adam a.s. Roh itulah yang menjelma dalam rupa manusia yang sempurna, yakni roh Isa. Maka Maryam yang diajak bicara olehnya mengandung dan ia masuk ke dalam tubuh Maryam melalui mulutnya. Pendapat ini sangat aneh dan tidak rasional, seakan-akan pendapat ini bersumber dari kisah Israiliyat.
{قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا}
Maryam berkata, "Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” (Maryam: 18)
Setelak Jibril menjelma dalam rupa manusia yang sempurna di hadapan Maryam, saat itu Maryam berada di suatu tempat yang menyendiri; antara dia dan kaumnya terdapat hijab (dinding) penghalang, Maryam merasa takut kepada Jibril, ia menduga bahwa Jibril hendak berbuat tidak senonoh terhadap dirinya. Maka Maryam berkata: Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa. (Maryam: 18) Maryam mengatakan, "Jika kamu seorang yang bertakwa," dengan maksud mengingatkannya akan Allah.
Hal inilah yang dianjurkan oleh syariat dalam membela diri, yaitu dengan memakai sarana yang paling mudah terlebih dahulu, kemudian baru dengan cara lainnya secara bertahap. Langkah pertama yang dilakukan oleh Maryam ialah memperingatkan orang itu akan siksa Allah Swt. jika ia bermaksud jahat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Asim yang mengatakan bahwa Abu Wa-il menceritakan kisah Maryam; ia mengatakan bahwa orang yang bertakwa itu adalah orang yang mempunyai "self control" dalam dirinya terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah. Ketika Maryam berkata: Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa. Ia (Jibril) berkata, "Sesungguhnya aku ini hanya seorang utusan Tuhanmu.” (Maryam: 18-19) Malaikat menjawab untuk melenyapkan rasa curiga dan takut Maryam terhadap dirinya yang menduga bahwa ia mau memperkosanya, "Keadaanku tidaklah seperti yang kamu duga. Sesungguhnya aku ini hanyalah utusan Tuhanmu. Allah-lah yang mengutusku kepadamu."
Menurut suatu riwayat, saat Maryam mengingatkan Jibril kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka Malaikat Jibril gemetar karena takut dan ujudnya kembali berubah seperti rupa aslinya, lalu berkata: Sesungguhnya aku ini hanya seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci. (Maryam: 19)
Menurut Abu Amr ibnul Ala, lafaz li-ahaba dibaca liyahaba, artinya Dia akan memberimu seorang anak laki-laki yang suci.
Abu Amr ibnul Ala adalah seorang ahli qiraat yang terkenal. Sedangkan ulama lainnya membacanya seperti berikut: untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci. (Maryam: 19) Yakni dengan bacaan li-ahaba.
Masing-masing dari kedua qiraat tersebut mempunyai alasan yang baik dan makna yang benar, juga mempunyai kesimpulan yang sama.
{قَالَتْ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلامٌ }
Maryam berkata, "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki. (Maryam: 20)
Maryam merasa heran dengan berita tersebut, maka ia mengatakan, "Bagaimana aku bisa punya anak laki-laki," dengan cara apakah akan terjadi kelahiran anak laki-laki seperti itu dariku, padahal aku bukanlah wanita yang bersuami, dan mustahil aku berbuat lacur. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan bahwa Maryam berkata:
{وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا}
sedangkan tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan pula seorang pezina. (Maryam: 20)
Al-bagyu artinya zina.
Di dalam hadis disebutkan bahwa Nabi Saw. melarang (memakan) maskawin pelacuran, yakni imbalan yang diberikan kepada pelacur.
{قَالَ كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ}
Jibril berkata, "Demikianlah, Tuhanmu berfirman, 'Hal itu mudah bagi-Ku'.” (Maryam: 21)
Maka Malaikat itu berkata kepadanya dalam menjawab pertanyaannya, bahwa sesungguhnya Allah telah berfirman, "Sesungguhnya Dia akan menciptakan darimu seorang anak laki-laki, sekalipun kamu tidak punya suami dan kamu tidak pernah melakukan perbuatan lacur." Karena sesungguhnya Dia Maha Kuasa terhadap semua apa yang dikehendaki­Nya.
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ}
dan agar Kami menjadikannya suatu tanda. (Maryam: 21)
Yaitu petunjuk dan tanda bagi manusia tentang kekuasaan Pencipta mereka yang meragamkan proses penciptaan makhluk-Nya. Dia menciptakan bapak mereka (Adam) tanpa melalui ayah dan ibu, dan Dia menciptakan istrinya (Hawa) melalui laki-laki tanpa wanita. Dan Dia menciptakan keturunannya melalui laki-laki dan wanita, kecuali Isa, karena sesungguhnya Dia menciptakan Isa melalui wanita saja, tanpa laki-laki. Dengan demikian, lengkaplah keempat proses penciptaan ini yang menunjukkan kesempurnaan kekuasaan-Nya dan kebesaran pengaruh­Nya; tidak ada Tuhan dan tidak ada Rabb selain Dia.
Firman Allah Swt.:
{وَرَحْمَةً مِنَّا}
dan sebagai rahmat dari Kami. (Maryam: 21)
Artinya, Kami jadikan anak itu —sebagai rahmat dari Kami— seorang nabi yang menyeru manusia untuk menyembah Allah Swt. dan mengesankan­Nya. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lainnya, yaitu:
{إِذْ قَالَتِ الْمَلائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ وَيُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلا وَمِنَ الصَّالِحِينَ}
(Ingatlah), ketika Malaikat berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kalahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” (Ali Imran: 45-46)
Yakni dia menyeru manusia untuk menyembah Tuhannya sejak dalam usia buaian dan dalam usia dewasanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Marwan, telah menceritakan kepada kami Al-Ala ibnul Haris Al-Kufi, dari Mujahid yang mengatakan bahwa Maryam a.s. berkata, "Apabila aku sendirian, Isa yang masih ada dalam kandunganku berbicara dan bercerita kepadaku. Apabila aku bersama dengan orang lain, maka ia bertasbih dan bertakbir di dalam perutku."
Firman Allah Swt. :
{وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا}
dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan. (Maryam: 21)
Kalimat ini dapat ditakwilkan merupakan perkataan Jibril kepada Maryam yang menceritakan kepadanya bahwa penciptaan anak itu merupakan suatu hal yang telah ditakdirkan di dalam ilmu Allah Swt. dan telah menjadi kehendak-Nya. Dapat ditakwilkan pula bahwa kalimat ini merupakan cerita dari Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. Dan makna yang dimaksud adalah ungkapan kiasan yang mengandung makna bahwa Jibril melakukan tiupan ke dalam rahim Maryam. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا}
dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami. (At-Tahrim: 12)
Dan firman Allah Swt.:
{وَالَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهَا مِنْ رُوحِنَا}
Dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehormatan­nya, lalu Kami tiupkan ke dalam rahimnya roh dari Kami. (Al-Anbiya: 91)
Muhammad ibrru Ishaq telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan. (Maryam: 21) Yakni sesungguhnya Allah telah menetapkan perkara itu dan bahwa perkara itu harus terjadi. Pendapat ini dipilih pula oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya, tiada seorang pun yang meriwayatkannya kecuali hanya dia. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Maryam, ayat 22-23

{فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا (22) فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) }
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma,ia berkata, "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.”
Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang Maryam, bahwa ketika Jibril telah menyampaikan firman Allah kepadanya, maka Maryam dengan segenap jiwa dan raganya berserah diri kepada takdir Allah Swt. Banyak ulama yang menceritakan dari ulama terdahulu, bahwa malaikat tersebut adalah Jibril a.s. Saat itu Jibril melakukan tiupan ke dalam baju kurung Maryam, lalu tiupan itu turun kebagian bawah tubuhnya hingga masuk ke dalam farjinya, maka dengan serta-merta Maryam mengandung anak dengan seizin Allah Swt.
Setelah Maryam merasakan dirinya berbadan dua, terasa sempitlah dadanya karena kebingungan, ia tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya kepada orang-orang. Maryam merasa yakin bahwa orang-orang tidak akan mempercayai ucapannya bila ia ceritakan hal itu kepada mereka. Hanya Maryam menceritakan rahasia dirinya itu kepada saudara perempuannya yang menjadi istri Zakaria, karena Zakaria a.s. pernah memohon dikaruniai seorang anak kepada Allah, dan Allah memperkenankan permintaannya sehingga istrinya mengandung.
Maryam masuk ke dalam rumah saudara perempuannya. Saudara perempuannya itu bangkit menyambutnya dengan hangat, lalu memeluknya dan berkata, "Hai Maryam, tidakkah engkau merasakan bahwa saya sedang hamil?" Maryam menjawab, "Apakah engkau tidak merasakan pula bahwa diriku sedang mengandung juga?" Kemudian Maryam menceritakan kepada saudara perempuannya itu tentang kejadian yang dialaminya; keluarga Zakaria adalah keluarga yang beriman dan percaya kepada kebenaran.
Setelah peristiwa itu istri Zakaria apabila berhadapan dengan Maryam merasakan bahwa kandungan yang ada di dalam perutnya bersujud kepada kandungan yang ada di dalam perut Maryam, yakni mengagungkan dan berendah diri kepada anak yang dikandung oleh Maryam. Karena se­sungguhnya bersujud menurut syariat mereka merupakan hal yang diper­bolehkan saat memberi salam. Sebagaimana telah bersujud kepada Yusuf, kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya. Sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam a.s. Akan tetapi, hal seperti itu diharamkan di dalam syariat agama Islam, demi menyempurnakan pengagungan kepada Allah Swt. Yang Mahaagung.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain yang mengatakan, "Telah dibacakan kepada Al-Haris ibnu Miskin, sedangkan saya (Ali ibnul Husain) mendengarkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Qasim, bahwa Imam Malik rahimahullah pernah mengatakan bahwa telah sampai suatu berita kepadanya bahwa sesungguhnya Isa putra Maryam dan Yahya ibnu Zakaria a.s. adalah saudara sepupu dari pihak ibu, dan kedua-duanya dikandung dalam masa yang bersamaan."
Imam Malik mengatakan, "Telah sampai suatu berita kepadaku bahwa ibu Yahya berkata kepada Maryam,' Sesungguhnya saya merasakan anak yang ada dalam kandunganku bersujud kepada anak yang ada dalam kandunganmu'."
Imam Malik mengatakan bahwa menurut pendapatnya, demikian itu karena keutamaan yang dimiliki oleh Isa a.s., sebab Allah memberinya keistimewaan dapat menghidupkan orang-orang yang baru mati, dapat menyembuhkan orang yang buta dan orang yang berpenyakit supak.
Kemudian para ahli tafsir berbeda pendapat tentang masa kandungan yang dialami oleh Isa a.s. Menurut pendapat yang terkenal dari jumhur ulama, Maryam mengandung Isa selama sembilan bulan. Ikrimah mengatakan delapan bulan, karena itulah menurutnya bayi yang dilahirkan dalam usia kandungan delapan bulan tidak ada yang dapat bertahan hidup.
Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Mugirah ibnu Utbah ibnu Abdullah As-Saqafi yang mendengar Ibnu Abbas berkata saat ditanya mengenai kandungan Maryam, bahwa begitu Maryam mengandung, langsung melahirkan dalam waktu yang singkat.
Tetapi pendapat ini aneh sekali, seakan-akan pendapat ini tersimpulkan dari makna lahiriah firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ}
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma. (Maryam: 22-23)
Sekalipun huruf fa yang ada dalam ayat menunjukkan makna ta'qib (urutan), tetapi pengertiannya disesuaikan dengan tradisi yang berlaku. Seperti halnya pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا}
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan 'alaqah, lalu ' alaqah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. (Al-Mu’minun: 12-14)
Huruf fa yang ada dalam ayat ini sama bermakna ta'qib (menunjukkan) urutan kejadian), tetapi jarak tenggang masanya berdasarkan kebiasaan yang berlaku.
Telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain, bahwa di antara kedua tahap tersebut jarak masanya empat puluh hari. Dan Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lain, yaitu:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَتُصْبِحُ الأرْضُ مُخْضَرَّةً}
Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menurunkan air dari langit, lalu jadilah bumi itu hijau? (Al-Hajj: 63)
Menurut pendapat yang terkenal, makna yang dimaksud sesuai dengan makna lahiriah ayat, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Maryam mengandung Isa sebagaimana biasanya kaum wanita mengandung anak-anaknya. Karena itulah setelah kelihatan tanda kehamilan pada diri Maryam, sedangkan di dalam masjid tempat ia berada terdapat seorang lelaki saleh dari kalangan kerabatnya, yang juga ikut berkhidmat mengurusi masjid Baitul Muqaddas; ia dikenal dengan nama Yusuf An-Najjar. Maka ketika Yusuf melihat perut Maryam semakin besar ia tidak mempercayai hal tersebut karena sepanjang pengetahuannya Maryam adalah wanita yang bersih suci lagi rajin beribadah dan kuat agamanya.
Tetapi kejadian yang dialami oleh Maryam selalu menghantui pikirannya, tanpa dapat ia enyahkan. Akhirnya dengan memberanikan diri ia bertanya kepada Maryam dengan bahasa sindiran, "Hai Maryam, sesungguhnya aku hendak bertanya kepadamu tentang suatu perkara, tetapi janganlah engkau menyimpulkan hal yang tidak baik terhadap diriku." Maryam berkata, "Apakah yang hendak engkau tanyakan itu?" Yusuf berkata, "Apakah ada pohon tanpa biji, dan apakah ada tanaman tanpa benih, dan apakah ada seorang anak tanpa ayah?"
Maryam menjawab, "Ya." Maryam memahami apa yang dimaksud oleh Yusuf dalam kata sindirannya itu. Maryam melanjutkan perkataannya, "Adapun tentang pertanyaanmu yang mengatakan bahwa bisakah ada pohon tanpa biji, tanaman tanpa benih? Sesungguhnya Allah menciptakan pepohonan dan tanam-tanaman pada pertama kalinya tanpa biji dan tanpa benih. Dan mengenai pertanyaanmu, bisakah lahir anak tanpa ayah? Sesungguhnya Allah Swt. telah menciptakan Adam tanpa melalui ayah juga ibu." Akhirnya Yusuf percaya kepada kesucian Maryam dan memaklumi keadaannya.
Setelah Maryam merasakan bahwa kaumnya telah menuduh tidak baik terhadap dirinya, akhirnya ia menjauhkan diri dari mereka ke tempat yang jauh, agar dia tidak melihat mereka dan mereka tidak melihat dirinya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Maryam mengandung Isa dan Maryam telah mengisi penuh wadah airnya, lalu kembali, dia tidak berhaid lagi dan merasakan keadaan seperti yang biasa dirasakan oleh wanita yang sedang mengandung anak; tubuhnya terasa letih, berat badannya bertambah dan pucat, hingga lisannya terasa berat untuk berbicara. Maka tiada suatu cobaan pun yang seberat apa yang sedang menimpa keluarga Zakaria. Berita kehamilannya telah tersiar di kalangan kaum Bani Israil. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya yang menghamilinya tiada lain adalah si Yusuf. Mereka mengatakan demikian karena di dalam gereja itu tiada yang bersama dengan Maryam selain Yusuf. Akhirnya Maryam bersembunyi dari orang banyak dan membuat hijab penghalang bagi dirinya sehingga orang-orang tidak dapat melihatnya dan dia pun tidak dapat melihat mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ}
Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma. (Maryam: 23)
Yakni rasa sakit yang dialaminya karena akan melahirkan anak memaksanya untuk bersandar pada pangkal pohon kurma di tempat pengasingannya.
Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat tersebut, As-Saddi mengatakan bahwa tempat tersebut terletak di sebelah timur mihrabnya yang merupakan tempat ia biasa melakukan ibadahnya di Baitul Maqdis. Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Maryam pergi melarikan diri, dan ketika ia berada di antara negeri Syam dan negeri Mesir, ia merasakan sakit akan melahirkan anak.
Di dalam riwayat lain dari Wahb ibnu Munabbih disebutkan bahwa tempat tersebut jauhnya delapan mil dari Baitul Maqdis di sebuah dusun yang dikenal dengan nama Baitul Lahm.
Menurut kami, dalam hadis isra melalui riwayat Imam Nasai dari Anas dan riwayat Imam Baihaqi dari Syaddad ibnu Aus telah disebutkan bahwa hal itu terjadi di Baitul Lahm (tempat penyembelihan hewan alias pejagalan). Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Pendapat inilah yang terkenal dikalangan orang banyak dan diterima oleh mereka. Kalangan kaum Nasrani pun tidak meragukan bahwa Isa dilahirkan di Baitul Lahm; pendapat ini diterima di kalangan mereka. Adapula sebuah hadis yang menceritakan tentang hal ini, jika hadis tersebut memang berpredikat sahih.
Firman Allah Swt. yang menceritakan perkataan Maryam:
{قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا}
dia berkata, "Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan.” (Maryam: 23)
Ayat ini mengandung pengertian yang menunjukkan boleh mengharapkan mati di saat tertimpa fitnah; karena Maryam merasakan bahwa dirinya akan mendapat cobaan dan ujian dengan kelahiran anaknya, yang membuat orang-orang keheranan dan tidak akan mempercayai cerita yang sebenarnya. Sehingga kejadian tersebut membuat pandangan mereka terhadap dirinya menjadi terbalik; dahulu mereka menganggapnya sebagai wanita ahli ibadah dan bertakwa, kemudian mereka menganggapnya sebagai seorang wanita pelacur, menurut dugaan mereka. Karena itulah Maryam berkata kepada dirinya sendiri: Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini. (Maryam: 23) Maksudnya, sebelum kejadian dia mengandung. dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yakni diriku tidak diciptakan dan bukan berupa sesuatu apa pun. Demikianlah menurut Ibnu Abbas.
As-Saddi mengatakan bahwa saat Maryam merasa sakit akan melahirkan, ia berkata kepada dirinya sendiri, "Aduhai, sekiranya aku mati sebelum musibah ini, dan kesedihanku karena melahirkan anak tanpa suami." Ia mengatakan demikian karena malu kepada orang-orang. dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Maksudnya, dilupakan sehingga tidak ada yang mencarinya; perihalnya sama dengan kain pembalut haid bila sudah terpakai, dibuang begitu saja tanpa pikir panjang lagi. Demikian pula halnya segala sesuatu yang dilupakan dan dibiarkan, ia tidak disebut-sebut lagi.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yakni sesuatu yang tidak dikenal, tidak disebut-sebut, dan tidak diketahui jati dirinya.
Ar-Rabi' ibnu Anas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yaitu menjadi bayi yang mati keguguran.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa Maryam bermaksud seandainya saja dirinya tidak ada sama sekali.
Dalam pembahasan terdahulu telah diketengahkan hadis-hadis yang melarang mengharapkan mati kecuali di saat tertimpa fitnah (yang menimpa agama orang yang bersangkutan), yaitu pada firman-Nya:
{تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ}
Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (Yusuf: 101)

Maryam, ayat 24-26

{فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25) فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا (26) }
Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu; maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.”
Sebagian ulama membaca firman-Nya:
{مَنْ تَحْتَهَا}
dari tempat yang rendah. (Maryam: 24)
menjadi man tahtaha, yang artinya orang yang ada di tempat yang lebih rendah daripadanya. Sedangkan ulama lainnya membacanya sesuai dengan apa yang tertera di-dalam mus-haf, yakni min tahtiha, dengan mengartikan huruf min sebagai huruf jar.
Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai orang yang menyeru Maryam, siapakah dia sebenarnya?
Al-Aufi dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah. (Maryam: 24) Bahwa yang menyerunya adalah malaikat Jibril, dan Isa masih belum berbicara sebelum ibunya membawanya kepada kaumnya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Amr ibnu Maimun, As-Saddi, dan Qatadah, bahwa yang menyerunya adalah Malaikat Jibril a.s. Jibril memanggilnya dari lembah yang ada di tempat yang lebih rendah.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah. (Maryam: 24) Bahwa yang menyerunya adalah Isa putra Maryam.
Hal yang sama dikatakan oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang menyerunya adalah putranya (Isa).
Pendapat ini bersumber dari salah satu di antara dua riwayat yang bersumber dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa orang yang menyerunya adalah putranya. Selanjutnya Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa tidakkah kamu mendengar firman-Nya yang mengatakan: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya, juga oleh Ibnu Zaid.
Firman Allah Swt.:
{أَلا تَحْزَنِي}
Janganlah kamu bersedih hati. (Maryam: 24)
Yakni Malaikat Jibril menyerunya seraya mengatakan bahwa janganlah kamu bersedih hati.
{قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا}
sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. (Maryam: 24)
Sufyan As-Sauri dan Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib, sehubungan dengan firman-Nya: sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. (Maryam: 24) Bahwa yang dimaksud dengan sariyya ialah anak-anak sungai.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, bahwa as-sariy artinya sungai.
Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Amr ibnu Maimun, bahwa as-sariy artinya sungai airnya dapat diminum.
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah sungai menurut bahasa Siryani,
Said ibnu Jubair mengatakan sungai kecil dengan bahasa Nabti.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa yang dimaksud ialah sungai kecil menurut bahasa Siryani.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan sungai kecil.
Qatadah mengatakan bahwa as-sariy artinya anak sungai menurut dialek penduduk Hijaz.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan, as-sariy artinya sungai kecil yang mengalir.
As-Saddi mengatakan sungai. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Hal ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis marfu';
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو شُعَيْبٍ الحَرَّاني: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ البَابلُتِّي حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ نَهِيك، سَمِعْتُ عِكْرِمَةَ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ يَقُولُ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّ السَّرِيَّ الَّذِي قَالَ اللَّهُ لِمَرْيَمَ: {قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا} نَهْرٌ أَخْرَجَهُ اللَّهُ لِتَشْرَبَ مِنْهُ"
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Syu'aib Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah Al-Babili, telah menceritakan kepada kami Ayyub ibnu Nuhaik; ia pernah mendengar Ikrimah maula (bekas budak) Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya makna as-sariy yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya, "Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu " (Maryam: 24), adalah sungai yang dikeluarkan oleh Allah untuk minum Maryam.
Hadis ini garib sekali bila ditinjau dari jalur periwayatannya; karena Ayyub ibnu Nuhaik Al-Habli yang ada dalam sanad hadis ini menurut Abu Hatim Ar-Razi orangnya daif. Sedangkan menurut Abu Zar'ah, hadisnya munkar (tidak dapat diterima). Menurut penilaian Abul Fath Al-Azdi, hadisnya matruk (tidak terpakai).
Ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan as-sariy adalah Isa a.s. Hal ini dikatakan oleh Al-Hasan, Ar-Rabi' ibnu Anas, Muhammad ibnu Abbad ibnu Ja'far.
Pendapat ini bersumber dari salah satu di antara dua riwayat yang bersumber dari Qatadah, dan pendapat Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Tetapi pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama, karena itulah disebutkan dalam firman selanjutaya:
{وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ}
Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu. (Maryam: 25)
Yakni peganglah pangkal pohon kurma itu.
Menurut pendapat Ibnu Abbas, pohon kurma itu pada asalnya kering. Menurut pendapat lainnya, pohon kurma itu berbuah. Mujahid mengatakan bahwa pohon kurma itu tidak berbuah. As-Sauri mengatakan dari Abu DaudNufai' Al-A'ma, bahwa pohon kurma itu sudah mati. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa yang dipegangnya itu adalah pohon kurma, tetapi di saat sedang tidak  berbuah. Demikianlah menurut Wahb ibnu Munabbih. Allah memberikan karunia kepada Maryam dengan menyediakan di dekatnya makanan dan minuman, sebagai imbalan dari usahanya.
{تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا}
niscaya pohon kurma itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makan dan minumlah serta bersenang hatilah kamu. (Maryam: 25-26)
Yaitu tenanglah dan bersenang hatilah kamu. Amr ibnu Maimun mengatakan, bahwa tidak ada suatu makanan pun yang lebih baik bagi wanita sehabis melahirkan selain kurma muda dan kurma masak.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا شَيْبَان، حَدَّثَنَا مَسْرُورُ بْنُ سَعِيدٍ التَّمِيمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرٍو الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ عُروة بْنِ رُوَيْم، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَكْرِمُوا عَمَّتَكُمُ النَّخْلَةَ، فَإِنَّهَا خُلِقَتْ مِنَ الطِّينِ الَّذِي خُلِقَ مِنْهُ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، وَلَيْسَ مِنَ الشَّجَرِ شَيْءٌ يُلَقَّح غَيْرُهَا". وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَطْعِمُوا نِسَاءَكُمُ الولدَ الرطَبَ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُطَبٌ فَتَمْرٌ، وَلَيْسَ مِنَ الشَّجَرَةِ شَجَرَةٌ أَكْرَمُ عَلَى اللَّهِ مِنْ شَجَرَةٍ نَزَلَتْ تَحْتَهَا مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Syaiban, telah menceritakan kepada kami Masrur ibnu Sa'id At-Tamimi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Amr Al-Auza'i, dari Urwah ibnu Ruwayyim, dari Ali ibnu Abu Talib yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Muliakanlah bibi kalian dengan kurma, karena sesungguhnya kurma diciptakan dari tanah yang diciptakan darinya Adam a.s. Tiada suatu pohon pun yang dikawinkan selain dari pohon kurma. Rasulullah Saw. pernah bersabda pula: Berilah makan kurma muda kepada wanita kalian yang habis melahirkan, jika tidak ada maka kurma masak. Tidak ada suatu pohon pun yang paling dimuliakan oleh Allah selain dari pohon kurma yang menjadi tempat berteduh Maryam binti Imran.
Hadis ini munkar sekali, tetapi Abu Ya'la telah meriwayatkannya pula dari Syaiban dengan sanad yang sama.
Sebagian ulama qiraat mambaca tussaqit dengan memakai tasydid, sedangkan sebagian ulama lainnya membacanya tusaqit tanpa tasyidid. Adapun Abu Nuhaik membacanya tasqut. Abu Ishaq telah meriwayatkan dari Al-Barra, bahwa ia membacanya yusaqit, yakni pangkal pohon kurma itu merunduk. Pada garis besarnya masing-masing dari pendapat tersebut berdekatan maknanya.
Firman Allah Swt.:
{فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا}
Jika kamu melihat seorang manusia. (Maryam : 26)
Yakni manakala kamu melihat seseorang.
{فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا}
maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Bernur ah; maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.” (Maryam: 26)
Makna yang dimaksud ialah Maryam berisyaratkan kepadanya yang pengertiannya seperti itu, bukan mengucapkannya dengan kata-kata; agar tidak bertentangan dengan firman-Nya:
{فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا}
maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini. (Maryam: 26)
Anas ibnu Malik telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا}
Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 26)
Yang dimaksud dengan puasa ialah diam atau puasa tidak bicara. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak. Menurut suatu riwayat dari Anas, disebutkan puasa dan tidak bicara; hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan selain keduanya.
Makna yang dimaksud ialah 'mereka apabila melakukan puasa, maka menurut syariat mereka tidak boleh makan dan berbicara'. Demikianlah menurut apa yang dinaskan oleh As-Saddi, Qatadah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid.
Ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Harisah yang mengatakan bahwa ketika ia berada di rumah Ibnu Mas'ud, datanglah dua orang lelaki kepadanya; salah seorang dari keduanya mengucapkan salam, sedangkan yang lainnya tidak mengucapkan salam. Maka Ibnu Mas'ud bertanya, "Mengapa kamu?". Teman-temannya menjawab, "Dia telah bersumpah bahwa pada hari ini dia tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun." Maka Abdullah ibnu Mas'ud menjawab, "Berbicaralah kepada orang dan ucapkanlah salam kepada mereka. Karena sesungguhnya wanita itu (Maryam) merasa yakin bahwa tidak akan ada seorang pun yang percaya kepadanya bahwa dirinya mengandung tanpa suami. Dimaksud­kan puasanya itu sebagai alasan untuk tidak bicara dengan mereka bila ia ditanya mereka." Asar ini telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Abdur Rahman ibnu Zaid mengatakan bahwa ketika Isa berkata kepada Maryam, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya (menurut tafsir ulama yang mengatakan bahwa orang yang menyerunya adalah Isa): Janganlah kamu bersedih hati. (Maryam: 24) Maryam menjawab, "Bagaimana saya tidak sedih, sedangkan kamu ada bersama dengan saya tanpa suami, juga bukan sebagai budak wanita (yang dinikahi tuannya). Maka dengan alasan apakah saya berhujah kepada orang-orang? Aduhai, sekiranya aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan." Isa berkata kepadanya, "Sayalah yang akan menjawab mereka, kamu tidak usah bicara lagi." Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguh­nya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.” (Maryam: 26) Ini merupakan perkataan Isa kepada ibunya. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Wahb.

Maryam, ayat 27-33

{فَأَتَتْ بِهِ قَوْمَهَا تَحْمِلُهُ قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا (27) يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا (28) فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا (29) قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا (30) وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا (31) وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا (32) وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا (33) }
Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina, " maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” Berkata Isa, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang Maryam ketika diperintahkan puasa pada hari itu, yaitu hendaknya dia tidak berbicara kepada seorang manusia pun; karena dengan puasa, maka keadaan dirinya yang sebenarnya tidak kelihatan dan puasa menjadi alasan baginya untuk tidak berbicara. Maryam berserah diri kepada perintah Allah Swt. dan pasrah kepada keputusan Allah. Lalu Maryam menggendong putranya dan membawanya kepada kaumnya. Ketika kaumnya melihat Maryam membawa bayinya, mereka sangat kaget dan mengecamnya dengan kecaman yang berat, seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt. menyitir kata-kata kaumnya:
{يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا}
Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. (Maryam: 27)
Yakni suatu perkara yang besar dosanya. Demikianlah menurut pendapat Mujahid, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Syaiban, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali yang mengatakan bahwa kaum Maryam pergi mencari-carinya. Maryam berasal dari keluarga nabi dan keluarga ter­hormat. Mereka merasa kehilangan Maryam. karenanya mereka mencari-carinya; dan mereka bersua dengan seorang pengembala sapi, lalu mereka bertanya, "Apakah kamu pernah melihat wanita muda yang ciri khasnya anu dan anu?" Pengembala sapi menjawab, "Tidak, tetapi tadi malam saya melihat sapi saya melakukan perbuatan yang belum pernah saya lihat sebelumnya."
Mereka bertanya, "Apakah yang telah dilakukan sapimu?" Pe­ngembala sapi berkata, "Tadi malam saya melihat sapi saya bersujud ke arah lembah itu."
Abdullah ibnu Abu Ziyad mengatakan, ia teringat akan perkataan Syaiban yang mengatakan bahwa pengembala itu menjawab, "Saya melihat cahaya yang terang." Maka mereka pergi menuju ke arah yang ditunjukkan oleh si pengembala itu, tiba-tiba mereka berpapasan dengan Maryam. Ketika Maryam melihat kaumnya, maka duduklah ia dan menggendong bayinya di pangkuannya. Mereka datang kepadanya dan berdiri di dekatnya.
{قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا}
Mereka berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.” (Maryam: 27)
Yaitu suatu perkara yang sangat berat dosanya.
{يَا أُخْتَ هَارُونَ}
Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28)
Makna yang dimaksud ialah hai wanita yang ibadahnya mirip dengan Harun a.s.
{مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا}
Ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorangpezina. (Maryam: 28)
Yakni kamu berasal dari keluarga yang baik lagi suci, terkenal dengan kesalehannya, ibadah, dan zuhudnya. Maka mengapa hal seperti itu kamu lakukan?
Ali ibnu AbuTalhah dan As-Saddi mengatakan bahwa dikatakan kepada Maryam:
{يَا أُخْتَ هَارُونَ}
Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28)
Yang dimaksud ialah saudara Musa, dan Maryam adalah keturunan darinya. Perihalnya sama dengan seseorang dari Bani Tamim dipanggil 'hai saudara Tamim', dan dari Bani Mudar dipanggil 'hai saudara Mudar'.
Menurut pendapat yang lain, Maryam dinisbatkan kepada seorang lelaki saleh di kalangan mereka yang bernama Harun; Maryam dalam hal ibadah dan zuhud sama dengan lelaki saleh itu.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari sebagian di antara mereka, bahwa mereka (Bani Israil) menyerupakan Maryam dengan seorang lelaki pendurhaka yang ada di kalangan mereka bernama Harun; riwayat ini diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Sa'id ibnu Jubair.
Hal yang lebih aneh dari kesemuanya ialah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim berikut ini. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain Al-Hijistani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Al-Mufaddal ibnu Abu Fudalah, telah menceritakan kepada kami Abu Sakhr, dari Al-Qurazi sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) Bahwa Maryam adalah saudara perempuan Harun alias juga saudara perempuan Musa yang mengikuti jejak Musa saat Musa dilemparkan ke dalam sungai Nil dalam suatu peti (waktu itu Musa masih bayi).
{فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}
Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedangkan mereka tidak mengetahuinya. (Al-Qashash: 11)
Pendapat ini keliru sama sekali, karena sesungguhnya Allah Swt. telah menyebutkan di dalam Kitab-Nya (Al-Qur'an), bahwa sesudah para rasul Dia mengiringi mereka dengan Isa sesudah mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Isa adalah nabi yang akhir, tiada nabi lagi sesudahnya selain Nabi Muhammad Saw. sebagai penutup para nabi. Karena itulah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِابْنِ مَرْيَمَ؛ إِلَّا أَنَّهُ لَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ"
Aku adalah nabi yang paling berhak terhadap (Isa) putra Maryam, karena sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun antara aku dan dia.
Seandainya keadaannya seperti apa yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, tentulah Isa bukan termasuk rasul yang akhir sebelum Muhammad Saw. Dan tentulah Isa berada sebelum Sulaiman dan Daud, karena sesungguhnya Allah Swt. telah menyebutkan bahwa Daud sesudah Musa, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ هَلْ عَسِيتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلا تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَالَنَا أَلا نُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ}
Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, 'Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami ber­perangai Bawah pimpinannya) di jalan Allah.” (Al-Baqarah: 246)
Dan dalam ayat-ayat selanjutnya disebutkan:
{وَقَتَلَ دَاوُدُ جَالُوتَ}
dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut. (Al-Baqarah: 251) hingga akhir ayat.
Hal yang mendorong Al-Qurazi berani mengemukakan pendapat ini ialah apa yang tertera di dalam kitab Taurat. Disebutkan bahwa sesudah Musa dan Bani Israil keluar dari laut (yang dibelahnya) dan Firaun beserta kaumnya ditenggelamkan di dalam laut itu, Maryam binti Imran (saudara perempuan sekandung Musa dan Harun) memukul rebana bersama kaum wanita Bani Israil seraya bertasbih menyucikan Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada kaum Bani Israil.
Kemudian Al-Qurazi beranggapan bahwa Maryam yang disebutkan dalam kisah tersebut adalah ibu Isa. Padahal pendapat tersebut merupakan suatu kekeliruan yang fatal karena pada hakikatnya Maryam ibunya Isa hanya senama dengan Maryam saudara perempuan Musa a.s. Disebutkan bahwa mereka biasa memakai nama para nabi dan orang-orang saleh mereka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ، سَمِعَتْ أَبِي يَذْكُرُهُ عَنْ سِمَاك، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ: بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى نَجْرَانَ، فَقَالُوا: أَرَأَيْتَ مَا تَقْرَءُونَ: {يَا أُخْتَ هَارُونَ}، وَمُوسَى قَبْلَ عِيسَى بِكَذَا وَكَذَا؟ قَالَ: فَرَجَعْتُ فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "أَلَا أَخْبَرْتَهُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا يَتَسَمّون بِالْأَنْبِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ قَبْلَهُمْ؟ ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris; ia pernah mendengar ayahnya menceritakan kisah berikut dari Sammak, dari Alqamah ibnu Wa-il, dari Al-Mugirah ibnu Syu'bah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengutusnya ke negeri Najran. Maka orang-orang Nasrani Najran bertanya kepadanya, "Mengapa kalian (kaum muslim) membaca firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun'. (Maryam: 28) Padahal Musa sebelum Isa dalam jarak masa yang amat jauh?" Al-Mugirah ibnu Syu'bah tidak dapat menjawab. Ketika ia pulang, ia menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mengapa kamu tidak menceritakan kepada mereka bahwa mereka dahulu biasa memakai nama-nama nabi dan orang-orang saleh sebelum mereka?
Hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Muslim, Imam Turmuzi dan Imam Nasai melalui hadis Abdullah ibnu Idris, dari ayahnya, dari Sammak dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih garib, yakni kalau tidak hasan, sahih, atau garib; kami tidak mengenalnya, melainkan melalui hadis Ibnu Idris.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Sa'id ibnu Abu Sadaqah, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan, ia pernah mendapat berita bahwa Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) Bahwa yang dimaksud bukanlah Harun saudara lelaki Musa a.s. Maka perkataannya itu dibantah oleh Siti Aisyah, "kamu dusta." Ka'b menjawab, "Wahai Ummul Mu’minin, sesungguhnya Nabi Saw. pernah mengatakan­nya bahwa beliau lebih mengetahui dan lebih teliti. Jika Nabi Saw. tidak mengatakannya, maka sesungguhnya saya menjumpai jarak masa di antara mereka ada enam ratus tahun." Akhirnya Siti Aisyah terdiam. Akan tetapi, jawaban Ka'b yang mengatakan jarak masa enam ratus tahun masih diragukan kebenarannya.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya. Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) hingga akhir ayat. Bahwa Maryam berasal dari keluarga yang dikenal akan kesalehannya, mereka sama sekali tidak pernah berbuat kebobrokan. Di antara manusia ada orang-orang yang dikenal dengan kesalehannya, dan keturunan mereka pun berpegang teguh kepada tradisi kesalehan itu. Di antara manusia ada orang-orang yang dikenal dengan keburukannya, dan keturunan mereka terkenal pula dengan keburukan itu. Harun terkenal saorang yang saleh  lagi dicintai dikalangan kabilahnya, tetapi Harun di sini bukanlah Harun saudara lelaki Nabi Musa, melainkan Harun yang lain.
Ibnu Jarir mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa saat Harun meninggal dunia, jenazahnya dihantarkan kepemakamannya oleh empat puluh ribu orang Bani Israil yang semuanya bernama Harun.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا}
maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih ada dalam ayunan?” (Maryam: 29)
Yakni ketika mereka mencurigai keadaan Maryam dan mengingkari kejadian yang dialaminya, serta mengatakan kepadanya dengan kalimat sindiran yang menuduhnya berbuat tidak senonoh dan melakukan perbuatan zina. Saat itu Maryam sedang puasa dan tidak bicara, maka ia memalingkan jawabannya dengan menunjuk ke arah anaknya, dengan maksud agar mereka berbicara langsung dengan anaknya yang masih bayi. Maka mereka menjawab dengan nada memperolok-olokkan Maryam meledek dan mempermainkan mereka: Bagaimanakah kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan? (Maryam: 29)
Maimun ibnu Mahran mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) dengan maksud bahwa hendaknya mereka berbicara langsung dengan bayinya. Maka mereka merasa terkejut mendapat jawaban demikian seraya mengatakan, "Apakah kamu menyuruh kami berbicara dengan anak yang masih dalam usia ayunan?"
As-saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) Ketika Maryam berlaku demikian, mereka marah dan mengatakan, "Sungguh ini merupakan ejekan dia terhadap kami, yang lebih parah daripada perbuatan zina yang dilakukannya, karena dia menyuruh kita berbicara dengan bayi ini."
{قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا}
Mereka berkata, "bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (Maryam: 29)
Yakni anak yang masih dalam usia ayunan lagi masih bayi, mana mungkin dia dapat berbicara.
{إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ}
Berkata Isa, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah.” (Maryam: 30)
Mula-mula kalimat yang diucapkan Isa ialah menyucikan Zat Tuhannya dan membersihkan-Nya dari sifat beranak, kemudian mengukuhkan eksistensi dirinya sebagai hamba Allah.
Firman Allah Swt.:
{آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا}
Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30)
Kalimat ini dimaksudkan membersihkan nama ibunya dari tuduhan berzina yang dilontarkan oleh kaumnya.
Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa setelah mereka mengucapkan kata-kata tuduhan yang tidak senonoh terhadap ibunya, saat itu ia (Isa) sedang menetek pada ibunya. Maka ia melepaskan payudara ibunya dan memalingkan mukanya ke arah kiri seraya berkata: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30) sampai dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: selama aku hidup. (Maryam: 31)
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Sabit Al-Bannani, bahwa Isa mengangkat jari telunjuknya ke atas pundaknya yang sebelah kiri seraya berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30)
Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dia memberiku Al-Kitab (Injil). (Maryam: 30) Artinya Dia telah memutuskan bahwa Dia akan memberiku Al-Kitab dalam ketetapan-Nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Attar, dari Abdul Aziz ibnu Ziyad, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Isa putra Maryam telah mempelajari kitab Taurat dan menguasainya sejak ia masih berada dalam kandungan ibunya. Yang demikian itu adalah apa yang disebutkan oleh firman-Nya, menyitir kata-katanya: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30)
Akan tetapi, Yahya ibnu Sa’id Al-Attar orangnya berpredikat matruk yakni hadisnya tidak terpakai.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ}
dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada. (Maryam: 31)
Mujahid dan Amr ibnu Qais serta As-Sauri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah menjadikan Isa seorang pengajar kebaikan. Menurut riwayat yang lain dari Mujahid, Isa adalah seorang mujahid yang banyak memberikan manfaat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid ibnu Khunais Al-Makhzumi; ia pernah mendengar Wuhaib ibnul Ward (bekas budak Bani Makhzum) mengatakan bahwa seorang yang berilmu bersua dengan seorang yang berilmu lagi lebih daripadanya, lalu orang yang berilmu lebih tinggi itu bertanya kepadanya, "Semoga Allah me­rahmati kamu, apakah yang kelihatan dari amal perbuatanku (menurutmu)?" Ia menjawab, "Memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah perkara mungkar. Karena sesungguhnya perbuatan tersebut merupakan agama Allah yang disampaikan oleh para nabi-Nya kepada hamba-hamba-Nya."
Ulama fiqih telah sepakat tentang makna firman-Nya: dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada. (Maryam: 31) Ketika ditanyakan, "Apakah keberkatannya?" yang ditanya menjawab, "Amar ma'ruf dan nahi munkar di mana pun ia berada."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا}
dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam: 31)
Sama pengertiannya dengan firman Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw.:
{وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ}
dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 99)
Abdur Rahman ibnul Qasim telah meriwayatkan dari Malik ibnu Anas sehubungan dengan firman-Nya: dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam: 31) Isa dalam jawabannya menyebutkan perkara yang dialaminya sejak lahir sampai wafat sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan terhadapnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَبَرًّا بِوَالِدَتِي}
dan berbakti kepada ibuku. (Maryam: 32)
Yakni Allah memerintahkan pula kepadaku agar berbakti kepada ibuku. Allah Swt. menyebutkan berbakti kepada orang tua sesudah taat kepada Tuhannya, sebab Allah Swt. sering menyebutkan secara bergandengan antara perintah menyembah-Nya dan taat kepada kedua orang tua. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu. (Al-Isra: 23)
Dan firman Allah Swt.:
{أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ}
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Luqman: 14)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا}
dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam: 32)
Maksudnya, Allah tidak menjadikan diriku seorang yang angkara murka lagi sombong, tidak mau menyembah dan taat kepada-Nya serta tidak mau berbakti kepada ibuku, yang akibatnya aku menjadi orang yang celaka.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa makna al-jabbarusy syaqiyyu ialah orang yang tega membunuh karena marah. Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa tidak sekali-kali kamu jumpai orang yang menyakiti kedua orang tuanya, melainkan kamu jumpai dia berwatak sombong lagi celaka. Kemudian ia membacakan firman Allah Swt.: dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam: 32) tidak sekali-kali kamu jumpai orang yang berperangai buruk, melainkan kamu jumpai dia orang yang angkuh lagi sombong. Kemudian ia membacakan firman-Nya:
{وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا}
dan hamba sahaya yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (An-Nisa: 36)
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa ada seorang wanita melihat putra Maryam menghidupkan orang-orang mati serta menyembuhkan orang yang buta dan berpenyakit supak dengan seizin Allah. Maka wanita itu berkata, "Beruntunglah bagi orang yang mengandungmu, beruntunglah bagi orang yang menyusukanmu." Maka Nabi Isa a.s. berkata menjawabnya, "Beruntunglah bagi orang yang membaca Kitabullah dan mengikuti petunjuk yang ada di dalamnya, serta bukan menjadi orang yang sombong lagi celaka."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا}
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. (Maryam: 33)
Hal ini membuktikan akan predikat dirinya sebagai hamba Allah Swt. dan bahwa Isa adalah seorang makhluk Allah yang hidup dan mati serta dibangkitkan sebagaimana makhluk lainnya. Akan tetapi, Isa diselamatkan dari semua fase tersebut yang merupakan fase-fase yang paling berat dirasakan oleh semua hamba Allah.

Maryam, ayat 34-37

{ذَلِكَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ قَوْلَ الْحَقِّ الَّذِي فِيهِ يَمْتَرُونَ (34) مَا كَانَ لِلَّهِ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْ وَلَدٍ سُبْحَانَهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (35) وَإِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ (36) فَاخْتَلَفَ الأحْزَابُ مِنْ بَيْنِهِمْ فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ مَشْهَدِ يَوْمٍ عَظِيمٍ (37) }
Itulah Isa putra Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah, " maka jadilah ia. Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhan kalian,maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian. Ini adalah jalan yang lurus. Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar.
Allah Swt. berfirman kepada Nabi Muhammad, Rasul-Nya, bahwa kisah yang Kami ceritakan kepadamu merupakan sebagian dari kisah tentang Isa a.s.
{قَوْلَ الْحَقِّ الَّذِي فِيهِ يَمْتَرُونَ}
adalah kisah yang sebenarnya, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. (Maryam: 34)
Yakni orang-orang yang batil dan orang-orang yang hak dari kalangan orang-orang yang beriman kepadanya dan orang-orang yang kafir kepada­Nya, berbantah-bantahan mengenai kebenarannya. Karena itulah sebagian besar ulama membacanya qaulul haq dengan di-raya'-kan. Tetapi Asim dan Abdullah ibnu Amir membacanya qaulul haqqi. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa dia membacanya dengan bacaan 'isabna maryama.
Penulis mengatakan Irab yang lebih jelas adalah bacaan rafa' yang diperkuat oleh firman Allah Swt. yang berbunyi:
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu. (Al-Baqarah: 147)
Setelah Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan Isa sebagai hamba dan nabi-Nya, lalu Allah Swt. membersihkan dari-Nya Yang Maha suci melalui firman-Nya.
{مَا كَانَ لِلَّهِ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْ وَلَدٍ سُبْحَانَهُ}
Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha suci Dia. (Maryam: 35)
Artinya, Maha Suci Allah dari apa yang dikatakan oleh orang-orang bodoh lagi zalim dan melampaui batas itu dengan kesucian yang sebesar-besarnya.
{إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}
Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah ia. (Maryam: 35)
Dengan kata lain, apabila Allah menghendaki sesuatu, sesungguhnya Dia hanya berkata kepadanya; maka jadilah apa yang dikehendaki-Nya itu sesuai dengan keinginan-Nya. Di dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ}
Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah " (seorang manusia), maka jadilah dia. (Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. (Ali Imran: 59-60)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ}
Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhan kalian, maka sem­bahlah Dia oleh kalian. Ini adalah jalan yang lurus. (Maryam : 36)
Yaitu di antara perintah yang dianjurkan oleh Isa kepada kaumnya saat ia masih dalam ayunan ialah memberitahukan kepada mereka bahwa Allah adalah Tuhannya dan Tuhan mereka. Lalu Isa memerintahkan kepada mereka untuk menyembah Allah Swt. Untuk itu ia berkata:
{فَاعْبُدُوهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ}
maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian. Ini adalah jalan yang lurus. (Maryam: 36)
Yakni agama yang aku sampaikan kepada kalian dari Allah merupakan jalan yang lurus; Barang siapa yang mengikutinya, dibenarkan dan mendapat petunjuk. Dan barang siapa yang menentangnya, disalahkan dan tersesat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَاخْتَلَفَ الأحْزَابُ مِنْ بَيْنِهِمْ}
Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. (Maryam: 37)
Yaitu Ahli Kitab berselisih pendapat tentang eksistensi Isa, padahal perkaranya sudah jelas dan gamblang, bahwa dia adalah hamba Allah dan Rasul-Nya yang diciptakan melalui perintah-Nya yang ditujukan kepada Maryam, dan diciptakan melalui roh ciptaan-Nya. Sebagian dari mereka yang terdiri atas orang-orang Yahudi telah sepakat mengatakannya sebagai anak zina; semoga laknat Allah menimpa mereka. Mereka mengatakan pula bahwa perkataan Isa yang masih ada dalam usia ayunan itu adalah sihir. Segolongan lainnya dari kalangan mereka mengatakan, sesungguhnya yang berbicara itu adalah Tuhan. Segolongan lainnya lagi mengatakan bahwa Isa adalah anak Allah. Golongan lainnya lagi mengatakan, Isa adalah salah satu dari ketiga Tuhan. Dan golongan yang lainnya mengatakan bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Pendapat yang terakhir ini adalah pendapat yang benar sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman.
Kisah yang semisal telah diriwayatkan melalui Amr ibnu Maimun, Ibnu Juraij, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, baik dari kalangan ulama Salaf maupun dari kalangan ujama Khalaf.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Itulah Isa putra Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. (Maryam: 34) Bahwa kaum Bani Israil mengadakan pertemuan, lalu mereka mengemukakan empat orang yang paling alim di antara mereka sebagai juru bicara dari masing-masing kelompoknya, kemudian mereka berdebat tentang Isa ketika Isa dinaikkan. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa Isa adalah tuhan yang turun ke bumi, lalu menghidupkan orang-orang yang dihidupkannya dan mematikan orang-orang yang dimatikannya, setelah itu Isa naik ke langit. Mereka yang berpendapat demikian adalah golongan Ya'qubiyah. Pendapat tersebut ditolak oleh ke tiga orang lainnya karena di anggap dusta dan tidak benar. Kemudian orang yang kedua dari mereka berkata kepada orang yang ketiga, "Bagaimanakah pendapatmu? Kemukakanlah." Orang yang ketiga berkata bahwa Isa adalah anak Allah. Mereka yang mengatakan demikian adalah golongan Nusturiyah. Orang yang kedua menyangkal seraya mengatakan, "Kamu dusta." Kemudian salah seorang dari dua orang lainnya berkata kepada yang lainnya, "Kemukakanlah pendapatmu tentang dia." Ia berkata bahwa Isa adalah salah satu dari tiga tuhan; Allah Tuhan yang pertama, dia tuhan kedua, dan ibunya tuhan ketiga. Mereka yang berpendapat demikian adalah golongan Israili, raja-raja nasrani, semoga laknat Allah menimpa mereka semua. Orang yang keempat berkata, "Kamu dusta, bahkan Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, roh yang diciptakan oleh-Nya dan diciptakan melalui firman-Nya." Mereka yang berpendapat demikian adalah orang-orang muslim.
Disebutkan bahwa masing-masing dari keempat orang itu mempunyai pengikutnya sendiri-sendiri yang mendukung pendapatnya. Akhirnya mereka berperang di antara sesama mereka dan mereka beroleh kemenangan atas orang-orang muslim yang beriman bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah Swt. Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya:
{وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ}
dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil. (Ali Imran: 21)
Qatadah mengatakan, mereka adalah orang-orang yang disebut oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. (Maryam: 37) Mereka berselisih pendapat tentang Isa, akhirnya terpecahlah mereka menjadi beberapa golongan.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Urwah Ibnuz Zubair melalui sebagian ahlul 'ilmi suatu kisah yang isinya hampir sama dengan riwayat di atas.
Ahli sejarah dari kalangan Ahli Kitab dan lain-lainnya telah menyebutkan bahwa Kaisar Konstantinopel pernah mempertemukan kaum Ahli Kitab dalam suatu pertemuan besar di ketiga tempat perkumpulan mereka yang terkenal di kalangan mereka. Golongan uskup dari kalangan mereka terdiri atas dua ribu seratus tujuh puluh orang, lalu mereka berselisih pendapat tentang Isa putra Maryam dengan perselisihan yang tajam sekali. Masing-masing golongan mempunyai pendapat sendiri. Seratus orang mempunyai pendapat sendiri; begitu pula tujuh puluh orang dari mereka; lima puluh orang berpendapat berbeda dengan lainnya, dan seratus enam puluh orang mempunyai pendapat sendiri pula. Tiada suatu pendapat pun yang disepakati oleh lebih dari tiga ratus delapan orang.
Di antara mereka ada sejumlah uskup yang sepakat memegang suatu pendapat dan mempertahankannya mati-matian; pendapat ini disetujui oleh Kaisar. Kaisar adalah seorang ahli filsafat, maka golongan tersebut dijadikan sebagai pemuka agama dan didukungnya, serta mengusir golongan lainnya. Maka para uskup yang didukungnya memberikan kepada Kaisar amanat yang besar yang lebih layak disebut sebagai pengkhianatan terbesar.
Kemudian para uskup yang didukung oleh Kaisar ini membuatkan untuk Kaisar kitab undang-undang dan menetapkan baginya hukum-hukum syariat serta membuat banyak bid'ah dan penyimpangan di dalam agama Al-Masih; mereka telah merubahnya dari aslinya.
Sebagai imbalannya Kaisar Konstantinopel membangunkan buat mereka gereja-gereja yang besar di wilayah kekaisarannya; semuanya tersebar di negeri Syam, Jazirah Arabia, dan Romawi sehingga jumlah gereja di masa pemerintahannya kurang lebih dua belas ribu gereja. Sedangkan ibu kaisar membangun tempat pembuangan sampah di tempat penyaliban yang diduga oleh orang-orang Yahudi bahwa yang disalib itu adalah Al-Masih. Mereka dusta, bahkan Allah-lah yang menaikannya ke langit.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ مَشْهَدِ يَوْمٍ عَظِيمٍ}
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksi­kan hari yang besar. (Maryam: 37)
Ayat ini mengandung ancaman dan peringatan yang keras terhadap orang-orang yang mendustakan Allah dan melakukan tuduhan keji serta menganggap bahwa Allah beranak. Akan tetapi, Allah menangguhkan mereka sampai hari kiamat dan membiarkan mereka berkat sifat Penyantun-Nya dan kekuasaan-Nya untuk menyiksa mereka. Sesungguh­nya Dia tidak menyegerakan orang-orang yang berbuat durhaka terhadap­Nya. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui salah satu hadisnya:
"إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي ِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ" ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}
Sesungguhnya Allah benar-benar memberikan tangguh kepada orang yang zalim; tetapi apabila Dia menyiksanya, pastilah orang yang zalim itu tidak akan luput dari siksa-Nya. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (Hud : 102)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لَا أَحَدَ أَصْبَرُ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللَّهِ، إِنَّهُمْ يَجْعَلُونَ لَهُ وَلَدًا، وَهُوَ يَرْزُقُهُمْ وَيُعَافِيهِمْ"
Tiada seorang pun yang lebih sabar terhadap berita yang menyakitkan hatinya selain dari Allah. Sesungguhnya mereka menganggap bahwa Allah beranak, padahal Allah-lah yang memberi mereka rezeki dan kesehatan.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَمْلَيْتُ لَهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ ثُمَّ أَخَذْتُهَا وَإِلَيَّ الْمَصِيرُ}
Dan berapalah banyaknya kota yang Aku tangguhkan (azab-Ku) kepadanya, yang penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku azab mereka, dan hanya kepada-Kulah kembalinya (segala sesuatu). (Al-Hajj : 48)
{وَلا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ}
Dan janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (Ibrahim: 42)
Dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ مَشْهَدِ يَوْمٍ عَظِيمٍ}
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksi­kan hari yang besar. (Maryam: 37)
Yakni hari kiamat. Di dalam hadis sahih yang telah disepakati kesahihannya diriwayatkan melalui Ubadah ibnus Samit r.a disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ [وَرَسُولُهُ] وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حُقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ"
Barang siapa yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, dan bahwa Isa adalah hamba Allah, rasul­nya, yang diciptakan melalui kalimat-Ny ayang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan dengan tiupan roh dari-Nya, dan bahwa surga itu hak dan neraka itu hak (benar ada), niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga sesuai dengan amal perbuatan yang dikerjakannya.

Maryam, ayat 38-40

{أَسْمِعْ بِهِمْ وَأَبْصِرْ يَوْمَ يَأْتُونَنَا لَكِنِ الظَّالِمُونَ الْيَوْمَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (38) وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الأمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (39) إِنَّا نَحْنُ نَرِثُ الأرْضَ وَمَنْ عَلَيْهَا وَإِلَيْنَا يُرْجَعُونَ (40) }
Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami. Tetapi orang-orang yang zalim pada hari ini (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata. Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan,(yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman. Sesungguhnya. Kami mewarisi bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kamilah mereka dikembalikan.
Allah Swt. berfirman menceritakan perihal orang-orang kafir kelak di hari kiamat, bahwa sesungguhnya mereka mempunyai pendengaran yang sangat terang dan penglihatan yang sangat tajam. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya:
{وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ}
Dan (alangkah ngerinya) jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar.” (As-Sajdah: 12), hingga akhir ayat.
Dengan kata lain, mereka mengatakan hal tersebut di saat tiada sesuatu pun yang dapat memberikan manfaat kepada mereka dan tiada sesuatu pun yang dapat menolong mereka. Seandainya peristiwa yang disebutkan dalam ayat ini terjadi sebelum mereka menyaksikan azab, tentulah hal tersebut dapat memberi manfaat kepada mereka dan dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{أَسْمِعْ بِهِمْ وَأَبْصِرْ}
Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka. (Maryam: 38)
Ungkapan ini merupakan ungkapan ta'ajjub yang menunjukkan makna keluarbiasaan, yakni betapa terangnya pendengaran mereka dan betapa tajamnya penglihatan mereka saat itu.’
{يَوْمَ يَأْتُونَنَا}
pada hari mereka datang kepada Kami. (Maryam: 38)
Yaitu pada hari kiamat
{لَكِنِ الظَّالِمُونَ الْيَوْمَ}
Tetapi orang-orang yang zalim pada hari ini. (Maryam: 38)
Yakni dalam kehidupan dunia.
{فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
berada dalam kesesatan yang nyata. (Maryam: 38)
Maksudnya, tidak dapat mendengar dan tidak dapat melihat serta tidak dapat berpikir; yaitu di saat hidayah datang kepada mereka, mereka tidak mau menerimanya, tidak mau pula menaatinya. Dengan kata lain, mereka tidak memanfaatkan pendengaran, penglihatan, dan akal mereka untuk menerima hidayah.
Kemudian dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ}
Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan. (Maryam: 39)
Artinya berilah peringatan kepada makhluk akan hari penyesalan.
{إِذْ قُضِيَ الأمْرُ}
yaitu ketika segala perkara telah diputuskan. (Maryam: 39)
Yakni ahli surga dan ahli neraka telah dipisahkan, dan masing-masing dimasukkan ke dalam tempat tinggalnya untuk selama-lamanya.
{وَهُمْفِي غَفْلَةٍ}
Dan mereka dalam keadaan lalai. (Maryam: 39)
Yaitu dalam kehidupan dunia mereka lalai terhadap apa yang diperingatkan kepada mereka, yakni hal yang bakal menimpa mereka kelak di hari penyesalan dan kekecewaan.
{وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ}
dan mereka tidak (pula) beriman. (Maryam: 39)
Maksudnya tidak percaya kepada hari penyesalan itu.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ [الْخُدْرِيِّ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ، يُجَاءُ بِالْمَوْتِ كَأَنَّهُ كَبْشٌ أَمْلَحُ، فَيُوقَفُ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، فَيُقَالُ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا؟ قَالَ: "فَيَشْرَئِبُّونَ [فَيَنْظُرُونَ] وَيَقُولُونَ: نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ". قَالَ: "فَيُقَالُ: يَا أَهْلَ النَّارِ، هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا؟ قَالَ: فَيَشْرَئِبُّونَ فَيَنْظُرُونَ وَيَقُولُونَ: نَعَمْ، هَذَا الْمَوْتُ" قَالَ: "فَيُؤْمَرُ بِهِ فَيُذْبَحُ" قَالَ: "وَيُقَالُ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، خُلُودٌ وَلَا مَوْتَ، وَيَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ وَلَا مَوْتَ" قَالَ: ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الأمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ} وَأَشَارَ بِيَدِهِ قَالَ: "أَهْلُ الدُّنْيَا فِي غَفْلَةِ الدُّنْيَا".
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa’id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila ahli surga dimasukkan ke dalam surga dan ahli neraka dimasukkan ke dalam neraka, maka didatangkanlah maut yang rupanya seakan-akan seperti domba yang berbulu putih, lalu dihentikan di antara surga dan neraka. Maka dikatakan, "Hai ahli surga, apakah kalian mengenal ini?” Maka mereka mengarahkan pandangannya ke arah domba itu dan menelitinya, lalu mereka berkata, "Ya, ini adalah maut.” Kemudian dikatakan, "Hai ahli neraka, apakah kalian mengenal ini?” Maka mereka mengarahkan pandangannya ke arah maut dan menelitinya, kemudian mereka berkata, "Ya, inilah maut.” Lalu diperintahkan agar domba itu disembelih, maka disembelihlah domba itu, lalu dikatakan, "Hai ahli surga, kekallah kalian dan tidak ada mati lagi. Hai ahli neraka, kekallah kalian dan tidak ada mati lagi.” Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman. (Maryam: 39) Seraya berisyarat dengan tangannya, kemudian bersabda: "Ahli dunia berada dalam kelalaian (tentang itu) saat hidup di dunia."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkannya di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Al-A'masy dengan sanad yang sama dan dengan lafaz yang pengertiannya mirip dengan hadis ini.
Hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Al-Hasan ibnu Arafah. Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Asbat ibnu Muhammad, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah secara marfu’ dengan lafaz yang semisal.
Di dalam kitab Sunan Ibnu Majah dan lain-lainnya disebutkan melalui hadis Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang semisal.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan hadis yang sama melalui Ibnu Umar. Ibnu Juraij telah meriwayatkan hadis ini, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, lalu disebutkan hadis yang semisal, hanya hadis ini diucapkan oleh Ibnu Abbas. Dan Ibnu Juraij telah meriwayatkan pula dari ayahnya; ia pernah mendengar Ubaid ibnu Umair mengatakan dalam kitab Qisas-nya bahwa maut di datangkan seakan-akan berupa hewan, lalu disembelih, sedangkan orang-orang memandangnya.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, bahwa telah menceritakan kepada kami Abuz Zar ra, dari Abdullah ibnu Mas'ud dalam kisah yang diketengahkannya, bahwa tiada suatu orang pun melainkan melihat rumah-rumah yang ada di surga dan rumah-rumah yang ada di neraka; hal ini terjadi pada hari penyesalan. Ahli neraka melihat rumah yang ada di dalam surga, lalu dikatakan kepada mereka, "Sekiranya kalian beramal kebaikan." Maka mereka merasa menyesali perbuatannya. Dan ahli surga melihat rumah yang ada di dalam neraka, lalu dikatakan kepada mereka, "Seandainya saja Allah tidak memberikan karunia-Nya kepada kalian (tentulah kalian masuk neraka)."
As-Saddi telah meriwayatkan dari Ziyad, dari Zurr ibnu Hubaisy, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. (Maryam: 39)  Apabila ahli surga telah masuk surga dan ahli neraka telah masuk neraka, maka didatangkanlah maut dalam bentuk domba yang berbulu putih dengan berbelang hitam, lalu dihentikan di antara surga dan neraka. Kemudian terdengarlah suara seruan yang mengatakan, "Hai ahli surga, inilah maut yang mematikan manusia di dunia." Maka tiada seorang pun dari kalangan ahli surga —baik surga yang tertinggi maupun surga yang terendah— melainkan memandang ke arah maut yang diserupakan dengan domba itu. Kemudian suara itu menyeru lagi dan mengatakan, "Hai ahli neraka, inilah maut yang telah mematikan manusia di dunia." Maka tidak ada seorang pun dari kalangan penghuni neraka—baik yang ada di bagian atas maupun yang ada di dasarnya— melainkan memandang ke arahnya. Kemudian maut disembelih di tempat yang terletak di antara surga dan neraka. Lalu terdengar suara menyeru, "Hai ahli surga, inilah masa kekekalan untuk selama-lamanya. Hai ahli neraka, inilah masa kekekalan untuk selama-lamanya." Maka ahli surga meluap-luap kegembiraannya. Seandainya ada orang yang mati karena kegembiraan, tentulah mereka mati karena kegembiraan yang sangat. Lain halnya dengan ahli neraka, mereka sangat menyesal luar biasa. Seandainya ada orang yang dapat mati karena menyesal, tentulah mereka semua mati karena menyesal. Yang demikian itu adalah firman Allah Swt.: Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. (Maryam: 39) Yaitu bilamana maut disembelih.
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan. (Maryam:39) Al-Hasrah merupakan salah satu dari nama hari kiamat yang dibesarkan oleh Allah Swt. untuk memperingatkan hamba-hamba-Nya.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan. (Maryam: 39) Bahwa yang dimaksud dengan 'hari penyesalan' ialah hari kiamat. Lalu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam membaca firman-Nya:
{أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ}
supaya jangan ada orang yang mengatakan, "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah. (Az-Zumar: 56)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّا نَحْنُ نَرِثُ الأرْضَ وَمَنْ عَلَيْهَا وَإِلَيْنَا يُرْجَعُونَ}
Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kamilah mereka dikembalikan. (Maryam: 40)
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia adalah Yang Menciptakan makhluk, Raja Yang Mengatur segalanya, semua makhluk akan binasa, dan yang kekal hanyalah Dia Yang Mahatinggi lagi Mahasuci. Tiada seorang pun yang disebut raja, tidak pula ada yang dapat mengatur, bahkan Dia sendiri­lah Yang Mewarisi semua makhluk-Nya, Yang Mahakekal sesudah mereka lagi Maha Memutuskan di antara mereka. Maka tiada seorang pun yang dianiaya barang sedikit pun, bahkan mereka tidak dianiaya dalam hal yang sekecil nyamuk pun, tidak pula dalam hal yang lebih kecil daripada itu.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Hudbah ibnu Khalid Al-Qaisi telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hazm ibnu Abu Hazm Al-Qat'i, bahwa Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz pernah berkirim surat kepada Abdul Hamid ibnu Abdur Rahman (Gubernur Kufah) yang isinya sebagai berikut: "Amma ba'du (sesudah membaca hamdalah, salawat, dan salam), sesungguhnya Allah telah memastikan atas makhluk-Nya saat Dia menciptakan mereka, bahwa mereka harus mati. lalu Dia menjadikan mereka kembali kepada-Nya. Dan Dia telah berfirman di dalam wahyu yang diturunkan-Nya yang termaktub di dalam Al-Qur'an yang benar —yang Dia pelihara dengan seizin-Nya— serta menyuruh para malaikat­Nya untuk menyaksikannya, bahwa Dia memelihara Kitab-Nya, bahwa sesungguhnya Dia mewarisi bumi dan semua orang yang ada di atasnya, dan hanya pada-Nyalah mereka dikembalikan."

Maryam, ayat 41-45

{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا (41) إِذْ قَالَ لأبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا (42) يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا (43) يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا (44) يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا (45) }
Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya, "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu. Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan.”
Allah Swt. berfirman kepada Nabi Muhammad Saw., bahwa ceritakanlah kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab dan bacakanlah kisah ini kepada kaummu yang menyembah berhala. Dan ceritakanlah kepada mereka sebagian dari kisah Ibrahim, kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah, yang merupakan bapak moyang bangsa Arab, dan mereka menduga bahwa diri mereka berada dalam agamanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi, ia hidup bersama ayahnya dan melarang ayahnya menyembah berhala. Untuk itu Ibrahim mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا}
Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? (Maryam: 42)
Yakni sesuatu yang tidak dapat memberikan manfaat kepadamu, tidak pula dapat menolak suatu mudarat pun darimu.
{يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ}
Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu. (Maryam: 43)
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa jika aku berasal dari sulbimu (keturunanmu) dan kamu pandang diriku lebih kecil daripadamu karena aku adalah anakmu, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya aku telah dianugerahi ilmu dari sisi Allah yang tidak diketahui olehmu dan kamu tidak memilikinya sama sekali.
{فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا}
maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. (Maryam: 43)
Yaitu jalan yang lurus yang dapat mengantarkan seseorang untuk meraih cita-cita yang didambakan dan menyelamatkannya dari hal yang menakutkan.
{يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ}
Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. (Maryam: 44)
Maksudnya, janganlah kamu menaatinya dengan menyembah berhala-berhala ini, karena sesungguhnya setanlah yang mendorongmu untuk menyembahnya dan setan suka dengan perbuatanmu. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ}
Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, hai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian. (Yasin: 60)
{إِنْ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ إِلا إِنَاثًا وَإِنْ يَدْعُونَ إِلا شَيْطَانًا مَرِيدًا}
Yang mereka sembah selain dari Allah itu tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain menyembah setan yang durhaka. (An-Nisa: 117)
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا}
Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 44)
Yakni penentang lagi sombong, tidak mau taat kepada Tuhannya; maka Tuhan mengusir dan menjauhkannya. Karena itu, janganlah kamu mengikuti setan, sebab akibatnya kamu menjadi seperti dia.
{يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ}
Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 45)
Karena kemusyrikan dan kedurhakaanmu terhadap apa yang diperintahkan kepadamu (yaitu menyembah Allah Swt. semata dan tidak menyekutukan­Nya dengan sesuatu pun)
{فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا}
maka kamu menjadi kawan bagi setan. (Maryam: 45)
Yaitu maka kamu tidak mempunyai pelindung dan tidak pula penolong, serta tidak penjamin selain iblis. Padahal iblis tidak dapat melakukannya, juga yang lainnya; bahkan ketaatanmu terhadapnyalah yang mengakibat­kan kamu tertimpa azab. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{تَاللَّهِ لَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَهُوَ وَلِيُّهُمُ الْيَوْمَ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi setan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka setan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih. (An-Nahl: 63)

Maryam, ayat 46-48

{قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لأرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا (46) قَالَ سَلامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا (47) وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَى أَلا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا (48) }
Berkata bapaknya, "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” Berkata Ibrahim, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri dari kalian dan dari apa yang kalian seru selain dari Allah; dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku.”
Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang jawaban ayah Nabi Ibrahim saat Nabi Ibrahim menyerunya untuk menyembah Allah. Disebutkan bahwa ayah Nabi Ibrahim mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ}
"Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim?” (Maryam: 46)
Maksudnya, jika kamu tidak ingin menyembahnya dan tidak pula menyukainya, maka hentikanlah cacianmu dan penghinaan serta serapahmu terhadapnya. Jika kamu tidak mau menghentikan itu semua, niscaya aku akan menghukummu dan berbalik akan mencaci dan menghinamu. Yang demikian itu adalah yang dimaksudkan oleh apa yang disebutkan firman-Nya:
{لأرْجُمَنَّكَ}
niscaya kamu akan kurajam. (Maryam: 46)
Demikianlah menurut penafsiran Ibnu Abbas, As-Saddi, Ibnu Juraij, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
Firman Allah Swt.:
{وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا}
dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” (Maryam: 46)
Menurut Mujahid, Ikrimah, Sa"id ibnu Jubair, dan Muhammad ibnu Ishaq, yang dimaksud dengan maliyyan ialah dahran, artinya satu tahun. Menurut Al-Hasan Al-Basri, artinya masa yang lama.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama. (Maryam: 46) Bahwa artinya selama-lamanya.
Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama. (Maryam: 46) Bahwa yang dimaksud dengan maliyyan ialah sawiyyan, yakni dalam keadaan utuh dan selamat sebelum kamu tertimpa siksaan dariku.
Hal yang sama telafudikatakan oleh Ad-Dahhak, Qatadah, Atiyyah Al-Jadali, dan Abu Malik serta lain-lainnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
*******************
Pada saat itu juga Ibrahim berkata kepada ayahnya:
{سَلامٌ عَلَيْكَ}
Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu. (Maryam: 47)
Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam menceritakan sifat kaum mukmin melalui firman-Nya:
{وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا}
dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucap­kan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (Al-Furqan: 63)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ}
Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya dan mereka berkata, "Bagi kami amal-amal kami dan bagi kalian amal-amal kalian, kesejahteraan atas diri kalian, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” (Al-Qashash: 55)
Makna ucapan Nabi Ibrahim a.s. yang mengatakan: Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu. (Maryam: 47) Yakni adapun diriku, maka aku tidak akan menimpakan hal yang tidak kamu sukai terhadap dirimu, tidak pula hal yang menyakitkan dirimu, karena aku menghormatimu sebagai ayahku.
{سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي}
aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. (Maryam: 47)
Yaitu tetapi sebaliknya aku akan memohonkan kepada Allah semoga Allah memberimu hidayah dan ampuni dosa-dosamu.
{إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا}
Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (Maryam: 47)
Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna hafiyyan ialah latifan, yakni baik atau penyayang. Karena itulah aku mendapat petunjuk untuk menyembah-Nya dan berikhlas kepada-Nya.
Qatadah dan Mujahid serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (Maryam: 47) Yakni biasa memperkenankan permintaannya, As-Saddi mengatakan, makna hafiyyan ialah yang selalu memperhatikan urusannya.
Ibrahim a.s. telah memintakan ampun buat ayahnya dalam waktu yang cukup lama, bahkan sesudah ia hijrah ke negeri Syam dan membangun Masjidil Haram, dan sesudah mempunyai anak (yaitu Ismail dan Ishaq). Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ}
Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat). (Ibrahim: 41)
Kaum muslim dalam masa permulaan Islam pernah memintakan ampun buat kerabat dan keluarga mereka yang masih musyrik, karena mengikuti jejak Nabi Ibrahim a.s. yang pernah melakukannya, hingga Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ}
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah. (Al-Mumtahanah: 4)
Sampai dengan firman-Nya:
إِلا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ لأسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ
Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah.”(Al-Mumtahanah: 4), hingga akhir ayat.
Yakni kecuali perkataan Nabi Ibrahim yang memohonkan ampun kepada Tuhannya buat ayahnya, "Janganlah kalian mengikutinya." Kemudian Allah Swt. menjelaskan bahwa Ibrahim menghentikan permohonan ampun buat ayahnya dan tidak lagi melakukannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ }
Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113)
Sampai dengan firman-Nya:
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (At-Taubah: 114)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي}
Dan aku akan menjauhkan diri dari kalian dan dari apa yang kalian seru selain dari Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku. (Maryam: 48)
Maksudnya, aku akan menjauhi kalian, berlepas diri dari kalian dan sembahan-sembahan yang kalian sembah selain dari Allah.
{وَأَدْعُو رَبِّي}
dan aku akan berdoa kepada Tuhanku. (Maryam: 48)
Yakni aku akan menyembah Tuhanku semata, tiada sekutu bagi-Nya.
{عَسَى أَلا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا}
Mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku. (Maryam: 48)
Maksudnya, mudah-mudahan doaku diperkenankan dengan pasti. Doa Nabi Ibrahim pasti diterima, karena sesungguhnya dia adalah penghulu para nabi sesudah Nabi Muhammad Saw.

Maryam, ayat 49-50

{فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَكُلا جَعَلْنَا نَبِيًّا (49) وَوَهَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا (50) }
Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah. Kami anugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya’qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi. Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi.
Allah Swt. menceritakan bahwa setelah Nabi Ibrahim menjauh dari ayahnya dan kaumnya demi karena Allah, maka Allah menggantikan  baginya orang-orang yang lebih baik daripada mereka dan Allah menganugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya'qub, yakni seorang putra dan cucu. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً}
dan Ya’qub sebagai suatu anugerah (dari Kami). (Al-Anbiya: 72)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ}
dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya’qub. (Hud: 71)
Tidak diperselisihkan lagi bahwa Ishaq adalah orang tua Ya'qub, dan hal ini disebutkan secara jelas oleh nas Al-Qur'an di dalam surat Al-Baqarah, yaitu firman-Nya:
{أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ}
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, "Apakah yang kalian sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq.” (Al-Baqarah: 133)
Karena itulah disebutkan dalam ayat ini Ishaq dan Ya'qub. Dengan kata lain, Allah berfirman bahwa Kami jadikan bagi Ibrahim anak dan keturunannya yang kelak menjadi nabi-nabi. Hal ini dimaksudkan untuk menyenangkan hati Nabi Ibrahim semasa hidupnya, karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَكُلا جَعَلْنَا نَبِيًّا}
Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi. (Maryam: 49)
Seandainya Ya'qub tidak diberitakan menjadi nabi semasa Nabi Ibrahim masih hidup, tentulah dia tidak akan disebutkan, dan yang disebutkan tentulah cucunya (yaitu Yusuf) karena sesungguhnya dia pun adalah seorang nabi. Seperti yang disebutkan oleh Rasulullah Saw. dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya, yaitu di saat beliau ditanya mengenai orang yang paling baik, maka Rasul Saw. menjawab dengan nada yang penuh rendah diri (karena kenyataannya hanya beliaulah makhluk Allah yang paling baik secara mutlak, pent.):
"يُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ، ابْنُ يَعْقُوبَ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ إِسْحَاقَ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلِ اللَّهِ"
Yusuf Nabi Allah putra Ya’qub nabi Allah putra Ishaq nabi Allah putra Ibrahim kekasih Allah.
Menurut lafaz yang lain disebutkan sebagai berikut:
"إِنَّ الْكَرِيمَ ابْنَ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ: يوسفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ"
Sesungguhnya orang yang mulia, putra orang yang mulia putra orang yang mulia putra orang yang mulia ialah Yusuf ibnu Ya’qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَوَهَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا}
Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi. (Maryam: 50)
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah buah tutur yang baik. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi dan Malik ibnu Anas.
Ibnu Jarir mengatakan, sesungguhnya Allah Swt. menyebutkan 'Aliyyan tiada lain karena semua agama dan millah menyebutkan Ibrahim dengan sebutan dan pujian yang baik.

Maryam, ayat 51-53

{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مُوسَى إِنَّهُ كَانَ مُخْلَصًا وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا (51) وَنَادَيْنَاهُ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ الأيْمَنِ وَقَرَّبْنَاهُ نَجِيًّا (52) وَوَهَبْنَا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ هَارُونَ نَبِيًّا (53) }
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Musa di dalam Al-Kitab (Al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi. Dan Kami memanggilnya dari sebelah kanan Gunung Tur dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami di waktu dia munajat (kepada Kami). Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya -Harun- menjadi seorang nabi.
Setelah disebutkan kisah mengenai Ibrahim dan pujian kepadanya, lalu disebutkan pula mengiringinya kisah tentang orang yang telah diajak berbicara langsung oleh Allah Swt., yaitu Nabi Musa. Untuk itu Allah berfirman:
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مُوسَى إِنَّهُ كَانَ مُخْلَصًا}
Dan ceritakanlah kisah Musa di dalam Al-Kitab (Al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih. (Maryam: 5 l)
Sebagian ulama membacanya mukhlisan, berasal dari kata ikhlas, yakni ikhlas dalam beribadah kepada Allah.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abdul Aziz ibnu Rafi', dari Abu Lubabah yang mengatakan bahwa kaum Hawariyyin pernah bertanya kepada Isa, "Wahai Ruhullah, ceritakanlah kepada kami siapakah orang yang ikhlas kepada Allah itu?" Nabi Isa menjawab," Orang yang beramal karena Allah, tidak suka manusia memujinya."
Sebagian ulama lain membacanya dengan mukhlasan yang artinya orang yang terpilih, sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ}
sesungguhnya Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain (di masamu). (Al-A'raf: 144)
*******************
{وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا}
dan seorang rasul dan nabi. (Maryam: 51)
Allah Swt. menghimpunkan dua sifat bagi Musa a.s. Musa termasuk salah seorang rasul yang besar dan termasuk salah seorang dari ulul 'azmi dari kalangan para rasul yang jumlahnya ada lima orang, yaitu Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad; semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semua, dan kepada semua nabi.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَنَادَيْنَاهُ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ}
Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan Gunung Tur. (Maryam: 52)
Yakni yang ada di sebelah kanan Musa saat ia pergi mencari nyala api dari api yang dilihatnya itu. Ia melihat adanya nyala api, maka ia pergi mencarinya. Maka ia menjumpai nyala api itu berada di sebelah kanan Gunung Tur, yakni di sebelah baratnya, di tepi lembah. Lalu Allah mengajak bicara langsung dengannya dan menyerunya serta mendekat­kannya, maka Musa bermunajat kepada-Nya.
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Qattan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ata ibnu Yasar, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami diwaktu dia bermunajat (kepada Kami). (Maryam: 52) Bahwa Nabi Musa didekatkan kepada-Nya hingga ia dapat mendengar guratan suara qalam.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Abul Aliyah serta lain-lainnya, yang pada garis besarnya mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah guratan qalam yang sedang menulis kitab Taurat.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami di waktu dia munajat (kepada Kami). (Maryam: 52) Bahwa Musa dimasukkan ke langit, lalu diajak bicara secara langsung oleh Allah. Disebutkan dari Mujahid hal yang semisal.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami di waktu dia munajat (kepada Kami). (Maryam: 52) Bahwa Musa diselamatkan karena berkat kejujurannya.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah Al-Harrani, dari Abu Wasil, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Amr ibnu Ma'di Kariba yang mengatakan bahwa ketika Musa didekatkan kepada Allah untuk bermunajat kepada-Nya di Bukit Tur yang terletak di semenanjung Sinai, Allah berfirman, "Hai Musa, apabila Aku ciptakan buatmu hati yang bersyukur, lisan yang selalu berzikir menyebut-Ku dan istri yang membantumu dalam kebaikan, berarti Aku tidak menyimpan sesuatu kebaikan pun darimu. Karena barang siapa yang Aku sembunyikan hal tersebut darinya, berarti Aku tidak membukakan suatu kebaikan pun baginya."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَوَهَبْنَا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ هَارُونَ نَبِيًّا}
Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya -Harun- menjadi seorang nabi. (Maryam: 53)
Dan Kami perkenankan permintaan dan syafaatnya buat saudaranya, maka Kami jadikan saudaranya itu seorang nabi. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُكَذِّبُونِ}
"Dansaudaraku Harun, dia lebih petah lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakan aku.”(Al-Qashash: 34)
{قَدْ أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَا مُوسَى}
Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa. (Thaha: 36)
Dan firman Allah Swt.:
{فَأَرْسِلْ إِلَى هَارُونَ. وَلَهُمْ عَلَيَّ ذَنْبٌ فَأَخَافُ أَنْ يَقْتُلُونِ}
maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku. (Asy-Syu'ara: 13-14)
Karena itulah maka ada sebagian ulama Salaf yang mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang memberikan syafaat di dunia buat seseorang dengan syafaat yang lebih besar daripada syafaat Musa buat Harun, Musa memohonkannya menjadi seorang nabi. Allah Swt. telah berfirman :
{وَوَهَبْنَا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ هَارُونَ نَبِيًّا}
Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya -Harun- menjadi seorang nabi. (Maryam: 53)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ailah, dari Daud, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya -Harun- menjadi seorang nabi. (Maryam: 53) Bahwa Harun lebih tua daripada Musa, karenanya Musa menghendaki agar Harun pun dijadikan seorang nabi (Musa rela memberikan kenabiannya kepada saudaranya itu). Hal yang sama disebutkan secara ta'liq (komentar) oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ya'qub ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi dengan sanad yang sama.

Maryam, ayat 54-55

{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا (54) وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا (55) }
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh ahlinya untuk mengerjakan salat dan menunaikan zakat; dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Tuhannya.
Melalui ayat ini Allah memuji Ismail ibnu Ibrahim a.s. Ismail adalah bapak moyang orang-orang Arab Hijaz, bahwa dia adalah seorang yang benar janjinya. Ibnu Juraij mengatakan bahwa tidak sekali-kali Ismail berjanji kepada Tuhannya sesuatu hal, melainkan dia melaksanakannya. Dengan kata lain, tidak sekali-kali dia menetapkan suatu nazar akan mengerjakan suatu ibadah kepada Tuhannya, melainkan ia pasti menunaikannya dan mengerjakannya dengan sempurna.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Umar ibnul Haris. bahwa Sahl ibnu Aqil pernah bercerita kepadanya bahwa Ismail a.s. pernah menjanjikan kepada seseorang akan bertemu dengannya di suatu tempat. Maka Ismail a.s. datang ke tempat itu, sedangkan lelaki yang berjanji dengannya tadi lupa kepada janji Ismail. Maka Ismail tetap berada di tempat itu dan menginap hingga keesokan harinya. Maka pada keesokan harinya lelaki itu datang dan berkata kepadanya, "Tidakkah engkau tinggalkan tempat ini?" Ismail menjawab,"Tidak." Lelaki itu berkata 'Sesungguhnya saya lupa kepada janjimu." Ismail berkata,"Saya tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum kamu datang kepadaku." Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya:
{كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ}
ia adalah seorang yang benar janjinya. (Maryam: 54)
Sufyan As-Sauri mengatakan, telah sampai suatu berita kepadaku bahwa Ismail menunggu di tempat itu selama satu tahun penuh, hingga lelaki tersebut datang kepadanya. Ibnu Syauzab mengatakan, telah sampai suatu berita kepadaku bahwa Ismail a.s. membuat rumah di tempat tersebut (selama menunggu lelaki yang berjanji dengannya).
Abu Daud di dalam kitab sunannya dan Abu Bakar Muhammad ibnu Ja'far Al-Kharaiti di dalam kitabnya Makarimul Akhlak telah meriwayatkan melalui jalur Ibrahim Ibnu Tahman, dari Abdullah ibnu Maisarah, dari Abdul Karim ibnu Abdullah ibnu Syaqiq, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Abul Hamsa yang mengatakan bahwa ia pernah melakukan suatu transaksi jual beli dengan Rasulullah Saw.; sebelum beliau diangkat menjadi utusan. Kemudian masih tersisa lagi sebagian dari piutangnya padaku, maka aku berjanji akan datang kepadanya guna melunasi utangku di tempat tersebut. Akan tetapi, aku lupa akan janjiku hari itu dan keesokan harinya lagi. Pada hari yang ketiga aku teringat dan datang ke tempat tersebut, ternyata beliau masih ada di tempat itu dan bersabda kepadaku:
"يَا فَتَى، لَقَدْ شَقَقْتَ عَلَيَّ، أَنَا هَاهُنَا مُنْذُ ثَلَاثٍ أَنْتَظِرُكَ"
Hai orang muda, sesungguhnya engkau telah memberatkan diriku, saya tetap menunggumu di tempat ini sejak tiga hari yang lalu.
Lafaz hadis ini menurut Al-Khara'iti, lalu ia mengetengahkan beberapa asar yang baik mengenai masalah ini.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Mandah Abu Abdullah di dalam kitab Ma'rifatus Sahabah dengan sanadnya dari Ibrahim Ibnu Tahman, dari Badil ijbnu Maisarah, dari Abdul Karim dengan sanad yang sama.
Sebagian ulama mengatakan bahwa sesungguhnya dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{صَادِقَ الْوَعْدِ}
orang yang benar janjinya. (Maryam: 54)
Karena Nabi Ismail pernah berkata kepada ayahnya, yaitu Nabi Ibrahim:
{سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ}
insya Allah kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar. (Ash-Shaffat: 102)
Ismail a.s. membenarkan apa yang diucapkan itu. Memenuhi janji merupakan sifat yang terpuji, sebagaimana mengingkari janji merupakan sifat yang tercela. Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lain:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ}
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (Ash-Shaff: 2-3)
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ"
Pertanda orang munafik ada tiga, (yaitu): Apabila bicara, dusta; apabila berjanji, ingkar; dan apabila dipercaya, khianat.
Mengingat apa yang disebutkan di dalam hadis merupakan sifat-sifat orang munafik, maka orang yang menyandang kebalikan dari sifat-sifat tersebut adalah orang yang beriman. Karena itulah maka Allah Swt. memuji hamba dan rasul-Nya (yaitu Nabi Ismail), bahwa dia adalah orang yang benar janjinya. Demikian pula halnya Rasulullah Saw., beliau adalah orang yang benar janjinya; tidak sekali-kali beliau menjanjikan sesuatu kepada seseorang, melainkan beliau menunaikannya kepada orang itu.
Nabi Saw. memuji sikap Abul Ash ibnur Rabi' (suami putrinya) melalui sabdanya:
"حَدَّثَنِي فَصَدَقَنِي، وَوَعَدَنِي فَوَفَى لِي"
Dia berbicara kepadaku dan membenarkanku, dan dia berjanji kepadaku dan dia memenuhinya terhadapku.
Setelah Nabi Saw. wafat, Khalifah Abu Bakar As-Siddiq berkata, bahwa barang siapa yang mempunyai suatu janji dari Rasulullah Saw. atau suatu piutang baginya, hendaklah ia datang kepadaku, maka aku akan menunaikannya. Maka datanglah Jabir ibnu Abdullah dan mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah berkata kepadanya, "Seandainya telah datang harta dari Bahrain, maka aku akan memberimu sebanyak anu dan anu," yakni sepenuh kedua telapak tangannya dalam bentuk uang logam. Ketika harta dari Bahrain tiba, maka Khalifah Abu Bakar memerintahkan kepada Jabir untuk mengambilnya. Lalu Jabir meraupkan kedua telapak tangannya, mengambil dari tumpukan harta tersebut. Kemudian Jabir menghitungnya, ternyata berjumlah lima ratus Dirham. Selanjurnya Khalifah Abu Bakar memberinya lagi dua kali lipatnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا}
dan dia adalah seorang rasul dan nabi. (Maryam: 54)
Makna ayat ini menunjukkan kemuliaan yang dimiliki oleh Ismail melebihi saudaranya Ishaq, karena Ishaq hanya diberi sifat (predikat) sebagai seorang nabi saja, sedangkan Ismail berpredikat sebagai nabi dan rasul.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِبْرَاهِيمَ إِسْمَاعِيلَ ... " وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثِ
Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail dari anak Ibrahim (Sebagai orang pilihan-Nya)
Hadis ini menunjukkan kebenaran dari pendapat yang kami kemukakan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا}
Dan ia menyuruh ahlinya untuk salat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Tuhannya. (Maryam: 55)
Makna ayat ini pun mengandung pujian yang baik dan menggambarkan sifat yang terpuji, serta pekerti yang benar, mengingat Nabi Ismail adalah orang yang sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Tuhannya dan juga memerintahkan kepada keluarganya untuk mengerjakan ketaatan kepada Tuhannya. Perihalnya sama dengan apa yang difirmankan oleh Allah Swt. kepada Rasulullah Saw.:
{وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا}
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. (Thaha: 132), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ} الْآيَةَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6)
Dengan kata lain, perintahkanlah keluarga kalian untuk mengerjakan kebajikan dan cegahlah mereka dari kemungkaran, dan janganlah kalian biarkan mereka tersia-sia yang akibatnya mereka akan dimakan oleh api neraka kelak pada hari kiamat.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَح فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ، وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا، فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ"
Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di malam hari, lalu salat, dan membangunkan istrinya (untuk salat bersamanya); jika istrinya menolak, maka ia mencipratkan air ke muka istrinya (agar bangun). Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di tengah malam, lalu salat, dan membangun­kan suaminya (untuk salat); jika suaminya menolak, maka ia mencipratkan air ke mukanya (agar bangun).
Hadis diketengahkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah.
Diriwayatkan dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"إِذَا اسْتَيْقَظَ الرَّجُلُ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ، كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ"
Apabila seorang lelaki bangun di tengah malam, lalu ia membangunkan istrinya, kemudian keduanya salat dua rakaat, maka dicatatkan bagi keduanya (di dalam buku catatan amalnya) termasuk laki-laki dan wanita yang banyak berzikir kepada Allah.
Hadis yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Majah, sedangkan lafaznya berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Majah.

Maryam, ayat 56-57

{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا (56) وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا (57) }
Dan ceritakanlah (hai Muhammad, kepada mereka kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.
Allah Swt. menyebutkan tentang Idris dengan sebutan yang baik, bahwa ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan bahwa Allah Swt. mengangkatnya ke tempat yang tinggi.
Di dalam kitab sahih telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersua dengannya pada malam beliau menjalani isra, sedangkan Nabi Idris berada di langit yang keempat. Hadis ini telah kami kemukakan .dalam Bab "Isra".
Dalam pembahasan ini Imam Ibnu Jarir telah mengetengahkan sebuah asar yang garib lagi mengherankan. Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Jarir ibnu Hazim, dari Sulaiman Al-A'masy, dari Syamir ibnu Atiyyah, dari Hilal ibnu Yasaf yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah bertanya kepada Ka'b, sedangkan ia (Hilal ibnu Yasaf) hadir di majelis itu. Ibnu Abbas berkata kepadanya bahwa apakah yang dimaksud oleh firman Allah Swt. Tentang Idris: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Ka'b menjawab bahwa mengenai Idris, sesungguhnya Allah mewahyukan kepadanya, "Sesungguhnya Aku akan mengangkat bagimu setiap harinya amal perbuatan yang semisal dengan semua amal perbuatan anak-anak Adam (Seluruh manusia)." Maka Idris menginginkan agar amalnya terus bertambah. Kemudian datanglah seorang malaikat yang terdekat dengannya. Idris berkata kepada malaikat itu, "Sesungguhnya Allah telah mewahyukan anu dan anu kepadaku, maka bicaralah kamu kepada malaikat maut agar sudilah ia menangguhkan ajalku supaya amalku makin bertambah." Malaikat itu akhirnya mambawa Idris di antara kedua sayapnya, lalu naik ke langit. Ketika sampai di langit keempat, malaikat maut yang sedang turun bersua dengannya. Maka malaikat yang membawanya mengemuka­kan apa yang dimaksudkan oleh Idris. Malaikat maut bertanya, "Sekarang Idris ada di mana?" Malaikat itu menjawab,"Dia sekarang ada di pundakku." Malaikat maut berkata,"Aku heran, mengapa aku diperintahkan untuk mencabut roh Idris di langit keempat. Pada mulanya aku bertanya, 'mengapa aku mencabut roh Idris di langit keempat, sedangkan ia berada di bumi?' Akhirnya roh Nabi Idris dicabut di langit yang keempat." Yang demikian itu adalah yang dimaksud oleh firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57)
Hal ini merupakan salah satu dari cerita Ka'bul Ahbar yang dikutipnya dari kisah-kisah Israiliyat, di dalam sebagiannya terkandung hal yang tidak dapat diterima. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Tetapi Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui jalur lain dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah bertanya kepada Ka'b, lalu disebutkan hal yang semisal dengan kisah di atas. Hanya dalam riwayat ini disebutkan bahwa Idris berkata kepada malaikat yang terdekat dengannya, "maukah engkau menanyakan hal itu kepada malaikat maut?" Yakni berapa lama lagi masa yang tersisa dari ajalnya, dengan maksud Idris akan manambah amalnya.
Di dalam riwayat ini disebutkan pula bahwa malaikat yang terdekat dengan Idris ketika menanyakan kepada malaikat maut tentang ajal yang masih tersisa bagi Idris, malaikat maut menjawab.”Saya tidak tahu, nanti saya akan lihat dahulu." Malaikat maut melihat buku catatannya, kemudian berkata, "Sesungguhnya kamu menanyakan kepadaku tentang seorang lelaki yang tiada tersisa bagi ajalnya selain dari sekejap mata." Lalu malaikat maut memandang ke arah bawah kedua sayapnya, tiba-tiba ia melihat Idris telah dicabut nyawanya, sedangkan malaikat maut itu tidak menyadari bahwa dirinya telah mencabutnya.
Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula dari jalur yang lainnya lagi dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Idris adalah seorang tukang jahit; tidak sekali-kali ia menusukkan jarumnya, melainkan ia membaca Subhdnallah (Mahasuci Allah). Dan Idris setiap harinya tiada seorang pun di muka bumi saat itu yang beramal lebih baik dan lebih utama daripadanya. Ibnu Abu Hatim menuturkan hadis selanjutnya dengan teks yang semakna dengan hadis di atas.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan melalui Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa Nabi Idris diangkat ke langit dan tidak mati, perihalnya sama dengan pengangkatan Nabi Isa.
Sufyan telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa tempat yang tinggi itu adalah langit yang keempat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa Idris diangkat ke langit yang keenam dan wafat di tempat itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim.
Al-Hasan dan lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa yang dimaksud dengan martabat yang tinggi ialah surga.

Maryam, ayat 58

{أُولَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا (58) }
Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.
Allah Swt. menyebutkan bahwa para nabi itu tidak terbatas hanya nabi-nabi yang disebutkan dalam surat ini saja, melainkan semua nabi. Hal ini merupakan kebiasaan dalam bahasa Arab dengan menyebutkan beberapa orang, sedangkan makna yang dimaksud ialah predikatnya. Bahwa mereka itu:
{الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ}
adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam. (Maryam: 58), hingga akhir ayat.
As-Saddi mengatakan —juga Ibnu Jarir— bahwa yang dimaksud dengan keturunan Adam ialah Nabi Idris. Yang dimaksud dengan keturunan orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh adalah Nabi Ibrahim. Dan yang dimaksud dengan keturunan Ibrahim ialah Ishaq, Ya'qub, dan Ismail. Sedangkan yang dimaksud dengan keturunan Israil (Ya'qub) ialah Musa, Harun, Zakaria, Yahya, dan Isa putra Maryam.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa karena itulah maka nasab mereka dibedakan, sekalipun pada garis besarnya nasab mereka terhimpun pada Adam a.s. Karena di antara mereka terdapat orang-orang yang bukan termasuk dari keturunan orang-orang yang diangkat bersama Nuh dalam bahteranya, yaitu Idris; karena sesungguhnya Idris adalah kakek dari Nabi Nuh.
Menurut kami, pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Abu Hatim ada benarnya dan merupakan pendapat yang terkuat, sebab Nabi Idris merupakan puncak dari nasab Nabi Nuh a.s.
Dapat dikatakan pula bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan keturunan Israil ialah nabi-nabi dari keturunan Bani Israil. Hal ini tersimpul dari hadis isra yang menyebutkan bahwa Musa dalam salamnya kepada Nabi Saw. mengucapkan, "Selamat datang dengan nabi yang saleh, saudara yang saleh." Ia tidak mengatakan anak yang saleh seperti yang dikatakan oleh Adam dan Ibrahim a.s.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Nabi Idris lebih dahulu daripada Nabi Nuh. Allah mengutusnya kepada kaumnya. Maka Idris memerintahkan kepada mereka agar mengucapkan kalimat tauhid, yaitu: "Tidak ada Tuhan selain Allah." Akan tetapi, kaumnya berbuat semau mereka dan tidak mau menuruti perintah Nabi Idris, akhirnya Allah membinasakan mereka.
Di antara dalil yang memperkuat bahwa makna yang dimaksud oleh ayat ini adalah jenis nabi, ialah bahwa ayat ini semakna dengan firman Allah Swt. di dalam surat Al-An'am, yaitu:
{وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ * وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ كُلا هَدَيْنَا وَنُوحًا هَدَيْنَا مِنْ قَبْلُ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ * وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَى وَعِيسَى وَإِلْيَاسَ كُلٌّ مِنَ الصَّالِحِينَ * وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطًا وَكُلا فَضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ * وَمِنْ آبَائِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْوَانِهِمْ وَاجْتَبَيْنَاهُمْ وَهَدَيْنَاهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Ya’qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebagian dari keturunannya (Nuh), yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh, dan Ismail, Alyasa', Yunus, dan Luth. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya), dan Kami lebihkan (pula) derajat sebagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka, dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (Al-An'am: 83-87)
Sampai dengan firman-Nya:
{أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ}
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An'am: 90)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ }
di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. (Al-Mu’min: 78)
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui Mujahid, ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah di dalam surat Shad terdapat ayat Sajdah?" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Ya." Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An'am: 90) Ibnu Abbas selanjutnya mengatakan, "Nabi kalian adalah termasuk orang yang diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka." Ibnu Abbas mengatakan bahwa termasuk di antara mereka ialah Nabi Daud.
Di dalam ayat surat ini Allah Swt. berfirman:
{إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا}
Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (Maryam: 58)
Yakni apabila mereka mendengar Kalamullah yang mengandung hujah-hujah-Nya, dalil-dalil-Nya, dan bukti-bukti-Nya, maka mereka bersujud kepada Tuhannya dengan penuh rendah diri dan ketenangan sebagai ungkapan puji syukur mereka atas nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan­Nya kepada mereka.
Bukiyyun adalah bentuk jamak dari bakin, yakni menangis. Para ulama sepakat menetapkan dianjurkannya melakukan sujud setelah membaca ayat ini karena mengikuti jejak mereka dan menelusuri pekerti mereka yang disebutkan dalam ayat ini.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abu Ma'mar yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. membaca surat Maryam, (dan ketika sampai pada ayat ini) lalu ia bersujud, dan ia mengatakan, "Inilah sujud, tetapi susah melakukan tangisannya." Dia bermaksud bahwa sulit melakukan tangisan (barangkali karena tidak adanya munasabah menangis pada ayat).
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan asar ini, tetapi dalam riwayat Ibnu Jarir tidak disebutkan Abu Ma'mar menurut penglihatan kamr (penulis), hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.

Maryam, ayat 59-60

{فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (59) إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ شَيْئًا (60) }
Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.
Setelah menyebutkan tentang golongan orang-orang yang berbahagia, yaitu para nabi dan para pengikutnya yang mengikuti jejak mereka dan menegakkan batasan-batasan Allah lagi menunaikan perintah-perintah­Nya serta mengerjakan semua yang difardukan-Nya dan meninggalkan semua yang dilarang oleh-Nya, lalu Allah menyebutkan dalam firman selanjutnya:
{خَلَفَ مِنْ بَعْدِهم خَلْفٌ}
Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek). (Maryam: 59)
Yakni generasi yang buruk sesudah mereka.
{أَضَاعُوا الصَّلاةَ}
yang menyia-nyiakan salat. (Maryam: 59)
Apabila mereka menyia-nyiakan salat, berarti terhadap kewajiban-kewajiban lainnya lebih menelantarkan lagi; karena salat adalah tiang agama dan pilar penyanggahnya serta amal yang paling baik. Akibatnya mereka menjadi orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan memburu kesenangan serta rela dengan kehidupan dunia; mereka merasa tenang dengan kehidupan dunia. Orang-orang yang berperangai demikian kelak akan menemui kesesatan, yakni kerugian di hari kiamat.
Para ulama berbeda pendapat sehubungan dengan pengertian menyia-nyiakan salat dalam ayat ini. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa yang dimaksud dengan menyia-nyiakan salat ialah meninggalkannya sama sekali, yakni tidak pernah mengerjakannya sama sekali.
Demikianlah menurut pendapat Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Ibnu Zaid ibnu Aslam, serta As-Saddi; dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Karena itulah ada sebagian ulama Salaf dan Khalaf serta para Imam Mujtahid seperti yang dikatakan oleh pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad, dan menurut suatu pendapat yang bersumber dari Imam Syafii. Mereka mengatakan bahwa orang yang meninggalkan salat hukumnya kafir. Pendapat mereka berlandaskan kepada sebuah hadis yang mengatakan:
" بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ تَركُ الصَّلَاةِ"
Di antara seorang hamba dan syirik adalah meninggalkan salat.
Dan hadis lainnya yang mengatakan:
"الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ"
Perjanjian di antara kami dan mereka adalah mengerjakan salat, maka barang siapa yang meninggalkan salat, sungguh ia telah kafir.
Kami tidak akan membahas lebih lanjut masalah ini, karenanya kami cukupkan hingga di sini.
Al-Auza'i telah meriwayatkan dari Musa ibnu Sulaiman, dari Al-Qasim ibnu Mukhaimirah sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat. (Maryam: 59) Makna yang dimaksud ialah sesungguhnya mereka hanya menyia-nyiakan waktu-waktu salat; karena seandainya mereka menyia-nyiakan salat, tentulah perbuatan itu merupakan perbuatan orang kafir.
Waki' telah meriwayatkan dari Al-Mas'udi, dari Al-Qasim ibnu Abdur Rahman dan Al-Hasan ibnu Sa'id, dari Ibnu Mas'ud, bahwa pernah dikatakan kepadanya mengapa Allah banyak menyebut masalah salat di dalam Al-Qur'an yang antara lain ialah firman-Nya:
{الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ}
(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 5)
{عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ}
yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. (Al-Ma'arij : 23)
dan firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
{عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ}
Dan orang-orang yang memelihara salatnya. (Al-Ma'arij: 34)
Maka Ibnu Mas'ud menjawab bahwa yang dimaksudkan dengan memelihara ialah memelihara waktu-waktunya, yakni mengerjakannya pada waktunya masing-masing. Mereka yang bertanya mengatakan, "Menurut kami, makna yang dimaksud tiada lain meninggalkan salat." Ibnu Mas'ud menjawab, "Yang demikian itu adalah perbuatan kafir."
Masruq mengatakan bahwa seseorang yang tidak memelihara salat lima waktunya, maka ia dicatat termasuk orang-orang yang lalai. Menelantarkan salat lima waktu menyebabkan kebinasaan, dan menelantarkannya berarti menyia-nyiakan dari waktunya masing-masing.
Al-Auza'i telah meriwayatkan dari Ibrahim, dari Yazid, bahwa Umar ibnu Abdul Aziz membaca firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Kemudian Umar ibnu Abdul Aziz mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menyia-nyiakannya bukanlah meninggalkannya, melainkan menyia-nyiakannya dari waktu-waktunya.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya. (Maryam: 59) Bahwa hal ini terjadi di saat menjelang hari kiamat dan lenyapnya orang-orang saleh dari umat Nabi Muhammad; maka sebagian dari mereka menerkam sebagian lainnya di jalan-jalan (seperti layaknya hewan liar). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dari Mujahid.
Jabir Al-Ju'fi telah meriwayatkan dari Mujahid dan Ikrimah serta Ata ibnu Abu Rabaah, bahwa mereka adalah dari kalangan umat ini, tetapi mereka berada di akhir zaman.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan Al-Asy-yab, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Ibrahim ibnu Muhajir, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya. (Maryam: 59) Bahwa mereka yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang-orang dari kalangan umat Nabi Muhammad (di akhir zaman). Mereka saling menaiki di antara sesamanya, sebagaimana layaknya hewan ternak dan unta di jalan-jalan, tanpa rasa takut kepada Allah di langit dan tidak malu kepada manusia di bumi.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَانٍ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِئُ، حَدَّثَنَا حَيْوَةُ، حَدَّثَنَا بَشِيرُ بْنُ أَبِي عَمْرٍو الْخَوْلَانِيُّ: أَنَّ الْوَلِيدَ بْنَ قَيْسٍ حَدَّثَهُ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَكُونُ خَلْفٌ بَعْدَ سِتِّينَ سَنَةً، أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ، فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا. ثُمَّ يَكُونُ خَلْفٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يَعْدُو تَرَاقِيَهُمْ. وَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ ثَلَاثَةٌ: مُؤْمِنٌ، وَمُنَافِقٌ، وَفَاجِرٌ". قَالَ بَشِيرٌ: قُلْتُ لِلْوَلِيدِ: مَا هَؤُلَاءِ الثَّلَاثَةُ؟ قَالَ: الْمُؤْمِنُ مُؤْمِنٌ بِهِ، وَالْمُنَافِقُ كَافِرٌ بِهِ، وَالْفَاجِرُ يَأْكُلُ بِهِ.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Abu Amr Al-Khaulani; Al-Walid ibnu Qais pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Abu Sa'id Al-Khudri mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Kelak akan ada generasi pengganti sesudah enam puluh tahun; mereka menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kemudian akan muncul pula pengganti lainnya yang pandai membaca Al-Qur’an, tetapi tidak sampai meresap ke dalam hati mereka. Saat itu yang membaca Al-Qur’an ada tiga macam orang, yaitu orang mukmin, orang munafik, dan orang durhaka. Basyir mengatakan bahwa ia bertanya kepada Al-Walid tentang pengertian dari ketiga macam orang tersebut, "Siapa sajakah mereka itu?" Maka Al-Walid menjawab, "Orang mukmin adalah orang yang beriman kepada Al-Qur'an; orang munafik adalah orang yang kafir kepada Al-Qur'an; sedangkan orang yang durhaka ialah orang yang mencari makan (nafkah) dengannya."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ahmad, dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri.
Ibnu Abu Hatim telah mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Abdur Rahman ibnu Wahb, dari Malik, dari Abur Rijal, bahwa Aisyah mengirimkan sedekah berupa sesuatu makanan kepada ahli suffah (orang-orang miskin yang tinggal di teras masjid). Lalu Siti Aisyah mengatakan, "Janganlah kalian berikan sedekah ini kepada orang Barbar laki-laki dan perempuan, karena sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda bahwa merekalah pengganti yang jelek yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: 'Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat' (Maryam: 59)
hadis ini berpredikat garib.
 Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Dahhak, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Jarir, dari seorang syekh (guru) dari kalangan ulama Madinah, bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek). (Maryam: 59), hingga akhir ayat. Bahwa mereka adalah orang-orang barat (Magrib) yang menjadi raja. Mereka adalah raja-raja yang jahat.
Ka'bul Ahbar mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar menjumpai sifat orang-orang munafik di dalam Kitabullah, bahwa mereka adalah orang-orang yang suka minum kopi, suka meninggalkan salat lima waktu, suka main dadu, suka tidur meninggalkan salat isya, suka menyia-nyiakan salat subuh, dan suka meninggalkan salat berjamaah." Kemudian ia membacakan firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka menelantarkan masjid-masjid dan menetapi perbuatan yang sia-sia.
Abul Asyhab Al-Ataridi mengatakan bahwa Allah Swt. mewahyukan kepada Daud a.s., "Hai Daud, berilah peringatan dan larangan kepada teman-temanmu terhadap perbuatan memperturutkan hawa nafsu, karena sesungguhnya hati yang menggandrungi syahwat dunia, akal mereka terhalang dari-Ku. Dan sesungguhnya hal yang paling mudah yang akan Kulakukan terhadap seseorang dari hamba-hamba-Ku bila ia memperturut­kan salah satu dari nafsu syahwatnya, ialah Aku haramkan dia taat kepada­Ku."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ حَدَّثَنَا أَبُو [السَّمْحِ] التَّمِيمِيُّ، عَنْ أَبِي قَبِيلٍ، أَنَّهُ سَمِعَ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي اثْنَتَيْنِ: الْقُرْآنَ وَاللَّبَنَ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Abu Zaid At-Tamimi, dari Abu Qabil; ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya aku mengkhawatirkan dua perkara atas umatku, yaitu Al-Qur’an dan Al-laban (air susu).
Al-Laban menurut salinan Makkiyyah, sedangkan menurut salinan Al-Amiriyah disebutkan Al-Kuna, bukan Al-Laban. Yang dimaksudkan dengan Al-Laban ialah mereka mengikuti hal yang batil, memperturutkan hawa nafsunya, dan meninggalkan salat. Adapun yang dimaksud dengan Al-Qur'an ialah orang-orang munafik mempelajarinya, lalu mereka jadikan sebagai senjata untuk mendebat orang-orang mukmin.
Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Hasan ibnu Musa, dari Ibnu Luhai'ah, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Qabil, dari Uqbah dengan sanad yang sama secara marfu' dan lafaz yang semisal, hanya Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا}
maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59)
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Bahwa yang dimaksud dengan gayyan ialah kerugian.
Sedangkan menurut Qatadah yang dimaksud gayyan ialah keburukan.
Sufyan As-Sauri, Syu'bah, dan Muhammad ibnu Ishaq telah me­riwayatkan dari Abu Ishaq As-Subai'i, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Gayyan adalah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahanam, letaknya sangat dalam dan baunya sangat busuk.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ziyad, dari Abu Iyad sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Gayyan adalah nama sebuah lembah di neraka Jahanam yang berisikan nanah dan darah.
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي عَبَّاسُ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادِ بْنِ زَيَّانَ، حَدَّثَنَا شَرْقِيُّ بْنُ قَطَامِيِّ، عَنْ لُقْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الْخُزَاعِيِّ قَالَ: جِئْتُ أَبَا أُمَامَةَ صُدَيّ بْنَ عَجْلان الْبَاهِلِيَّ فَقُلْتُ: حَدِّثْنَا حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَدَعَا بِطَعَامٍ، ثُمَّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ أَنَّ صَخْرَةً زِنَةَ عَشْرِ أَوَاقٍ قُذِفَ بِهَا مِنْ شَفِيرِ جَهَنَّمَ، ما بلغت قعرها خمسين خريفًا، ثُمَّ تَنْتَهِي إِلَى غَيٍّ وَآثَامٍ". قَالَ: قُلْتُ: وَمَا غَيٌّ وَآثَامٌ؟ قَالَ: "بِئْرَانِ فِي أَسْفَلِ جَهَنَّمَ، يَسِيلُ فِيهِمَا صَدِيدُ أَهْلِ النَّارِ، وَهُمَا اللَّتَانِ ذَكَرَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ: {أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا} وَقَوْلُهُ فِي الْفُرْقَانِ: {وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا}
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abbas ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Syarqi ibnu Qutami, dari Luqman ibnu Amir Al-Khuza'i yang mengatakan bahwa ia datang kepada Abu Umamah (yaitu Sada ibnu Ajlan Al-Bahili), lalu ia berkata,"Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang pernah engkau dengar dari Rasulullah Saw." Maka Abu Umamah memerintahkan kepada pelayannya agar menghidangkan jamuan, setelah itu ia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya sebuah batu seberat sepuluh auqiyah dilemparkan ke dalam neraka Jahanam dari pinggirnya, tentulah batu itu masih belum sampai ke dasarnya selama lima puluh tahun, kemudian batu itu akan sampai di Gay dan Asam. Abu Umamah bertanya, "Apakah yang dinamakan Gay dan Asam itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Dua buah sumur yang berada di dasar neraka Jahanam, mengalir ke dalamnya keringat (nanah) ahli neraka. Kedua sumur itulah yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka akan menemui gay (kesesatan). (Maryam: 59) Dan firman Allah Swt. di dalam surat Al-Furqan, yaitu: dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya). (Al-Furqan: 68) Yang dimaksud dengan pembalasan dosanya ialah Asam, salah satu dari kedua sumur itu.
Hadis ini berpredikat garib dan sehubungan dengan predikat marfu'-nya masih belum dapat diterima.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا}
kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh. (Maryam: 60)
Yakni kecuali orang yang bertobat, tidak meninggalkan salat lagi, dan tidak lagi memperturutkan hawa nafsunya; maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya dan menjadikan baginya akhir yang baik, serta menjadikannya sebagai salah seorang yang berhak menghuni surga yang penuh dengan kenikmatan. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ شَيْئًا}
maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun. (Maryam: 60)
Dikatakan demikian karena tobat itu menghapuskan dosa-dosa yang sebelumnya. Di dalam hadis yang lain disebutkan:
"التَّائِبَ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ"
Orang yang bertobat dari dosa, sama halnya dengan orang yang tidak punya dosa.
Karena itulah mereka yang bertobat tidak dikurangi dari amal kebajikan mereka barang sedikit pun, tidak pula dibandingkan dengan dosa yang sebelumnya yang menyebabkan amal perbuatan sesudahnya dikurangi. Demikian itu karena dosa yang telah dilakukannya dianggap sia-sia dan dilupakan serta dihapuskan sama sekali, sebagai karunia dari Allah Yang Mahamulia lagi Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya yang bertobat. Pengecualian ini sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan di dalam surat Al-Furqan melalui firman-Nya:
{وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ}
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar.(Al-Furqan: 68)
Sampai dengan firman-Nya:
وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Furqan: 70)

Maryam, ayat 61-63

{جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدَ الرَّحْمَنُ عِبَادَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّهُ كَانَ وَعْدُهُ مَأْتِيًّا (61) لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا إِلا سَلامًا وَلَهُمْ رِزْقُهُمْ فِيهَا بُكْرَةً وَعَشِيًّا (62) تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا (63) }
Yaitu surga ‘Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak tampak. Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati. Mereka tidak mendengar perkataan yang tak berguna di dalam surga, kecuali ucapan salam. Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.
Allah Swt. menyebutkan bahwa surga yang kelak akan dimasuki oleh orang-orang yang bertobat dari dosa-dosanya adalah surga 'Adn, yakni sebagai tempat tinggal mereka yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya secara gaib. Bahwa surga itu termasuk perkara gaib yang diimani oleh mereka keberadaannya, sekalipun mereka tidak melihatnya. Demikian itu karena kuatnya keyakinan dan iman mereka yang telah berakar di dalam kalbu mereka.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّهُ كَانَ وَعْدُهُ مَأْتِيًّا}
Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati. (Maryam: 61)
Kalimat ayat ini menguatkan pengertian kalimat sebelumnya, bahwa hal itu pasti terjadi dan telah ditetapkan; karena sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji-Nya, tidak akan pula menggantinya. Makna ayat ini sama dengan apa yang terdapat di dalam firman-Nya:
{كَانَ وَعْدُهُ مَفْعُولا}
Adalah janji Allah itu pasti terlaksana. (Al-Muzzammil: 18)
Yakni pasti terjadi
Yang dimaksud dengan makna firman-Nya, "Ma'tiyyan" (pasti akan ditepati) ialah bahwa semua hamba akan kembali kepada-Nya dan pasti menghadap kepada-Nya. Sebagian lainnya mengartikannya sama dengan lafaz atiyan yang artinya datang (sedangkan kalau ma'tiyyan artinya didatangkan). Dikatakan demikian karena sesuatu hal yang menimpamu berarti datang kepadamu. Sama halnya dengan kata-kata orang-orang Arab, "Atat 'alayya khamsima sematan, " dan 'Ataitu 'ala khamsina sanatan, " artinya sama saja, yakni saya telah berusia lima puluh tahun.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا}
Mereka tidak mendengar perkataan yang tak berguna di dalam surga. (Maryam: 62)
Yakni di dalam surga tidak terdapat kata-kata yang kotor, tak berguna, lagi omong kosong, seperti yang banyak didapat di dunia.
Firman Allah Swt.:
{إِلا سَلامًا}
kecuali ucapan salam. (Maryam: 62)
Istisna atau pengecualian ini bersifat munqati'. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا تَأْثِيمًا إِلا قِيلا سَلامًا سَلامًا}
Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, tetapi mereka mendengar ucapan salam. (Al-Waqi'ah: 25-26)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلَهُمْ رِزْقُهُمْ فِيهَا بُكْرَةً وَعَشِيًّا}
Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62)
Yaitu semisal dengan waktu pagi dan waktu petang. Hal ini bukan berarti bahwa di surga ada siang dan ada malam, tetapi mereka berada dalam waktu-waktu yang silih berganti, mereka mengetahuinya melalui sinar dan cahaya yang beraneka ragam, (yakni mereka berada dalam alam yang selalu bercahaya dan terang-benderang oleh nur).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا معْمَر، عَنْ هَمَّام، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَوَّلُ زُمْرَة تَلِجُ الْجَنَّةَ صُورهم عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، لَا يبصُقون فِيهَا، وَلَا يَتَمَخَّطُونَ فِيهَا، وَلَا يَتَغَوّطون، آنِيَتُهُمْ وَأَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ وَالْفِضَّةُ، وَمُجَامِرُهُمُ الألْوّة، ورَشْحُهم الْمِسْكُ، وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ، يَرَى مُخّ سَاقَيْهِمَا مِنْ وَرَاءِ اللَّحْمِ؛ مِنَ الْحُسْنِ، لَا اخْتِلَافَ بَيْنِهِمْ وَلَا تَبَاغُضَ، قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبٍ وَاحِدٍ، يُسَبِّحُونَ اللَّهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Gelombang pertama yang masuk surga, rupa mereka bagaikan rembulan di malam purnama; mereka tidak pernah meludah di dalamnya dan tidak pernah ingusan serta tidak pernah buang air di dalamnya. Perabotan mereka dan sisir mereka terbuat dari emas dan perak, dan tempat dupa mereka penuh dengan kemenyan, keringat mereka adalah minyak kesturi. Setiap orang dari mereka mempunyai dua orang istri, yang sumsum kedua betisnya dapat terlihat dari balik dagingnya karena keindahannya. Tidak ada perselisihan dan tidak ada pertengkaran di antara mereka. Hati mereka sama dengan hati seorang lelaki; mereka bertasbih menyucikan Allah setiap pagi dan petangnya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Ma'mar dengan sanad yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي الْحَارِثُ بْنُ فُضَيْلٍ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ الْأَنْصَارِيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الشُّهَدَاءُ عَلَى بَارِقِ نَهْرٍ بِبَابِ الْجَنَّةِ، فِي قُبَّةٍ خَضْرَاءَ، يَخْرُجُ عَلَيْهِمْ رِزْقُهُمْ مِنَ الْجَنَّةِ بُكْرَةً وَعَشِيًّا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Fudail Al-Ansari, dari Mahmud ibnu Labid Al-Ansari, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Para syuhada berada di pinggir sungai di dekat pintu surga di dalam sebuah kemah hijau; dikirimkan kepada mereka rezeki mereka dari dalam surga setiap pagi dan petangnya.
Imam Ahmad dari jalur ini telah meriwayatkannya secara munfarid.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Bahwa yang dimaksud dengan pagi dan petang adalah perkiraan malam dan siang hari.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Zuhair ibnu Muhammad tentang makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Maka ia menjawab, "Di surga tidak ada malam hari, para penghuninya selalu berada dalam cahaya selama-lamanya, tetapi mereka mempunyai perkiraan malam dan siang hari. Hal tersebut diketahui melalui tertutupnya tirai-tirai dan pintu-pintu rumah-rumah mereka. Pertanda siang hari diketahui dengan diangkatnya semua tirai dan dibukanya semua pintu rumah mereka."
Masih dalam sanad yang sama telah disebutkan dari Al-Walid ibnu Muslim, dari Khulayyid, dari Al-Hasan Al-Basri yang menceritakan tentang pintu-pintu surga. Ia mengatakan bahwa pintu-pintu surga bagian luarnya dapat terlihat dari bagian dalamnya. Bila diajak bicara, maka pintu-pintu itu dapat menjawab dan mengerti; bila dikatakan kepadanya, "Terbukalah atau tertutuplah," maka pintu-pintu itu membuka dan menutup dengan sendirinya.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Di dalam surga ada dua saat, yaitu saat pagi dan saat sore; tetapi bukan seperti siang dan malam hari di dunia ini, sebab sesungguhnya yang ada di dalam surga hanyalah sinar dan cahaya, tidak ada kegelapan.
Mujahid mengatakan, yang dimaksud bukan pagi dan petang, melain­kan mereka diberi hidangan sesuai dengan kesukaan mereka ketika di dunia.
Al-Hasan dan Qatadah serta lain-lainnya mengatakan bahwa dahulu ada segolongan orang Arab yang hidup serba mewah, biasa makan pagi dan makan malam. Maka turunlah Al-Qur'an sesuai dengan kemewahan yang dialami oleh mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62)
Ibnu Mahdi telah meriwayatkan dari Hammad ibnu Zaid, dari Hisyam, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: .62) Yaitu setiap pagi sampai sore dan setiap sore sampai pagi, tetapi tidak ada malam harinya di dalam surga.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا سَلِيمُ بْنُ مَنْصُورِ بْنِ عَمَّارٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَاضِي أَهْلِ شَمْشَاط عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ غَدَاةٍ مِنْ غَدَوَاتِ الْجَنَّةِ، وَكُلُّ الْجَنَّةِ غَدَوَاتٌ، إِلَّا أَنَّهُ يُزَفُّ إِلَى وَلِيِّ اللَّهِ فِيهَا زَوْجَةٌ مِنَ الْحَوَرِ الْعَيْنِ، أَدْنَاهُنَّ الَّتِي خُلِقَتْ مِنَ الزَّعْفَرَانِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Mansur ibnu Ammar, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ziyad (kadi penduduk Syammat), dari Abdullah ibnu Hadir, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tiada suatu pagi hari pun dari hari-hari surga yang semuanya adalah bagaikan pagi hari (keindahannya), melainkan disuguhkan kepada seorang kekasih Allah di dalam surga pengantin wanita berupa bidadari yang bermata jeli, yang paling rendahnya di antara para bidadari itu terciptakan dari za'faran (minyak wangi yang semerbak baunya).
Abu Muhammad mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib lagi munkar.
*******************
Firman Allah Swt.:
{تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا}
Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. (Maryam: 63)
Artinya, surga yang telah Kami sebutkan gambarannya dengan gambaran yang agung itu akan Kami anugerahkan kepada hamba-hamba Kami yang bertakwa. Mereka adalah orang-orang yang taat kepada Allah Swt. dalam suka dan duka, lagi mampu meredam amarahnya serta suka memaafkan orang lain. Dan seperti apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam surat Al-Mu’minun, melalui firman-Nya:
{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ}
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al-Mu’minun: 1-2)
Sampai dengan firman-Nya:
{أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi (yaitu) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Mu’minun: 10-11)

Maryam, ayat 64-65

{وَمَا نَتَنزلُ إِلا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا (64) رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا (65) }
Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita, dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa. Tuhan -(yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'la dan waki'. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Zar, dari ayahnya, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Malaikat Jibril, "Apakah gerangan yang mencegahmu untuk tidak mengunjungiku lebih banyak lagi dari biasanya?" Maka turunlah firman-Nya: Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.
Imam Bukhari mengetengahkannya secara munfarid. Di dalam kitab tafsirnya ia meriwayatkan sehubungan dengan makna ayat ini melalui Abu Na'im, dari Umar ibnu Zar dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Umar ibnu Zar dengan sanad yang sama, tetapi menurut riwayat keduanya di akhir hadis terdapat tambahan, yaitu bahwa jawaban tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Malaikat Jibril tidak turun kepada Rasulullah Saw. dalam waktu yang cukup lama. Maka Rasulullah Saw. dirundung rasa sedih dan duka karenanya. Kemudian Malaikat Jibril datang dan mengatakan, "Hai Muhammad: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu.. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.
Mujahid mengatakan bahwa Jibril tidak turun kepada Muhammad Saw. selama dua belas malam atau kurang dari itu. Ketika Jibril turun, Nabi Saw. berkata kepadanya, "Hai Jibril, sesungguhnya kamu membuat saya sedih, sehingga kaum musyrik mempunyai dugaan yang tidak-tidak kepada saya." Maka turunlah firman-Nya: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.
Mujahid mengatakan bahwa ayat ini sama maknanya dengan ayat yang terdapat di dalam surat Adh-Dhuha. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan tertahannya Malaikat Jibril.
Al-Hakam ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Jibril lama tidak turun kepada Nabi Saw. dalam waktu empat puluh hari. Kemudian Jibril turun di suatu hari. Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya, "Mengapa kamu lama tidak furun kepadaku, sehingga aku rindu kepadamu." Jibril menjawab, "Bahkan aku selalu rindu kepadamu, tetapi aku menunggu perintah, lalu Allah mewahyukan kepadaku agar aku menyampaikan kepadamu firman Allah Swt. sebagai berikut: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, hadis ini berpredikat garib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Mujahid yang mengatakan bahwa utusan Allah datang lambat kepada Nabi Saw. Kemudian Jibril datang, maka Nabi Saw. bertanya, "Apakah gerangan yang menahanmu, hai Jibril?" Maka Jibril berkata, "Bagaimana saya datang kepada kalian, sedangkan kalian tidak memotong kuku kalian, tidak membersihkan sela-sela jari-jemari tangan dan kaki kalian, tidak mencukur kumis kalian, serta tidak bersiwak lagi?" Kemudian Jibril membacakan firman-Nya: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir An-Nahwi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim As-Suri, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepadaku Sa'labah ibnu Muslim, dari Ubay ibnu Ka'b maula Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda bahwa Malaikat Jibril lama tidak turun kepadanya. Ketika Nabi Saw. mengatakan hal tersebut kepada Jibril, maka Jibril menjawab: Bagaimana saya turun, sedangkan kalian tidak lagi bersiwak, tidak memotong kuku, tidak mencukur kumis, dan tidak membersihkan sela-sela jari-jemari tangan dan kaki kalian?
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abul Yaman, dari Ismail ibnu Ayyasy, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سَيَّار، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ حَبِيبٍ -[خَتَنُ] مَالِكِ بْنِ دِينَارٍ-حَدَّثَنِي شَيْخٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَصْلِحِي لَنَا الْمَجْلِسَ، فَإِنَّهُ يَنْزِلُ مَلَكٌ إِلَى الْأَرْضِ، لَمْ يَنْزِلْ إِلَيْهَا قَطُّ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sayyar, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman Al-Mugirah ibnu Habib, dari Malik ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku seorang syekh dari kalangan ulama Madinah, dari Ummu Salamah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya: Benahilah majelis ini untuk kami, karena sesungguhnya akan turun ke bumi seorang malaikat yang belum pernah turun sama sekali ke bumi ini.
*******************
{لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا}
Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan dan apa-apa yang ada di belakang kita. (Maryam: 64)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksudkan dengan apa-apa yang ada di hadapan kita ialah perkara dunia; sedangkan apa-apa yang ada di belakang kita ialah perkara akhirat.
{وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ}
dan apa-apa yang ada di antara keduanya. (Maryam: 64)
Yakni apa-apa yang ada di antara dua tiupan sangkakala. Demikianlah menurut pendapat Abul Aliyah, Ikrimah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan Qatadah menurut suatu riwayat yang bersumber dari keduanya, juga menurut As-Saddi serta Ar-Rabi' ibnu Anas.
Menurut pendapat yang lain, makna mabaina aidina ialah apa-apa yang bakal terjadi menyangkut urusan akhirat, sedangkan wama khalfana artinya apa-apa yang telah lalu menyangkut urusan dunia. Dan makna wama baina zalika artinya apa yang ada di antara dunia dan akhirat. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Qatadah, Ibnu Juraij, dan As-Sauri. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir; hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
Firman Allah Swt.:
{وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا}
dan tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam: 64)
Mujahid dan As-Saddi mengatakan makna yang dimaksud ialah Tuhanmu tidak akan melupakanmu. Dalam keterangan yang terdahulu telah disebutkan bahwa makna ayat ini sama dengan firman-Nya:
{وَالضُّحَى وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى}
Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الصَّمَدِ الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ -يَعْنِي أَبَا الْجُمَاهِرِ -حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ رَجَاءِ بْنِ حَيْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ يَرْفَعُهُ قَالَ: "مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ فَهُوَ حَلَالٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ [عَنْهُ] فَهُوَ عَافِيَةٌ، فَاقْبَلُوا مِنَ اللَّهِ عَافِيَتَهُ، فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُنْ لِيَنْسَى شَيْئًا" ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا}
Ibnu Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Muhammad ibnu AbdusSamad Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman (yakni Abul Jamahir), telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepada kami Asim ibnu Raja ibnu Haiwah, dari ayahnya, dari Abu Darda yang me-rafa'-kan hadis ini: Apa saja yang dihalalkan Allah di dalam Kitab-Nya, maka hal itu halal; dan apa-apa yang diharamkan oleh Allah, maka hal itu haram; dan apa saja yang Allah diam terhadapnya, maka hal itu dimaafkan. Maka terimalah kemurahan dari-Nya, karena sesungguhnya Allah tidak pernah melupakan sesuatu pun. Kemudian Abu Darda membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya:  dan tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam: 64)
Adapun firman Allah Swt.:
{رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا}
Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi. (Maryam: 65)
Yakni Yang Menciptakannya, Yang Mengaturnya, Yang Menguasainya, dan Yang Mengurusnya, tiada yang mempertanyakan apa yang di-putuskan-Nya.
{فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا}
maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah). (Maryam: 65)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ayat ialah,'apakah kamu mengetahui misal atau yang serupa dengan Tuhan (mu)?'. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, dan Ibnu Juraij serta lain-lainnya.
Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa tiada seorang pun yang bernama Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah) selain Allah Swt. sendiri Yang Mahasuci lagi Mahatinggi serta Maha suci nama-Nya.

Maryam, ayat 66-70

{وَيَقُولُ الإنْسَانُ أَئِذَا مَا مِتُّ لَسَوْفَ أُخْرَجُ حَيًّا (66) أَوَلا يَذْكُرُ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا (67) فَوَرَبِّكَ لَنَحْشُرَنَّهُمْ وَالشَّيَاطِينَ ثُمَّ لَنُحْضِرَنَّهُمْ حَوْلَ جَهَنَّمَ جِثِيًّا (68) ثُمَّ لَنَنزعَنَّ مِنْ كُلِّ شِيعَةٍ أَيُّهُمْ أَشَدُّ عَلَى الرَّحْمَنِ عِتِيًّا (69) ثُمَّ لَنَحْنُ أَعْلَمُ بِالَّذِينَ هُمْ أَوْلَى بِهَا صِلِيًّا (70) }
Dan berkata manusia, "Betulkah, apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?” Dan tidaklah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedangkan ia tidak ada sama sekali? Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama setan, kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahanam dengan berlutut. Kemudian pasti akan Kami tarik tiap-tiap golongan siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan kemudian Kami sungguh lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya dimasukkan ke dalam neraka.
Allah Swt. menceritakan tentang manusia, bahwa manusia itu merasa heran dan menganggap mustahil akan adanya kehidupan sesudah mati.
Pengertiannya sama dengan yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِنْ تَعْجَبْ فَعَجَبٌ قَوْلُهُمْ أَئِذَا كُنَّا تُرَابًا أَئِنَّا لَفِي خَلْقٍ جَدِيدٍ}
Dan jika (ada sesuatu) yang kamu herankan, maka yang patut mengherankan adalah ucapan mereka, “Apabila kami telah menjadi tanah, apakah kami sesungguhnya akan (dikembalikan) menjadi makhluk yang baru.?” (Ar-Ra'd: 5)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{أَوَلَمْ يَرَ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ * وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ * قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ}
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi musuh yang nyata? Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh?" Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan Yang Menciptakannya pertamakah. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (Yasin: 77-79)
Sedangkan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
{وَيَقُولُ الإنْسَانُ أَئِذَا مَا مِتُّ لَسَوْفَ أُخْرَجُ حَيًّا * أَوَلا يَذْكُرُ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا}
Dan berkata manusia, "Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?” Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedangkan ia tidak ada sama sekali? (Maryam: 66-67)
Untuk menunjukkan kekuasaan-Nya yang mampu menghidupkan kembali orang yang mati, Allah Swt. mengambil contoh dari permulaan penciptaan yang dilakukan-Nya. Dengan kata lain, Allah Swt. telah menciptakan manusia, sedangkan manusia tidak ada sama sekali; maka mudahlah bagi­Nya mengembalikan manusia hidup kembali, bahkan mengembalikannya jauh lebih mudah karena telah ada. Sama halnya dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ}
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkannya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah jauh lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27)
Di dalam kitab sahih disebutkan sebuah hadis yang mengatakan:
"يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ أَنْ يُكَذِّبَنِي، وَآذَانِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ أَنْ يُؤْذِيَنِي، أَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ يُعِيدَنِي كَمَا بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلِيَّ مِنْ آخِرِهِ، وَأَمَّا أَذَاهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: إِنَّ لِي وَلَدًا، وَأَنَا الْأَحَدُ الصَّمَدُ، الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ"
Allah Swt. berfirman, "Anak Adam mendustakan-Ku, padahal tidaklah pantas baginya mendustakan-Ku; anak Adam menyakiti­Ku, padahal tidaklah pantas baginya menyakiti-Ku.” Dia mendustakan Aku melalui ucapannya, 'Bahwa Aku tidak akan menghidupkannya kembali sebagaimana Aku menciptakannya pada yang pertama kali.' Padahal penciptaan yang pertama tidaklah lebih mudah daripada penciptaan yang terakhir. Dia menyakiti Aku melalui ucapannya, "Sesungguhnya Aku beranak, padahal Aku adalah Tuhan Yang Maha Esa, bergantung kepada-Ku segala sesuatu, Aku adalah Tuhan yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tiada seorang pun yang setara dengan-Ku.”
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَوَرَبِّكَ لَنَحْشُرَنَّهُمْ وَالشَّيَاطِينَ}
Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama setan. (Maryam: 68)
Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi bersumpah dengan menyebut nama diri-Nya Yang Mahamulia, bahwa sesungguhnya Dia pasti akan membangkitkan mereka bersama setan-setan yang menyembah selain Allah.
{ثُمَّ لَنُحْضِرَنَّهُمْ حَوْلَ جَهَنَّمَ جِثِيًّا}
kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahanam dengan berlutut. (Maryam: 68)
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna Jisiyyan ialah berlutut; sama pengertiannya dengan apa yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَتَرَى كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً}
Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. (Al-Jatsiyah: 28)
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Jisiyyan, " artinya dalam keadaan berdiri. Dan telah diriwayatkan dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud hal yang semisal.
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ لَنَنزعَنَّ مِنْ كُلِّ شِيعَةٍ}
Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap golongan. (Maryam: 69)
Yakni dari tiap-tiap umat, menurut Mujahid.
{أَيُّهُمْ أَشَدُّ عَلَى الرَّحْمَنِ عِتِيًّا}
siapa di antara mereka yang paling durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 69)
As-Sauri telah meriwayatkan dari Ali ibnul Aqmar, dari Abul Ahwas, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa orang-orang yang pertama ditahan menunggu orang-orang yang terakhir. Setelah bilangan mereka lengkap, barulah mereka didatangi, kemudian dilakukan peradilan mulai dari yang terbesar dosanya, lalu menyusul yang besar dosanya, demikianlah seterusnya. Hal inilah yang dimaksudkan oleh firman-Nya: Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap golongan siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 69)
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap golongan siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 69) Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap pemeluk agama pembesar-pembesar dan pemimpin-pemimpin kejahatannya.
Hal yang sama telah di katakan oleh Ibnu Juraij dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf.
Makna ayat ini sama dengan firman-Nya:
{حَتَّى إِذَا ادَّارَكُوا فِيهَا جَمِيعًا قَالَتْ أُخْرَاهُمْ لأولاهُمْ رَبَّنَا هَؤُلاءِ أَضَلُّونَا فَآتِهِمْ عَذَابًا ضِعْفًا مِنَ النَّارِ}
sehingga apabila mereka masuk ke dalam semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu, "Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu timpakanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka.” (Al-A'raf: 38)
sampai dengan firman-Nya:
بِمَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ
karena perbuatan yang telah kalian lakukan.” (Al-A'raf: 39)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{ثُمَّ لَنَحْنُ أَعْلَمُ بِالَّذِينَ هُمْ أَوْلَى بِهَا صِلِيًّا}
Dan kemudian Kami sungguh lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya dimasukkan ke dalam neraka. (Maryam: 70)
Lafaz summa dalam ayat ini untuk meng-ataf-kan kalimat berita kepada kalimat berita lainnya. Makna yang dimaksud ialah, bahwa Allah Swt. lebih mengetahui siapa di antara hamba-hamba-Nya yang lebih berhak untuk dimasukkan ke dalam neraka Jahanam dan tinggal kekal di dalamnya, dan siapa yang berhak mendapat siksaan yang berlipat ganda. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat terdahulu yang mengatakan:
{قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لَا تَعْلَمُونَ}
Allah berfirman, "Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, tetapi kalian tidak mengetahui.” (Al-A'raf: 38)

Maryam, ayat 71-72

{وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا (71) ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا (72) }
Dan tidak ada seorang pun darimu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Khalid Ibnu Sulaiman, dari Kasir ibnu Ziyad Al-Bursuni, dari Abu Sumayyah yang mengatakan, "Kami berselisih pendapat tentang makna al-wurud (mendatangi) yang ada dalam ayat ini. Sebagian dari kami mengatakan bahwa neraka Jahanam tidak dimasuki oleh orang-orang mukmin. Sebagian lainnya mengatakan bahwa semua manusia memasukinya, kemudian Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa. Kemudian saya bersua dengan Jabir ibnu Abdullah dan kutanyakan kepadanya masalah tersebut, "Sesungguhnya kami berselisih pendapat tentang makna al-wurud, apakah maknanya?' Jabir menjawab, 'semuanya mendatangi neraka'."
Sulaiman ibnu Murrah mengatakan bahwa mereka semua memasukinya. Lalu ia mengisyaratkan kedua jari telunjuknya ke arah kedua telinganya dan mengatakan bahwa ia akan diam seandainya belum pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"لَا يَبْقَى بَرٌّ وَلَا فَاجِرٌ إِلَّا دَخَلَهَا، فَتَكُونُ عَلَى الْمُؤْمِنِ بَرْدًا وَسَلَامًا، كَمَا كَانَتْ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، حَتَّى إِنَّ لِلنَّارِ ضَجِيجًا مِنْ بَرْدِهِمْ، ثُمَّ يُنَجِّي اللَّهُ الَّذِينَ اتَّقَوْا، وَيَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا"
Tiada seorang pun yang bertakwa dan tiada pula seorang pun yang durhaka melainkan memasuki neraka. Maka neraka Jahanam bagi orang mukmin terasa sejuk dan menjadi keselamatan sebagaimana yang pernah dialami oleh Nabi Ibrahim, sehingga neraka terdengar bersuara gemuruh karena sejuknya mereka. Kemudian Allah Swt. selamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.
Hadis berpredikat garib, para ahli hadis tidak ada yang mengetengahkannya selain dari Sulaiman ibnu Murrah.
Al-Hasan ibnu Arafah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah, dari Bakkar ibnu Abu Marwan, dari Khalid ibnu Ma'dan yang mengatakan bahwa ahli surga setelah memasuki surga berkata, "Bukankah Tuhan kita telah menjanjikan kepada kita akan mendatangi neraka?" Allah Swt. berfirman, "kalian telah mendatanginya sedang neraka dalam keadaan padam."
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ibnu Uyaynah, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Qais ibnu Abu Hazim yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Rawwahah di suatu hari sedang meletakkan kepalanya di pangkuan istrinya. Lalu ia menangis, dan istrinya ikut menangis. Maka Abdullah bertanya, "Mengapa kamu ikut menangis?" Istrinya menjawab, "Saya melihat kanda menangis, maka saya ikut menangis." Abdullah ibnu Rawwahah berkata bahwa ia teringat akan firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71) (Abdullah ibnu Rawwahah berkata), "Saya tidak mengetahui apakah diri saya dapat selamat dari neraka ataukah tidak." Menurut riwayat yang lain, saat itu Abdullah ibnu Rawwahah sedang dalam keadaan sakit.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Yaman, dari Malik ibnu Magul, dari Abu Ishaq, bahwa Abu Maisarah apabila berbaring di tempat peraduannya selalu mengatakan, "Aduhai, sekiranya ibuku tidak melahirkan diriku." Kemudian ia menangis. Maka ketika ditanyakan kepadanya, "Hai Abu Maisarah, mengapa engkau menangis?" Abu Maisarah menjawab, "Kita diberi tahu bahwa kita akan mendatangi neraka itu dan tidak diberi tahu bahwa kita akan keluar darinya."
Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri yang mengatakan bahwa seorang lelaki berkata kepada saudaranya, "Apakah engkau pernah mendapat berita bahwa engkau akan mendatangi neraka?" Ia menjawab, "Ya." Ditanyakan lagi, "Dan apakah engkau mendapat berita bahwa engkau akan keluar darinya?" Ia menjawab, "Tidak." Dikatakan lagi, "Lalu mengapa engkau masih dapat tertawa?" Al-Hasan Al-Basri selanjutnya menceritakan bahwa sejak saat itu lelaki tersebut tidak kelihatan pernah tertawa hingga meninggal dunia.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr, telah menceritakan kepadaku seseorang yang pernah mendengar Ibnu Abbas berdebat dengan Nafi' Al-Azraq. Ibnu Abbas mengatakan bahwa al-wurud artinya memasuki. Sedangkan Nafi' berkata, "Bukan." Lalu Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan Jahanam, kalian pasti masuk ke dalamnya. (Al-Anbiya: 98) Ibnu Abbas mengatakan, "Apakah mereka memasukinya ataukah tidak?" Ibnu Abbas membacakan lagi firman-Nya: Ia berjalan di muka kaumnya di hari kiamat lalu memasukkan mereka ke dalam neraka. (Hud: 98) Ibnu Abbas mengatakan, "Bukankah Fir'aun memasuki neraka? Adapun aku dan kamu, maka kita sama-sama akan memasukinya, lalu kita tunggu apakah kita bakal dikeluarkan darinya ataukah tidak. Menurut hematku, Allah tidak akan mengeluarkan kamu dari neraka, bila kamu tidak percaya." Maka Nafi' tertawa.
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ata, bahwa Abu Rasyid Al-Haruri (yaituNafi' Al-Azraq) membacakan firman-Nya: mereka tidak mendengar sedikit pun suara api neraka. (Al-Anbiya: 102) Maka Ibnu Abbas berkata, "Celakalah kamu, apakah kamu ini gila? Lalu bagaimanakah dengan firman Allah Swt. yang menyebutkan: Ia berjalan di muka kaumnya di hari kiamat, lalu memasukkan mereka ke dalam neraka' (Hud: 98) 'dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam dalam keadaan dahaga' (Maryam: 86) 'Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu' (Maryam: 71) Demi Allah, sesungguhnya doa orang yang terdahulu mengatakan, "Ya Allah, keluarkanlah daku dari neraka dalam keadaan selamat, dan masukkanlah aku ke dalam surga dalam keadaan beruntung'."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ubaid Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Asbat, dari Abdul Malik, dari Ubaidillah, dari Mujahid yang mengatakan bahwa ketika ia berada di rumah Ibnu Abbas, datanglah kepadanya seorang lelaki yang dikenal dengan panggilan Abu Rasyid, yaitu Nafi' ibnul Azraq. Maka Nafi' berkata kepada Ibnu Abbas, "Hai Ibnu Abbas, bagaimanakah menurutmu makna firman Allah Swt.: 'Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan' (Maryam: 71) Ibnu Abbas menjawab, "Adapun saya dan kamu, hai Abu Rasyid, pasti akan mendatanginya. Maka tunggulah apakah kita dapat keluar darinya ataukah tidak."
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, Syu'bah pernah mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnus Sa-ib, dari seseorang yang mendengar Ibnu Abbas membacakan firman-Nya ini dengan bacaan berikut: Wa-in minhum illa wariduha, artinya: Dan tidak ada seorang pun dari mereka melainkan memasuki neraka itu. Lalu Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang kafir.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Umar ibnul Walid Al-Busti, bahwa ia pernah mendengar Ikrimah membacanya dengan bacaan berikut: Wa-in minhum illa wariduha, artinya: Dan tidak ada seorang pun dari mereka melainkan memasuki neraka itu. Bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang yang zalim. Ikrimah mengatakan, "Kami biasa membacanya dengan bacaan demikian (yakni minhum, bukan minkum)." Semuanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatanginya (Maryam: 71) Yaitu orang yang baik dan orang yang jahat semuanya masuk neraka, Tidakkah Anda mendengar firman Allah Swt. tentang Fir'aun: Ia berjalan di muka kaumnya di hari kiamat, lalu memasukkan mereka ke dalam neraka. (Hud: 98), hingga akhir ayat. Dan firman Allah Swt. yang mengatakan: dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam dalam keadaan dahaga. (Maryam: 86) Al-wurud dalam ayat ini berarti masuk, bukannya keluar.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنِ السُّدِّيِّ، عَنْ مُرَّة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ- {وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَرِدُ النَّاسُ [النَّارَ] كلهم، ثم يصدرون عنها بأعمالهم"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Israil, dari As-Saddi, dari Murrah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71) Bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seluruh umat manusia mendatangi neraka, kemudian mereka dikeluarkan darinya menurut amal perbuatannya masing-masing.
Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Abdu ibnu Humaid, dari Ubaidillah, dari Israil, dari As-Saddi dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi meriwayatkannya pula melalui jalur Syu'bah, dari As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud secara marfu'.
Demikianlah menurut riwayat ini hadis dikemukakan secara marfu'.
Asbat telah meriwayatkannya dari As-Saddi, dari Murrah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa manusia semuanya melewati sirat (jembatan yang menghubungkan antara mauqif dan surga, sedangkan di tengah-tengahnya adalah neraka). Pengertian wurud ialah berdirinya mereka di pinggir neraka, kemudian mereka keluar dari sirat sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing. Di antara mereka ada orang yang lewat seperti kilat, ada orang yang lewat seperti angin yang cepat, ada orang yang melaluinya seperti cepatnya burung terbang ada orang yang melaluinya secepat kuda balap yang sangat kencang, ada orang yang melaluinya seperti larinya unta yang cepat, ada pula yang melewatinya dengan berlari kencang, sehingga orang yang terakhir dari mereka (kaum muslim) melewatinya adalah seseorang yang cahayanya hanya sampai pada bagian kedua jempol jari kakinya. Ia melewati sirat sedangkan sirat menjadi goyang karenanya. Sirat adalah jembatan yang sangat licin, padanya terdapat duri-duri yang sangat tajam, sedangkan di kedua tepi sirat terdapat malaikat-malaikat yang membawa kaitan dari api yang digunakan mereka untuk menyambar orang-orang yang melewati sirat (dan ditakdirkan untuk masuk neraka), hingga akhir hadis. Hadis yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khallad ibnu Aslam, telah menceritakan kepada kami An-Nadr, telah menceritakan kepada kami Israil, telah menceritakan kepada kami Abu lshaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71) Bahwa sirat berada di atas neraka, tajamnya sama seperti pedang yang paling tajam. Maka golongan orang yang pertama melaluinya seperti kilat yang menyambar, golongan kedua cepatnya seperti angin yang kencang, golongan ketiga cepatnya seperti kuda balap, dan golongan keempat cepatnya seperti ternak yang larat. Kemudian lewatlah para malaikat seraya berkata, "Ya Allah, selamatkanlah kami, selamatkanlah kami."
Hadis ini mempunyai banyak bukti yang menguatkannya terdapat di dalam kitab Sahihain dan kitab hadis lainnya melalui riwayat Anas, Abu Sa'id, Abu Hurairah, Jabir, dan lain-lainnya dari kalangan para sahabat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Al-Jariri, dari Abus Salil, dari Ganim ibnu Qais yang mengatakan bahwa mereka membicarakan tentang makna wurud. Ka'b berkata, "Api neraka menyekap manusia seakan-akan seperti penjara yang maha besar, hingga semua manusia berada di atas neraka, baik yang bertakwa maupun yang durhaka. Kemudian terdengarlah suara yang menyeru neraka, 'Tahanlah orang-orang yang harus masuk neraka, dan lepaskanlah teman-temanku!" Maka setiap ahli neraka dibenamkan ke dalamnya oleh penjaga neraka, sedangkan penjaga neraka itu lebih mengenal ahlinya daripada seseorang terhadap anaknya. Dan orang-orang yang beriman dikeluarkan dari neraka dalam keadaan pakaian mereka basah. Ka'b melanjutkan kisahnya, "Di antara malaikat penjaga mereka ada malaikat yang panjang di antara kedua pundaknya sama dengan perjalanan satu tahun. Tiap-tiap malaikat dari mereka membawa gada besar yang bercabang dua untuk mendorong ahli neraka masuk ke dalam neraka. Bila malaikat itu menggunakan gadanya, maka masuklah ke dalam neraka sebanyak tujuh ratus ribu orang."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، عَنِ أُمِّ مُبَشِّر، عَنْ حَفْصَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي لَأَرْجُوَ أَلَّا يَدْخُلَ النَّارَ -إِنْ شَاءَ اللَّهُ-أَحَدٌ شَهِدَ بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَةَ" قَالَتْ فَقُلْتُ: أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ {وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا} ؟ قَالَتْ: فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: {ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا}
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Ummu Mubasysyir, dari Hafsah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya aku benar-benar berharap semoga tidak ada seorang pun dari kalangan ahli Badar dan Hudaibiyyah yang masuk neraka, insya Allah. Hafsah bertanya, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman di dalam Al-Qur'an: 'Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu' (Maryam: 71) Maka Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut. (Maryam: 72)
قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ ، عَنْ جَابِرٍ، عَنْ أُمِّ مُبَشِّرٍ -امْرَأَةِ زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ-قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِ حَفْصَةَ، فَقَالَ: "لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ شَهِدَ بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَةَ" قَالَتْ حَفْصَةُ: أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ: {وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا} ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا}
Imam Ahmad telah mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Ummu Mubasysyir (istri Zaid ibnu Harisah) yang telah menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di rumah Siti Hafsah, beliau bersabda: Tidak akan masuk neraka seseorang yang ikut dalam peperangan Badar dan peperangan Hudaibiyah. Siti Hafsah bertanya, bahwa bukankah Allah Swt. Telah berfirman: Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71) Yakni mendatangi neraka itu alias memasukinya, kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa. (Maryam: 72)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui Az-Zuhri, dari Sa'id, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لا يَمُوتُ لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ثَلَاثَةٌ مِنَ الْوَلَدِ تَمَسُّهُ النَّارُ، إِلَّا تَحِلَّة الْقَسَمِ".
Tidak ada seorang pun dari kaum muslim yang ditinggal mati oleh ketiga anaknya (yang belum berusia balig, lalu ia bersabar) masuk ke dalam neraka melainkan hanya sekejap saja.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: قَالَ مَعْمَرٌ: أَخْبَرَنِي الزَّهْرِيِّ، عَنِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ مَاتَ لَهُ ثَلَاثَةٌ لَمْ تَمَسَّهُ النَّارُ إِلَّا تَحِلَّةَ الْقَسَمِ"
Abdur Razzaq mengatakan, Ma'mar pernah mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Az-Zuhri, dari Ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang kematian tiga orang anaknya, tidak akan disentuh api neraka kecuali hanya sekejap saja.
Makna yang dimaksud ia hanya mendatanginya saja, kemudian keluar darinya.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا زَمْعَة، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا يَمُوتُ لِمُسْلِمٍ ثَلَاثَةٌ مِنَ الْوَلَدِ، تَمَسُّهُ النَّارُ إِلَّا تَحِلَّةَ الْقَسَمِ"
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zam'ah, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tidak ada seorang muslim pun yang kematian tiga orang anaknya disentuh oleh api neraka kecuali hanya sebentar saja.
Az-Zuhri mengatakan seakan-akan Rasulullah Saw. bermaksud dengan apa yang disebutkan oleh ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. (Maryam: 71)
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي عِمْرَانُ بْنُ بَكَّارٍ الْكَلَاعِيُّ ، حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةَ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ تَمِيمٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِهِ وعِكًا، وَأَنَا مَعَهُ، ثُمَّ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: هِيَ نَارِي أُسَلِّطُهَا عَلَى عَبْدِي الْمُؤْمِنِ؛ لِتَكُونَ حَظَّهُ مِنَ النَّارِ فِي الْآخِرَةِ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Imran ibnu Bakkar Al-Kala'i, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Tamim, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ubaidillah, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menjenguk  seorang lelaki dari kalangan sahabatnya yang sedang sakit, sedangkan aku bersama beliau Saw. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman, "Sakit itu merupakan neraka-Ku yang Aku timpakan kepada hamba-Ku yang mukmin sebagai ganti dari api neraka di akhirat.”
Hadis berpredikat garib bila ditinjau dari segi jalur ini.
Telah menceritakan pula kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, dari Usman ibnul Aswad, dari Mujahid yang mengatakan bahwa sakit demam merupakan bagian tiap orang mukmin dari neraka. Kemudian ia membacakan firman-Nya:Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَة، حَدَّثَنَا زَبَّان بْنِ فَائِدٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ الْجُهَنِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ قَرَأَ: {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} حَتَّى يَخْتِمَهَا عشر  مَرَّاتٍ، بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْرًا فِي الْجَنَّةِ". فَقَالَ عُمَرُ: إِذًا نَسْتَكْثِرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَلَّهُ] َكْثَرُ وَأَطْيَبُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Zaban ibnu Fa-id, dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas Al-Juhani, dari ayahnya, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Barang siapa membaca surat Ikhlas sebanyak sepuluh kali, maka Allah membangunkan baginya sebuah gedung di dalam surga. Maka Umar berkata, "Kalau demikian, kami akan memperbanyak bacaannya, hai Rasulullah." Rasulullah Saw. menjawab, "Allah akan membalasnya dengan pahala yang lebih banyak dan lebih baik."
Rasulullah Saw. telah bersabda pula:
مَنْ قَرَأَ أَلْفَ آيَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، كُتب يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ، وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا، إِنْ شَاءَ اللَّهُ. وَمَنْ حَرَسَ مِنْ وَرَاءِ الْمُسْلِمِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مُتَطَوِّعًا لَا بِأُجْرَةِ سُلْطَانٍ، لَمْ يَرَ النَّارَ بِعَيْنَيْهِ إِلَّا تَحِلَّةَ الْقَسَمِ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا} وَإِنَّ الذِّكْرَ فِي سَبِيلِ [اللَّهِ] يُضْعفُ فَوْقَ النَّفَقَةِ بِسَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ". وَفِي رِوَايَةٍ: "بِسَبْعِمِائَةِ أَلْفِ ضِعْفٍ"
Barang siapa yang membaca seribu ayat di jalan Allah, maka kelak di hari kiamat ia akan dikumpulkan bersama para nabi, para siddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh; mereka adalah sebaik-baik teman, insya Allah. Dan barang siapa yang menjaga tapal batas untuk melindungi kaum muslim (dari serangan musuh) di jalan allah secara suka rela, bukan karena mendapat upah dari sultan, niscaya ia tidak akan melihat neraka kecuali hanya dalam waktu yang sebentar. Allah Swt. telah berfirman: Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71) Dan sesungguhnya berzikir di jalan Allah, pahalanya dilipatgandakan tujuh ratus kali membelanjakan harta di jalan Allah. Menurut riwayat yang lain adalah tujuh ratus ribu kali lipatnya.
وَرَوَى أَبُو دَاوُدَ، عَنْ أَبِي الطَّاهِرِ، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَيُّوبَ [وَسَعِيدِ بْنِ أَبِي أَيُّوبَ] كِلَاهُمَا عَنْ زَبَّانَ، عَنْ سَهْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الصَّلَاةَ وَالصِّيَامَ وَالذِّكْرَ تُضَاعَفُ عَلَى النَّفَقَةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِسَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ"
Abu Daud telah meriwayatkan dari Abut Tahir, dari Ibnu Wahb dan Yahya ibnu Ayyub; keduanya dari Zaban, dari Sahl, dari ayahnya, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya membaca salawat untukku, puasa, dan berzikir, pahalanya dilipatgandakan lebih dari membelanjakan harta di jalan Allah dengan tujuh ratus kali lipat.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71) Bahwa yang dimaksud dengan wurud ialah melaluinya.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidak ada seorang pun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. (Maryam: 71) Yang dimaksud dengan mendatangi neraka bagi kaum muslim ialah melewati jembatan yang terpancang di antara kedua tepinya, sedangkan yang dimaksud dengan mendatangi bagi kaum musyrik ialah memasuki­nya. Dan Nabi Saw. telah bersabda:
"الزَّالُّونَ وَالزَّالَّاتُ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ، وَقَدْ أَحَاطَ بِالْجِسْرِ يَوْمَئِذٍ سِمَاطان مِنَ الْمَلَائِكَةِ، دُعَاؤُهُمْ: يَا أَللَّهُ سَلِّمْ سَلِّمْ"
Laki-laki dan wanita yang terpeleset pada hari itu banyak sekali, pada hari itu jembatan tersebut dikepung oleh dua barisan malaikat yang dalam doanya mengatakan, "Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah.”
As-Saddi telah meriwayatkan dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. (Maryam: 71) Makna yang dimaksud ialah sumpah yang wajib dilaksanakan.
Menurut Mujahid, kemestian yang sudah ditetapkan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Juraij.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا}
Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa. (Maryam: 72)
Yakni apabila semua makhluk melewati neraka dan orang-orang kafir, serta orang-orang ahli maksiat terjerumus ke dalamnya sesuai dengan amal perbuatan mereka, maka Allah menyelamatkan orang-orang mukmin yang bertakwa dari neraka sesuai dengan amal perbuatannya. Mereka melewati sirat dengan kecepatan yang berbeda-beda sesuai dengan amal perbuatan masing-masing selama mereka di dunia.
Kemudian diberikan syafaat terhadap orang-orang yang berdosa besar dari kalangan kaum mukmin. Maka para malaikat, para nabi, dan orang-orang mukmin memberikan syafaatnya kepada mereka sehingga dikeluarkan dari neraka sejumlah besar makhluk yang telah hangus di makan api neraka, kecuali wajah mereka, yaitu anggota badan mereka yang dipakai sujud dalam salat. Mereka di keluarkan dari api neraka secara prioritas sesuai dengan kadar iman yang ada di dalam kalbu mereka. Orang-orang yang mula-mula dikeluarkan dari neraka ialah orang yang di dalam hatinya terdapat iman seberat uang dinar, kemudian menyusu! orang yang imannya lebih kecil daripada itu. Demikianlah seterusnya hingga dikeluarkan dari neraka orang-orang yang di dalam hatinya masih  terdapat iman yang kadarnya lebih kecil daripada semut yang paling kecil. Setelah itu Allah mengeluarkan dari neraka orang yang pada suatu hari dari usianya pernah mengucapkan kalimah, "Tiada Tuhan selain Allah", sedangkan dia tidak pernah beramal kebaikan barang sekalipun. Setelah itu tidak ada lagi yang tertinggal di dalam neraka kecuali hanya orang-orang yang menjadi penghuni tetapnya untuk selama-lamanya. Seperti yang telah disebutkan oleh hadis-hadis sahih dari Rasulullah Saw. Karena itulah disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا}
Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut. (Maryam: 72)

Maryam, ayat 73-74

{وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا أَيُّ الْفَرِيقَيْنِ خَيْرٌ مَقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا (73) وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هُمْ أَحْسَنُ أَثَاثًا وَرِئْيًا (74) }
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang (maksudnya), niscaya orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, "Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan(nya)?” Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka sedangkan mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata.
Allah Swt. menyebutkan ciri khas orang-orang kafir saat dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah yang jelas maksudnya dan terang hujah dan bukti kebenarannya, bahwa mereka ingkar dan berpaling darinya. Mereka juga bersikap angkuh dan sombong terhadap orang-orang, mukmin, seraya mengemukakan alasan yang menguatkan kebenaran agama mereka yang batil, bahwa mereka:
{خَيْرٌ مَقَامًا وأَحْسَنُ نَدِيًّا}
lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan (nya). (Maryam: 73)
Yakni lebih baik serta lebih mewah tempat-tempat tinggalnya dan lebih baik tempat pertemuannya. Yang dimaksud dengan nadiyyan ialah tempat berkumpulnya kaum lelaki. Dengan kata lain. orang-orang kafir itu merasa bahwa tempat pertemuan mereka lebih ramai dikunjungi oleh orang. Yakni apakah kami yang dalam keadaan demikian dikatakan berada dalam jalan yang batil, sedangkan mereka (orang-orang mukmin) yang sedang bersembunyi di dalam perumahan Al-Arqam ibnu Abul Arqam dan rumah-rumah jelek lainnya merasa benar? Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِ}
Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, "Kalau sekiranya dia (Al-Qur'an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya.” (Al-Ahqaf: 11)
Dan firman Allah Swt. menceritakan perkataan kaum Nuh:
{أَنُؤْمِنُ لَكَ وَاتَّبَعَكَ الأرْذَلُونَ}
Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina? (Asy-Syu'ara: 111)
Demikian pula firman Allah Swt. yang menyebutkan:
{وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لِيَقُولُوا أَهَؤُلاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ}
Dan demikianlah telah Kami uji sebagian mereka (orang-orang yang kaya) dengan sebagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata, "Orang-orang semacam inilah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah kepada mereka?” (Allah berfirman), "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?” (Al-An'am: 53)
Karena itulah dalam ayat berikut ini Allah berfirman menjawab tuduhan mereka yang tidak benar:
{وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ}
Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka. (Maryam: 74)
Yakni sudah berapa banyak generasi dan umat yang mendustakan telah Kami binasakan disebabkan kekafiran mereka.
{هُمْ أَحْسَنُ أَثَاثًا وَرِئْيًا}
sedangkan mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata. (Maryam: 74)
Maksudnya mereka memiliki harta yang lebih baik, perabotannya mewah, dan penampilan serta gaya hidup mereka lebih baik.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Zabyan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan (nya). (Maryam: 73) Maqaman artinya tempat tinggal, an-nadiy artinya tempat pertemuan, al-asas artinya perabotan dan barang-barang, sedangkan ar-ri-ya artinya penampilan.
Al-Aufi telah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa al-maqam artinya rumah, an-nadiy artinya tempat pertemuan, kesenangan, dan kemewahan hidup yang dimiliki oleh mereka. Pengertian ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. tentang kaum Fir'aun saat Allah membinasakan mereka melalui firman-Nya:
{كَمْ تَرَكُوا مِنْ جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ وَزُرُوعٍ وَمَقَامٍ كَرِيمٍ}
Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah. (Ad-Dukhan: 25-26)
Maqam adalah tempat tinggal dan kemewahan, an-nadiy artinya tempat pertemuan mereka. Allah Swt. menceritakan kepada Rasul-Nya kisah kaum Lut:
{وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ}
dan (kalian) mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuan kalian? (Al-'Ankabut: 29)
Orang-orang Arab menamakan tempat pertemuan mereka dengan sebutan nadi (klub).
Qatadah mengatakan bahwa ketika orang-orang musyrik melihat sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw. hidupnya miskin dan penampilan mereka sangat sederhana, maka orang-orang musyrik menjawab Al-Qur'an yang mereka dengar dengan ucapan mereka: Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah pertemuan (nya)? (Maryam: 73)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Ad-Dahhak. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa asas artinya harta benda, ada yang mengartikan pakaian, ada pula yang mengartikannya perabotan; sedangkan ar-ri-ya diartikan penampilan, seperti yang telah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Mujahid serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, yang dimaksud dengan ar-ri-ya ialah rupa. Hal yang sama telah dikatakan oleh Malik, bahwa makna yang dimaksud ialah lebih banyak hartanya dan lebih indah rupanya. Tetapi pada garis besarnya semua makna sehubungan dengan takwil ayat ini berdekatan dan semuanya benar.

Maryam, ayat 75

{قُلْ مَنْ كَانَ فِي الضَّلالَةِ فَلْيَمْدُدْ لَهُ الرَّحْمَنُ مَدًّا حَتَّى إِذَا رَأَوْا مَا يُوعَدُونَ إِمَّا الْعَذَابَ وَإِمَّا السَّاعَةَ فَسَيَعْلَمُونَ مَنْ هُوَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضْعَفُ جُنْدًا (75) }
Katakanlah, "Barang siapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya; sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepadanya, baik siksa maupun kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah penolong-penolongnya.”
Allah Swt. berfirman kepadaNabi-Nya Saw.:
{قُلْ}
Katakanlah! (Maryam: 75)
Hai Muhammad, kepada orang-orang yang mempersekutukan Tuhannya lagi mengakui bahwa dirinya benar, sedangkan kamu dalam jalan yang batil:
{مَنْ كَانَ فِي الضَّلالَةِ}
Barang siapa yang berada di dalam kesesatan. (Maryam: 75)
Dari kami dan kalian.
{فَلْيَمْدُدْ لَهُ الرَّحْمَنُ مَدًّا}
maka biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya. (Maryam: 75)
Yakni semoga Tuhan Yang Maha Pemurah menangguhkan azab terhadapnya hingga ia menghadap kepada-Nya dan ajalnya habis, lalu tempat kembalinya:
{إِمَّا الْعَذَابَ}
Baik siksaan. (Maryam: 75)
yang akan menimpanya.
{وَإِمَّا السَّاعَةَ}
maupun kiamat. (Maryam: 75)
yang datang kepadanya secara tiba-tiba.
{فَسَيَعْلَمُونَ} حِينَئِذٍ {مَنْ هُوَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضْعَفُ جُنْدًا}
maka mereka akan mengetahui (saat itu) siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemahpenolong-penolongnya. (Maryam: 75)
Untuk membuktikan alasan mereka yang mengakui dirinya mempunyai kedudukan yang lebih baik dan tempat pertemuan yang lebih mewah.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya. (Maryam: 75) Yaitu hendaknyalah Allah membiarkan dia berada dalam kesesatannya.
Demikianlah menurut takwil yang telah ditetapkan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir rahimahullah.
Kalimat ini merupakan mubahalah terhadap orang-orang musyrik yang mengakui bahwa dirinya berada dalam jalan petunjuk. Semakna dengan mubahalah yang ditujukan terhadap orang-orang Yahudi seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ}
Katakanlah, "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kalian mendakwakan bahwa sesungguhnya kalian sajalah kekasih Allah, bukan manusia-manusia yang lain. Maka harapkanlah kematian kalian, jika kalian adalah orang-orang yang benar.” (Al-Jumu'ah: 6)
Maksudnya, harapkanlah kematian semoga menimpa kami atau kalian, jika kalian mengaku bahwa diri kalian berada dalam jalan yang benar. Sesungguhnya doa ini tidak akan menimpakan mudarat terhadap diri kalian. Akan tetapi, mereka tidak mau mengatakannya.
Pembahasan mengenainya telah disebutkan dengan panjang lebar di dalam tafsir surat Al-Baqarah.
Sama juga dengan mubahalah yang ditujukan kepada orang-orang Nasrani yang disebutkan di dalam surat Ali Imran, saat mereka bertekad untuk tetap pada kekafirannya dan kesesatan serta pengakuannya yang berlebih-lebihan terhadap Isa putra Maryam. Mereka mengatakannya sebagai anak Allah, padahal Allah telah menyebutkan bukti dan hujah-Nya yang mengatakan akan kehambaan Isa, dan bahwa dia adalah makhluk Adami. Allah Swt. berfirman mengenainya:
{فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ}
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kalian), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri-diri kami dan diri-diri kalian: kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 61)
Ternyata mereka pun menolak, tidak mau mengucapkannya.

Maryam, ayat 76

{وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ مَرَدًّا (76) }
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.
Setelah Allah menyebutkan pemberian masa tangguh-Nya terhadap orang-orang yang sesat dalam kesesatannya, dan Allah menjadikan mereka bertambah sesat, kemudian Allah menyebutkan bahwa Dia menambah petunjuk kepada orang-orang yang telah mendapat petunjuk, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِذَا مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا}
Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, "Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?” (At-Taubah: 124), hingga akhir ayat berikutnya.
Adapun firman Allah Swt.:
{وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ}
Dan amal-amal saleh yang kekal itu. (Maryam: 76)
Tafsir mengenainya telah disebutkan di dalam surat Al-Kahfi berikut hadis-hadis yang membahas tentangnya.
{خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا}
lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu. (Maryam: 76)
Maksudnya, lebih baik balasan pahalanya.
{وَخَيْرٌ مَرَدًّا}
dan lebih baik kesudahannya. (Maryam: 76)
Yakni lebih baik akibat dan kesudahannya bagi orang yang mengerjakan­nya.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ رَاشِدٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: جَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ، فَأَخَذَ عُودًا يَابِسًا فَحَطَّ وَرَقَهُ ثُمَّ قَالَ: "إِنَّ قَوْلَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، تَحُطُّ الْخَطَايَا كَمَا تَحُطُّ وَرَقَ هَذِهِ الشَّجَرَةِ الرِّيحُ ، خُذْهُنَّ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ قَبْلَ أَنْ يُحَالَ بَيْنَكَ وَبَيْنَهُنَّ، هُنَّ الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ، وَهُنَّ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ" قَالَ أَبُو سَلَمَةَ: فَكَانَ أَبُو الدَّرْدَاءِ إِذَا ذَكَرَ هَذَا الْحَدِيثَ قَالَ: لَأُهَلِّلَنَّ اللَّهَ، وَلَأُكَبِّرَنَّ اللَّهَ، وَلَأُسَبِّحَنَّ اللَّهَ، حَتَّى إِذَا رَآنِي الْجَاهِلُ حَسِبَ أَنِّي مَجْنُونٌ
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar ibnu Rasyid, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman yang mengatakan bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. duduk, lalu memungut sebatang kayu yang telah kering dan membuang dedaunannya, kemudian bersabda: Sesungguhnya ucapan, "Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha­besar, Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah, "dapat menggugurkan dosa-dosa sebagaimana angin menggugurkan dedaunan pohon (yang telah kering) ini. Ambillah olehmu, hai Abu Darda, sebelum kamu dihalang-halangi untuk dapat mengucapkan­nya. Kalimat-kalimat ini merupakan amal-amal saleh yang kekal, dan ia merupakan perbendaharaan surga. Abu Salamah mengatakan bahwa Abu Darda apabila teringat akan hadis ini, ia mengatakan, "Sungguh aku akan membaca tahlil, takbir, dan tasbih kepada Allah Swt. hingga orang yang tidak mengerti mendugaku sebagai orang gila."
Makna lahiriah hadis ini menunjukkan bahwa hadis berpredikat mursal, tetapi barangkali yang mursal berasal dari riwayat Abu Salamah dari Abu Darda. Hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
Demikianlah menurut apa yang terdapat di dalam Sunan Ibnu Majah melalui hadis Abu Mu'awiyah, dari Umar ibnu Rasyid, dari Yahya, dari Abu Salamah, dari Abu Darda, lalu disebutkan hadis yang semisal.

Maryam, ayat 77-80

{أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لأوتَيَنَّ مَالا وَوَلَدًا (77) أَطَّلَعَ الْغَيْبَ أَمِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا (78) كَلا سَنَكْتُبُ مَا يَقُولُ وَنَمُدُّ لَهُ مِنَ الْعَذَابِ مَدًّا (79) وَنَرِثُهُ مَا يَقُولُ وَيَأْتِينَا فَرْدًا (80) }
Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, "Pasti aku akan diberi harta dan anak.” Adakah ia melihat yang gaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah? Sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar-benar Kami akan memperpanjang azab untuknya, dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Muslim, dari Masruq, dari Khabbab ibnul Art yang mengatakan bahwa ia adalah seorang pandai besi, dan ia mengutangkan sesuatu kepada Al-As ibnu Wa-il. Lalu ia datang untuk menagihnya, tetapi Al-As berkata, "Demi Tuhan, aku tidak akan membayarmu sebelum kamu kafir kepada Muhammad." Maka Khabbab berkata,"Tidak, demi Allah, aku tidak akan kafir kepada Muhammad sampai kamu mati pun, kemudian kamu dibangkitkan." Al-As ibnu Wa-il mengatakan, "Kalau demikian, biarlah saya mati, lalu saya dibangkitkan dan kamu datang kepadaku, karena saat itu aku mempunyai harta dan anak, dan aku akan membayarmu." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, "Pasti aku akan diberi harta dan anak.” (Maryam: 77) Sampai dengan firman-Nya: dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri. (Maryam: 80)
Imam Bukhari dan Imam Muslim serta lain-lainnya mengetengahkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Menurut lafaz hadis yang ada pada Imam Bukhari, ia adalah seorang pandai besi di Mekkah. Lalu ia membuat sebilah pedang pesanan Al-As ibnu Wa-il. Setelah selesai, ia datang untuk menagihnya, hingga akhir hadis. Di dalamnya disebutkan firman Allah Swt.: atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah? (Maryam: 78)
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Al-A'masy, dari Abud-Duha, dari Masruq yang mengatakan, Khabbab ibnul Art pernah mengatakan bahwa ia dahulu adalah seorang pandai besi di Mekah. Ia mengerjakan sesuatu milik Al-As ibnu Wa-il. Setelah pekerjaan selesai dan ongkosnya masih kurang sejumlah banyak uang dirham, maka ia datang untuk menagihnya. Tetapi Al-As ibnu Wa-il mengatakan kepadanya, "Aku tidak mau membayarmu sebelum kamu mau kafir kepada Muhammad." Maka ia menjawab, "Aku tidak akan kafir kepada Muhammad sampai kamu mati pun, lalu dibangkitkan kembali." Al-As ibnu Wa-il berkata, "Apabila aku dibangkitkan lagi, aku pasti beroleh harta dan anak." Khabbab ibnul Art menceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Maka apakah kamu telah melihat orang kafir kepada ayat-ayat Kami. (Maryam: 77), hingga beberapa ayat berikutnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya ada sejumlah sahabat Rasulullah Saw. yang menagih utang kepada Al-As ibnu Wa-il As-Sahmi. Mereka datang kepadanya untuk menagihnya, maka Al-As berkata, "Bukankah kalian percaya bahwa di dalam surga terdapat emas dan perak, kain sutra, dan segala macam buah-buahan?" Mereka menjawab, "Memang benar." Al-As berkata, "Maka sesungguhnya janji untuk membayar kalian nanti di akhirat. Demi Tuhan, aku benar-benar akan diberi harta dan anak, dan aku benar-benar akan diberi seperti kitab yang ada pada kalian." Maka Allah menjawabnya melalui firman-Nya: Maka apakah kamu telah melihat orang kafir kepada ayat-ayat Kami. (Maryam: 77) sampai dengan firman-Nya: dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri. (Maryam: 80)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah serta lain-lainnya, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-As ibnu Wa-il.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لأوتَيَنَّ مَالا وَوَلَدًا}
Pasti aku akan diberi harta dan anak. (Maryam: 77)
Sebagian ulama qiraat membacanya waladan, sedangkan sebagian lainnya membacanya dengan wuldan, tetapi kedua lafaz mempunyai makna yang sama, Ru'bah seorang penyair mengatakan dalam salah satu bait syairnya:
الحمْدُ للهِ الْعَزِيزِ فَرْدًا ... لَمْ يَتَّخِذْ مِنْ وُلْد شَيْءٍ وُلْدا
Segala puji bagi Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Esa, Dia tidak beranak.
Al-Haris ibnu Halzah mengatakan dalam salah satu bait syairnya:
وَلَقَد رأيتُ معَاشرًا ... قَدْ تمرُوا مَالًا وَولْدا
Sesungguhnya aku telah menyaksikan banyak orang yang mempunyai harta dan anak yang sangat banyak.
Seorang penyair lainnya mengatakan:
فَلَيت فُلانًا كانَ فِي بَطْن أُمِّهِ ... وَليتَ فُلانًا كَانَ وُلْد حِمَار
Aduhai, sekiranya si Fulan tetap berada di dalam perut ibunya. Aduhai, seandainya si Fulan adalah anak keledai.
Menurut pendapat yang lain, wuldan adalah bentuk jamak; sedangkan kalau dibaca waladun adalah bentuk tunggal, hal ini menurut dialek Bani Qais.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَطَّلَعَ الْغَيْبَ}
Adakah ia melihat yang gaib. (Maryam: 78)
Kalimat ayat ini merupakan bantahan terhadap orang yang mengatakan apa yang disitir oleh firman-Nya:
{لأوتَيَنَّ مَالا وَوَلَدًا}
Pasti aku akan diberi harta dan anak. (Maryam: 77)
Yakni kelak di hari kiamat. Dia memberitahukan apa yang bakal diperolehnya di hari akhirat nanti, menurut dakwaan sendiri, sehingga ia berani bersumpah menyatakan hal tersebut dan menganggapnya sebagai suatu kepastian.
{أَمِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا}
atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah? (Maryam: 78)
Yaitu apakah dia telah membuat suatu janji dengan Allah, bahwa Allah pasti akan memberinya hal tersebut?
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan melalui hadis Imam Bukhari, bahwa yang dimaksud dengan ahdan ialah janji.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Adakah ia melihat yang gaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah? (Maryam: 78) Bahwa yang dimaksud ialah kalimat, "Tidak ada Tuhan selain Allah," yang karenanya maka ia berharap akan mendapat hal tersebut.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 87) Bahwa yang dimaksud ialah persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, lalu Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi membacakan firman-Nya: kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 87)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{كَلا سَنَكْتُبُ مَا يَقُولُ}
sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan. (Maryam: 79)
Kalla, lafaz yang menunjukkan makna tolakan terhadap kalimat sebelumnya dan sekaligus mengukuhkan kalimat yang sesudahnya. Yakni orang yang meminta demikian dan memastikan bagi dirinya apa yang diangan-angankannya itu, sedangkan ia ingkar kepada Allah Yang Maha-agung.
{وَنَمُدُّ لَهُ مِنَ الْعَذَابِ مَدًّا}
dan benar-benar Kami akan memperpanjang azab untuknya. (Maryam: 79)
Yakni kelak di hari akhirat atas ucapannya itu dan keingkarannya terhadap Allah Swt. ketika di dunia.
{وَنَرِثُهُ مَا يَقُولُ}
dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu. (Maryam: 80)
Maksudnya, harta benda dan anak-anaknya akan Kami rampas; kebalikan dari apa yang telah ia katakan, bahwa dirinya akan mendapat harta dan anak kelak di akhirat selain dari apa yang diperolehnya saat di dunia. Maka di akhirat kelak semuanya itu akan dirampas darinya, di samping ia akan mendapat tuntutan dari orang yang memberikan utang kepadanya saat di dunia. Karena itulah Allah Swt. berfirman dalam firman selanjutnya:
{وَيَأْتِينَا فَرْدًا}
dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri. (Maryam: 80)
Yaitu tanpa membawa harta dan anak.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu. (Maryam: 80) Yaitu Kami akan mewarisinya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu. (Maryam: 80) Yakni, harta benda dan anak-anaknya. Orang yang dimaksud adalah Al-As ibnu Wa-il.
Abdur-Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu. (Maryam: 80) Yakni akan mengambil semua yang menjadi miliknya, yaitu yang disebutkan di dalam firman-Nya: Pasti aku akan diberi harta dan anak. (Maryam: 77)
Menurut qiraat Ibnu Mas'ud disebutkan "وَنَرِثُهُ مَا عِنْدَهُ".
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri. (Maryam: 80) Yaitu ia datang dengan tidak membawa harta dan anak.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu. (Maryam: 80) Yakni semua yang ia himpunkan selama di dunia dan semua yang ia amalkan. Selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya: dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri. (Maryam: 80) Artinya, sendirian tanpa hal yang ia dakwakan itu, baik sedikit ataupun banyak.

Maryam, ayat 81-84

{وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لِيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا (81) كَلا سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا (82) أَلَمْ تَرَ أَنَّا أَرْسَلْنَا الشَّيَاطِينَ عَلَى الْكَافِرِينَ تَؤُزُّهُمْ أَزًّا (83) فَلا تَعْجَلْ عَلَيْهِمْ إِنَّمَا نَعُدُّ لَهُمْ عَدًّا (84) }
Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka, sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka. Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirimkan setan-setan itu kepada orang-orang kafir untuk mengasung mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh? Maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksa terhadap mereka, karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti.
Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang kafir yang musyrik terhadap Tuhan mereka, bahwa mereka menjadikan sembahan-sembahan selain dari Allah sebagai tuhan-tuhan mereka. Yang dengan tuhan-tuhan itu mereka membanggakan dirinya dan meminta pertolongan kepadanya.
Kemudian Allah Swt. menceritakan bahwa duduk perkaranya tidaklah seperti apa yang mereka duga, bahkan apa yang mereka harapkan itu tidak ada sama sekali dan kosong belaka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{كَلا سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ}
sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya. (Maryam: 82)
Yakni kelak di hari kiamat akan terjadi pengingkaran itu.
{وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا}
dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka. (Maryam: 82)
Yaitu bersikap berbeda dengan apa yang didugakan oleh mereka terhadap sembahan-sembahannya. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya:
{وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ. وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ }
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka? Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat), niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka. (Al-Ahqaf: 5-6)
Abu Nuhaik membaca ayat ini dengan bacaan berikut: "كُلٌّ سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ"artinya: Masing-masing dari sembahan mereka akan mengingkari penyembahan mereka.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya. (Maryam: 82) Yakni berhala-berhala sembahan mereka akan mengingkari penyembahan mereka.
Firman Allah Swt.:
{وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا}
dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka. (Maryam: 82)
Yaitu bersikap berbeda dengan apa yang diharap-harapkan oleh mereka dari sembahan-sembahannya.
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka. (Maryam: 82) Bahwa makna diddan ialah a'wanan, yakni menjadi teman-teman mereka.
Mujahid mengatakan bahwa sembahan-sembahan itu kelak di hari kiamat akan menjadi lawan mereka yang mendebat dan mendustakan pemujaan-pemujaan mereka terhadapnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka. (Maryam: 82) Bahwa yang dimaksud dengan diddan ialah teman-teman,
Qatadah mengatakan bahwa sembahan-sembahan itu akan menjadi teman-teman mereka di dalam neraka; sebagian dari mereka melaknat dan mengingkari sebagian yang lainnya.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka. (Maryam: 82) Bahwa sembahan-sembahan itu kelak di hari kiamat akan menjadi musuh-musuh mereka yang sangat sengit.
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka. (Maryam: 82) Bahwa sembahan-sembahan itu kelak akan menjadi musuh mereka.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa ad-diddu artinya malapetaka.
Ikrimah mengatakan bahwa ad-diddu artinya penyesalan.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَلَمْ تَرَ أَنَّا أَرْسَلْنَا الشَّيَاطِينَ عَلَى الْكَافِرِينَ تَؤُزُّهُمْ أَزًّا}
Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim setan-setan itu kepada orang-orang kafir untuk mengasung mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh? (Maryam: 83)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setan-setan itu menyesatkan mereka.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu  Abbas, bahwa setan-setan itu mengobarkan semangat mereka untuk memusuhi Nabi Muhammad dan para sahabatnya.
Mujahid mengatakan, setan-setan itu mengasung mereka dengan sungguh-sungguh.
Menurut Qatadah, setan-setan itu dengan sungguh-sungguh memberikan semangat kepada mereka untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan durhaka terhadap Allah Swt.
Sedangkan Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa setan-setan itu membujuk mereka dengan godaan yang menggiurkan dan mengobarkan semangat mereka.
Dan menurut As-Saddi, setan-setan itu menyesatkan mereka dengan sebenar-benarnya.
Abdur Rahman ibnu Zaid mengatakan bahwa ayat ini semakna dengan apa yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ}
Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan); maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (Az-Zukhruf: 36)
Adapun firman Allah Swt.:
{فَلا تَعْجَلْ عَلَيْهِمْ إِنَّمَا نَعُدُّ لَهُمْ عَدًّا}
maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksa terhadap mereka, karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti. (Maryam: 84)
Maksudnya, janganlah kamu terburu-buru —hai Muhammad—meminta kepada Allah agar azab-Nya segera ditimpakan kepada mereka.
{إِنَّمَا نَعُدُّ لَهُمْ عَدًّا}
karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti. (Maryam: 84)
Yakni sesungguhnya Kami sengaja menangguhkan mereka hanya sampai waktu yang tertentu lagi dipastikan, dan mereka pasti akan mendapat azab Allah dan pembalasan-Nya. Allah Swt. telah berfirman dalam ayat yang lain:
{وَلا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ}
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. (Ibrahim: 42), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.:
{فَمَهِّلِ الْكَافِرِينَ أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا}
Karena itu, beri tangguhlah orang-orang kafir itu, yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar. (Ath-Thariq: 17)
{إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا}
Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka. (Ali Imran: 178)
{نُمَتِّعُهُمْ قَلِيلا ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ إِلَى عَذَابٍ غَلِيظٍ}
Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras. (Luqman: 24)
Serta firman Allah Swt.:
{قُلْ تَمَتَّعُوا فَإِنَّ مَصِيرَكُمْ إِلَى النَّارِ}
Katakanlah, "'Bersenang-senanglah kalian, karena sesungguhnya tempat kembali kalian ialah neraka.” (Ibrahim: 30)
As-Saddi mengatakan, sesungguhnya Allah menangguhkan mereka dengan perhitungan yang teliti, yakni hanya beberapa tahun, beberapa bulan, beberapa hari, dan beberapa saat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:  karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti. (Maryam: 84) Yakni Kami beri tangguh mereka selama mereka hidup di dunia saja.

Maryam, ayat 85-87

{يَوْمَ نَحْشُرُ الْمُتَّقِينَ إِلَى الرَّحْمَنِ وَفْدًا (85) وَنَسُوقُ الْمُجْرِمِينَ إِلَى جَهَنَّمَ وِرْدًا (86) لَا يَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ إِلا مَنِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا (87) }
(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat, dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam dalam keadaan dahaga. Mereka tidak dapat memberi syafaat, kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.
Allah Swt. menceritakan tentang kekasih-kekasih-Nya, yaitu orang-orang yang bertakwa yang takut kepada-Nya ketika di dunia dan mengikuti rasul-rasul-Nya serta membenarkan berita yang disampaikan oleh mereka, juga taat kepada apa yang diperintahkan oleh para rasul kepada mereka serta menjauhi apa yang dilarang oleh mereka. Allah menyebutkan bahwa mereka pada hari kiamat akan dikumpulkan sebagai perutusan yang terhormat menghadap kepada-Nya. Mereka menghadap kepada Allah sebagai perutusan dengan mengendarai kendaraan yang terbuat dari nur kendaraan akhirat; mereka datang ke hadirat Tuhan Yang Mahamulia, sedangkan Tuhan Yang Maha Pemurah rida kepada mereka.
Adapun orang-orang yang berdosa (yaitu mereka yang mendustakan para rasul dan menentangnya), maka sesungguhnya mereka digiring secara paksa menuju ke neraka. Disebutkan oleh firman-Nya bahwa mereka digiring ke neraka dalam keadaan dahaga. Demikianlah menurut pendapat Ata, Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan yang lainnya. Dan pada saat itu juga dikatakan:
{أَيُّ الْفَرِيقَيْنِ خَيْرٌ مَقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا}
Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik dan lebih indah tempat pertemuan(nya). (Maryam: 73)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Khalid, dari Amr ibnu Qais Al-Mala-i, dari Ibnu Marzuq sehubungan dengan firman Allah Swt.: (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Bahwa orang mukmin saat bangkit dari kuburnya disambut oleh utusan yang sangat indah rupanya dan sangat harum baunya. Maka ia bertanya, "Siapakah kamu?" Utusan menjawab, "Tidakkah kamu mengenalku?" Ia berkata, "Tidak, mengapa Allah menjadikan baumu sangat harum dan rupamu sangat indah?" Utusan menjawab, "Aku adalah amal perbuatanmu yang saleh. Selama kamu di dunia, kamu telah melakukan amal yang indah dan harum; dan inilah hasilnya. Selama di dunia aku manaikimu. Sekarang tibalah saatnya bagimu untuk menaikiku, naikilah aku." Maka orang mukmin itu menaikinya. Yang demikian itu adalah maksud dari firman-Nya:  (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85)
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:  (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Bahwa yang dimaksud dengan wafdan ialah berkendaraan.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi, dari Sa'id, dari Ismail, dari seorang lelaki, dari Abu Hurairah, tentang firman-Nya:  (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Bahwa mereka datang menghadap dengan berkendaraan unta. Ibnu Juraij mengatakan, mereka datang menghadap dengan mengendarai unta-unta yang baik. As-Sauri mengatakan, mengendarai unta muda.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:  (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Yakni mereka digiring memasuki surga.
Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan di dalam kitab musnad ayahnya, telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Mishar, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami An-Nu'man ibnu Sa'id yang mengatakan bahwa ketika kami sedang berada di majelis Ali ibnu Abu Talib r.a. dan ia membaca firman Allah Swt.:  (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Maka Ali r.a. berkata, "Tidak, demi Allah, mereka digiring bukan dengan jalan kaki. Utusan tidak akan digiring dengan jalan kaki, melainkan dengan mengendarai unta yang sangat indah; di punggung unta-unta itu terdapat pelana yang terbuat dari emas, lalu mereka menaiki unta-unta itu hingga sampai di depan pintu-pintu surga."
Hal yang sama telah diriwayatkan o'eh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir melalui hadis Abdur Rahman ibnu Ishaq Al-Madani dengan sanad yang sama. Hanya di dalam riwayat ini ditambahkan bahwa pada punggung unta-unta itu terdapat pelana yang terbuat dari emas, dan tali kendalinya dari zabarjad. Sedangkan teks asar lainnya sama dengan yang di atas.
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan makna ayat ini telah meriwayat­kan sebuah hadis yang garib sekali secara marfu' dari Ali. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ النَّهْدِيُّ، حَدَّثَنَا مَسْلَمَةُ بْنُ جَعْفَرٍ البَجَلي، سَمِعْتُ أَبَا مُعَاذٍ الْبَصْرِيَّ قَالَ: إِنَّ عَلِيًّا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: {يَوْمَ نَحْشُرُ الْمُتَّقِينَ إِلَى الرَّحْمَنِ وَفْدًا} فَقَالَ: مَا أَظُنُّ الْوَفْدَ إِلَّا الرَّكْبَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهُمْ إِذَا خَرَجُوا مِنْ قُبُورِهِمْ يُسْتَقْبَلُونَ -أَوْ: يُؤْتَوْنَ-بِنُوقٍ بِيضٍ لَهَا أَجْنِحَةٌ، وَعَلَيْهَا رِحَالُ الذَّهَبِ، شُرُك نِعَالِهِمْ نُورٌ يَتَلَأْلَأُ كُلُّ خَطْوَةٍ مِنْهَا مَدُّ الْبَصَرِ، فَيَنْتَهُونَ إِلَى شَجَرَةٍ يَنْبُعُ مَنْ أَصِلُهَا عَيْنَانِ، فَيَشْرَبُونَ مِنْ إِحْدَاهُمَا، فَتَغْسِلُ مَا فِي بُطُونِهِمْ مَنْ دَنَسٍ، وَيَغْتَسِلُونَ مِنَ الْأُخْرَى فَلَا تَشْعَثُ أَبْشَارُهُمْ وَلَا أَشْعَارُهُمْ بَعْدَهَا أَبَدًا، وَتَجْرِي عَلَيْهِمْ نَضْرَةُ النَّعِيمِ، فَيَنْتَهُونَ أَوْ: فَيَأْتُونَ بَابَ الْجَنَّةِ، فَإِذَا حَلْقَةٌ مِنْ يَاقُوتَةٍ حَمْرَاءَ عَلَى صَفَائِحِ الذَّهَبِ، فَيَضْرِبُونَ بِالْحَلْقَةِ عَلَى الصَّفِيحَةِ فَيُسْمَعُ لَهَا طَنِينٌ يَا عَلِيُّ، فَيَبْلُغُ كُلَّ حَوْرَاءَ أَنَّ زَوْجَهَا قَدْ أَقْبَلَ، فَتَبْعَثُ قَيِّمَهَا فَيَفْتَحُ لَهُ، فَإِذَا رَآهُ خَرَّ لَهُ -قَالَ مَسْلَمَةُ أُرَاهُ قَالَ: سَاجِدًا-فَيَقُولُ: ارْفَعْ رَأْسَكَ، فَإِنَّمَا أَنَا قَيِّمُكَ، وُكِّلْتُ بِأَمْرِكَ. فَيَتْبَعُهُ وَيَقْفُو أَثَرَهُ، فَتَسْتَخِفُّ الْحَوْرَاءَ الْعَجَلَةُ فَتَخْرُجُ مِنْ خِيَامِ الدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ حَتَّى تَعْتَنِقَهُ، ثُمَّ تَقُولُ: أَنْتَ -حِبّي، وَأَنَا حِبُّكَ، وَأَنَا الْخَالِدَةُ الَّتِي لَا أَمُوتُ، وَأَنَا النَّاعِمَةُ الَّتِي لَا أَبْأَسُ، وَأَنَا الرَّاضِيَةُ الَّتِي لَا أَسْخَطُ، وَأَنَا الْمُقِيمَةُ الَّتِي لَا أَظْعَنُ. فَيَدْخُلُ بَيْتًا مِنْ أُسِّهِ إِلَى سَقْفِهِ مِائَةُ أَلْفِ ذِرَاعٍ، بِنَاؤُهُ عَلَى جَنْدَلِ اللُّؤْلُؤِ طَرَائِقُ: أَصْفَرُ وَأَحْمَرُ وَأَخْضَرُ، لَيْسَ مِنْهَا طَرِيقَةٌ تُشَاكِلُ صَاحِبَتَهَا. وَفِي الْبَيْتِ سَبْعُونَ سَرِيرًا، عَلَى كُلِّ سَرِيرٍ سَبْعُونَ حَشِيَّةً، عَلَى كُلِّ حَشِيَّةٍ سَبْعُونَ زَوْجَةً، عَلَى كُلِّ زَوْجَةٍ سَبْعُونَ حُلَّةً، يُرَى مُخُّ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ الْحُلَلِ، يَقْضِي جِمَاعَهَا فِي مِقْدَارِ لَيْلَةٍ مِنْ لَيَالِيكُمْ هَذِهِ. الْأَنْهَارُ مِنْ تَحْتِهِمْ تَطَّرِدُ، أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ -قَالَ: صَافٍ لَا كَدَر فِيهِ -وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ، لَمْ يَخْرُجْ مِنْ ضُرُوعِ الْمَاشِيَةِ، وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ، لَمْ يَعْتَصِرْهَا الرِّجَالُ بِأَقْدَامِهِمْ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى لَمْ يَخْرُجْ مِنْ بُطُونِ النَّحْلِ، فَيَسْتَحْلِي الثِّمَارَ، فَإِنْ شَاءَ أَكَلَ قَائِمًا، وَإِنْ شَاءَ قَاعِدًا، وَإِنْ شَاءَ مُتَّكِئًا، ثُمَّ تَلَا {وَدَانِيَةً عَلَيْهِمْ ظِلالُهَا وَذُلِّلَتْ قُطُوفُهَا تَذْلِيلا} [الْإِنْسَانِ: 14] ، فَيَشْتَهِي الطَّعَامَ، فَيَأْتِيهِ طَيْرٌ أَبْيَضُ، وَرُبَّمَا قَالَ: أَخْضَرُ فَتَرْفَعُ أَجْنِحَتَهَا، فَيَأْكُلُ مِنْ جُنُوبِهَا أَيَّ الْأَلْوَانِ شَاءَ، ثُمَّ تَطِيرُ فَتَذْهَبُ، فَيَدْخَلُ الْمَلَكُ فَيَقُولُ: سَلَامٌ عَلَيْكُمْ: {تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ} [الزُّخْرُفِ: 72] وَلَوْ أَنَّ شَعْرَةً مِنْ شَعْرِ الْحَوْرَاءِ وَقَعَتْ لِأَهْلِ الْأَرْضِ، لَأَضَاءَتِ الشَّمْسُ مَعَهَا سَوَادٌ فِي نُورٍ"
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan Malik ibnu Ismail An-Nahdi, telah menceritakan kepada kami Maslamah ibnu Ja'far Al-Bajali; ia pernah mendengar Abu Mu'az Al-Basri mengatakan bahwa pada suatu hari Ali berada di rumah Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. membaca firman-Nya:  (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat. (Maryam: 85) Maka Ali bertanya, "Wahai Rasulullah, menurut hematku utusan itu tiada lain datang dengan berkendaraan." Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya mereka apabila dibangkitkan dari kuburnya masing-masing langsung disambut oleh unta putih yang bersayap. Di punggung untanya terdapat pelana emas, sedangkan teracaknya adalah nur yang berkilauan cahayanya. Sekali langkah dapat mencapai jarak sejauh mata memandang. Maka sampailah perjalanan mereka di sebuah pohon yang dari akarnya menyumber dua buah mata air, lalu mereka minum dari salah satu mata air itu, dan air itu mencuci semua kotoran yang ada di dalam perut mereka. Kemudian dari mata air lainnya mereka mandi, karena itu kulit dan rambut mereka tidak akan mengalami kekusutan lagi selama-lamanya, dan penampilan mereka menggambarkan kesenangan hidupnya. Setelah itu mereka sampai atau mendatangi pintu surga. Ternyata mereka menjumpai pegangan pintunya berupa yaqut merah, sedangkan daun pintunya emas. Lalu mereka mengetuk pintu itu dengan pegangannya yang bulat, maka terdengarlah suara ketukan yang membunyikan kalimat 'Wahai Tuhan Yang Mahatinggi'. Suara ketukan itu terdengar oleh semua bidadari yang ada di dalam surga, dan para bidadari itu mengetahui bahwa suami-suami mereka telah tiba. Maka bidadari itu menyuruh pelayannya untuk membukakan pintu; saat pintu surga dibuka dan orang mukmin itu melihatnya, maka orang mukmin langsung menyungkur bersujud kepadanya. Maka si pelayan itu berkata, 'Angkatlah mukamu, sesungguhnya saya ini hanyalah pelayanmu, saya disuruh untuk menyambut kedatanganmu.' Kemudian orang mukmin itu mengikutinya, sedangkan bidadari sudah tidak sabar lagi; maka keluarlah ia dari kemah mutiara dan yaqutnya dan langsung menyambut suaminya serta memeluknya seraya berkata, 'Engkau kekasihku dan aku kekasihmu. Aku wanita yang kekal, tidak mati, selalu senang, tidak sengsara; aku wanita yang selalu rela, tidak pernah marah; dan aku wanita yang selalu berada di tempat, tidak pernah bepergian. Maka orang mukmin itu masuk ke dalam sebuah gedung yang tingginya dari bawah sampai atapnya adalah seratus ribu hasta. Bangunannya terbuat dari mutiara yang beraneka ragam; ada yang berwarna merah, kuning, dan hijau, masing-masing darinya mempunyai modelnya sendiri yang berbeda dengan lainnya. Di dalam gedung itu terdapat tujuh puluh pelaminan, di dalam tiap pelaminan terdapat tujuh puluh kasur, setiap kasur diisi oleh tujuh puluh orang istri, setiap orang istri memakai tujuh puluh pakaian; sumsum betisnya kelihatan dari balik pakaiannya. Untuk menyetubuhinya diperlukan waktu yang lamanya sama dengan satu malam dari malam kalian ini. Sungai-sungai mengalir di bawah gedung mereka dengan berbagai macam rasa; ada yang airnya tawar lagi jernih, tidak ada kotoran padanya; ada yang airnya berupa air susu yang tidak berubah rasanya, tetapi bukan dikeluarkan dari tetek ternak; ada yang airnya berupa khamr yang sangat lezat bagi peminumnya, bukan khamr yang diperah oleh injakan kaki manusia; dan ada yang airnya berupa madu yang disaring, bukan madu yang dikeluarkan dari perut lebah. Buah-buahan semuanya masak dan ranum; jika ia menghendaki memakannya dengan berdiri, ia dapat melakukannya, atau sambil duduk atau sambil bersandar, menurut cara yang disukainya." Kemudian Nabi Saw. membaca firman-Nya: Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya. (Al-Insan: 14) Bila ia ingin makan, maka datanglah burung putih kepadanya atau burung hijau, kemudian burung itu mengangkat kedua sayapnya; maka ia dapat makan darinya berbagai jenis makanan yang disukainya. Setelah itu si burung terbang kembali, lalu masuklah malaikat menemuinya dan mengucapkan salam kepadanya, "Assalamu 'alaikum.” Dan itulah surga yang diwariskan kepada kalian disebabkan amal-amal yang dahulu kalian kerjakan. (Al-Zukhruf: 72) Seandainya sebilah rambut bidadari jatuh ke bumi, niscaya matahari dapat menyinari bagian yang tidak terjangkau olehnya berkat rambut bidadari itu.
Demikianlah menurut riwayat ini secara marfu', kami dalam pendahuluan kitab telah meriwayatkannya melalui perkataan sahabat Ali r.a. dengan lafaz yang semisal yang lebih mendekati predikat sahih. Hanya Allah-lah. yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَنَسُوقُ الْمُجْرِمِينَ إِلَى جَهَنَّمَ وِرْدًا}
dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam dalam keadaan dahaga. (Maryam: 86)
Yang dimaksud dengan wirdan ialah itasyan, yakni kehausan.
{لَا يَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ}
Mereka tidak berhak mendapat syafaat. (Maryam: 87)
Yakni tidak ada seorang pun yang memberikan syafaat kepada mereka, sebagaimana sebagian dari orang-orang mukmin memberikan syafaatnya kepada sebagian yang lain. Ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَمَا لَنَا مِنْ شَافِعِينَ * وَلا صَدِيقٍ حَمِيمٍ}
Maka kami tidak mempunyai pemberi syafaat seorang pun dan tidak pula mempunyai teman yang akrab. (Asy-Syu'ara: 100-101)
Adapun firman Allah Swt.:
{إِلا مَنِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا}
kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan yang Maha Pemurah. (Maryam: 87)
Istisna dalam ayat ini munqati', yakni hanya orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah sajalah yang beroleh syafaat dan pertolongan. Perjanjian tersebut berupa kesaksiannya yang mengata­kan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, lalu ia mengamalkan hak dari kalimah tersebut.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 87) Bahwa yang dimaksud dengan perjanjian ini ialah kesaksiannya yang mengatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan berlepas diri kepada Allah dari upaya dan kekuatan, serta tidak berharap kecuali hanya kepada Allah Swt.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Khalid Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan Al-Wasiti, dari Al-Mas'udi, dari Aun ibnu Abdullah, dari Abu Fakhitah, dari Al-Aswad ibnu Yazid yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud membaca ayat ini: kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 87) Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa mereka yang telah mengambil janji di sisi Tuhannya, maka kelak di hari kiamat Allah Swt. akan memanggil mereka, "Barang siapa yang telah mengambil janji di sisi Allah, hendaklah ia berdiri." Mereka (para tabi'in) berkata, "Wahai Abu Abdur Rahman (julukan panggilan Ibnu Mas'ud), kalau begitu ajarkanlah doanya kepada kami." Ibnu Mas'ud menjawab, "Kalau demikian, ucapkanlah oleh kalian doa berikut: "Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang mengetahui semua yang gaib dan yang lahir, sesungguhnya saya berjanji kepada Engkau dalam kehidupan dunia ini, bahwa sesungguhnya bila Engkau menyerahkan diriku kepada amal perbuatanku yang mendekatkan diriku kepada keburukan dan menjauhkan diriku dari kebaikan, sedangkan aku tidak percaya kepada siapa pun kecuali hanya kepada rahmat-Mu, maka jadikanlah bagiku di sisi Engkau suatu perjanjian yang Engkau akan tunaikan kepadaku kelak di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji'."
Al-Mas'udi mengatakan bahwa Zakaria telah menceritakan ini kepadanya dari Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, bahwa telah menceritakan kepadanya Ibnu Mas'ud. Tersebutlah pula bahwa sahabat Ibnu Mas'ud selalu mengiringi doanya dengan doa ini dengan penuh rasa takut, memohon perlindungan dan memohon ampunan dengan penuh harap dan cemas kepada Allah Swt. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan pula asar yang semisal melalui jalur lain, dari Al-Mas'udi.

Maryam, ayat 88-95

{وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (88) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (89) تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (91) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (92) إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا (93) لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا (94) وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا (95) }
Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah Telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.
Setelah Allah Swt. menetapkan dalam surat ini sifat kehambaan Isa a.s. dan menceritakan bahwa Dia menciptakannya dari Maryam tanpa ayah, maka Allah membantah dugaan orang-orang yang mengatakan bahwa Dia mempunyai anak, Mahasuci dan Mahatinggi Allah dari hal tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا * لَقَدْ جِئْتُمْشَيْئًا إِدًّا}
Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. (Maryam: 88-89)
karena ucapan kalian ini.
Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, dan Malik mengatakan bahwa makna iddan ialah 'aziman, yakni sesuatu yang sangat besar (dosanya). Lafaz iddan ini ada tiga bacaan mengenainya, yaitu iddan, addan, dan idda, tetapi yang terkenal adalah bacaan yang pertama.
Firman Allah Swt.:
{تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا * أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا}
hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (Maryam: 90-91)
Yakni hampir-hampir akan terjadi hal tersebut karena ucapan yang dikeluarkan oleh orang-orang durhaka dari kalangan Bani Adam, karena kebesaran dan keagungan Allah Swt. semuanya adalah makhluk Allah dan diciptakan ntuk mengesakan-Nya. Tidak ada Tuhan selain Allah, tiada sekutu dan tiada tandingan bagi-Nya, tiada beranak, tiada beristri, dan tiada yang menyamai-Nya; bahkan Dia adalah Yang Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
وَفِي كُلّ شَيءٍ لَهُ آيةٌ ... تَدُل عَلَى أَنَّهُ واحِدُ ...
Pada tiap-tiap sesuatu terdapat tanda yang menunjukkan bahwa Dia Yang Maha Esa.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali, telah mencerita­kan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah, dari Ali, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (Maryam: 90-91) Bahwa kemusyrikan itu membuat terkejut langit, bumi, gunung-gunung, serta semua makhluk kecuali jin dan manusia; dan hampir-hampir semuanya lenyap karenanya disebabkan kebesaran Allah Swt. Untuk itu sebagaimana tidak memberi manfaat amal baik orang musyrik karena kemusyrikannya, kita berharap semoga Allah memberikan ampunan terhadap dosa-dosa ahli tauhid.
Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ شَهَادَةَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَمَنْ قَالَهَا عِنْدَ مَوْتِهِ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ"
Ajarilah orang-orang mati kalian bacaan syahadat, yaitu 'Tidak ada Tuhan selain Allah'. Barang siapa yang membacanya di saat meregang nyawa, wajib baginya masuk surga.
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan orang yang membacanya dalam masa sehatnya?'" Rasulullah Saw. bersabda, "Itu lebih memastikan lagi." Kemudian Rasulullah Saw. bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ جِيءَ بِالسَّمَاوَاتِ وَالْأَرَضِينَ وَمَا فِيهِنَّ، وَمَا بَيْنَهُنَّ، وَمَا تَحْتَهُنَّ، فَوُضِعْنَ فِي كِفَّةِ الْمِيزَانِ، وَوُضِعَتْ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فِي الْكِفَّةِ الْأُخْرَى، لَرَجَحَتْ بِهِنَّ"
Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­nya, seandainya didatangkan langit dan bumi serta semua yang ada padanya dan semua yang ada di antara keduanya dan semua yang ada di bawahnya, lalu diletakkan di salah satu dari kedua sisi neraca, sedangkan sisi neraca lainnya diletakkan kalimah syahadat, yaitu, "Tidak ada Tuhan selain Allah, " tentulah kalimah ini lebih berat timbangannya daripada semuanya itu.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dan diperkuat oleh hadis-hadis lainnya yang menceritakan tentang buku catatan amal perbuatan. Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu. (Maryam: 90) Yaitu terbelah karena kebesaran Allah Swt.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bumi belah. (Maryam: 90) Bahwa yang dimaksud adalah bumi hampir-hampir belah karena murka Allah terhadap orang-orang yang mengucapkannya.
{وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا}
dan gunung-gunung runtuh. (Maryam: 90)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa haddan artinya sama dengan hadman, yakni runtuh dan hancur.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa haddan artinya runtuh sebagian demi sebagian secara berurutan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Suwaid Al-Maqbari, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Mis'ar, dari Aun ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa sesungguhnya gunung memanggil gunung lainnya dengan menyebut namanya, "Hai Fulan, apakah hari ini ada yang kamu dengar menyebut nama Allah Swt.?" Gunung yang dipanggil menjawab, "Ya." Maka gunung yang memanggil merasa gembira karenanya. Kemudian Aun berkata, "Sesungguhnya gunung itu lebih tajam pendengarannya terhadap perkara kebaikan, maka apakah gunung-gunung itu dapat mendengar dosa dan perkataan batil  apabila diucapkan, ataukah gunung-gunung itu tidak dapat mendengar selain kebaikan saja?" Kemudian ia membaca firman-Nya: hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (Maryam: 90-91)
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Munzir ibnu Syadan, telah menceritakan kepada kami Haudah, telah menceritakan kepada kami Auf ibnu Galib ibnu Ajrad, telah menceritakan kepadaku seseorang dari penduduk Syam di Masjid Mina; ia mengatakan, telah sampai suatu berita kepadanya bahwa Allah ketika menciptakan bumi dan menciptakan semua pepohonan yang ada padanya, maka tidak ada suatu pohon pun di bumi ini yang didatangi oleh manusia melainkan manusia beroleh manfaat dari pohon itu, atau pohon itu memberikan manfaat kepadanya. Bumi masih tetap dalam keadaan seperti itu, hingga orang-orang durhaka dari Bani Adam mengucapkan kalimat yang sangat mungkar itu. Yaitu mereka mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Ketika mereka mulai mengatakan kalimat tersebut, bumi bergetar dan semua pohon sakit karenanya.
Ka'bul Ahbar mengatakan bahwa para malaikat murka dan neraka Jahanam bergejolak saat mereka mengucapkan kalimat yang mungkar itu.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ، عَنْ أَبِي مُوسَى، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَا أَحَدٌ أَصْبَرُ عَلَى أَذًى يَسْمَعُهُ مِنَ اللَّهِ، إِنَّهُ يُشْرَكُ بِهِ، وَيُجْعَلُ لَهُ وَلَدًا، وَهُوَ يُعَافِيهِمْ وَيَدْفَعُ عَنْهُمْ وَيَرْزُقُهُمْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Abu Musa r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak ada seorang pun yang lebih sabar daripada Allah mendengar hal yang menyakitkan, Dia dipersekutukan dan dianggap beranak, padahal Dia menyehatkan mereka dan menolak bahaya dari mereka serta memberi mereka rezeki.
Hadis diketengahkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih masing-masing.
Menurut lafaz yang lain disebutkan seperti berikut:
"إِنَّهُمْ يَجْعَلُونَ لَهُ وَلَدًا، وَهُوَ يرزُقُهم وَيُعَافِيهِمْ"
Bahwa mereka menganggap Allah beranak, padahal Allah memberi mereka rezeki dan menyehatkan mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا}
Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. (Maryam: 92)
Artinya tidaklah pantas dan tidaklah layak bagi keagungan dan kebesaran­Nya hal tersebut; sebab tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang menyamai-Nya, semua makhluk adalah hamba-Nya. Karena itulah dalam firman selanjufnya disebutkan:
{إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا}
Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. (Maryam: 93-94)
Yakni sesungguhnya Allah telah mengetahui bilangan mereka sejak Dia menciptakan mereka sampai hari kiamat, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, dan baik yang masih muda maupun yang sudah tua.
{وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا}
Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 95)
Maksudnya, tidak ada yang menolongnya dan tidak ada yang dapat menyelamatkannya kecuali hanya Allah semata; tiada sekutu bagi-Nya, Dialah yang berhak memutuskan nasib makhluk-Nya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya, dan Dialah Yang Mahaadil yang tidak akan berbuat aniaya barang sedikit pun dan Dia tidak akan menganiaya seorang pun.

Maryam, ayat 96-98

{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا (96) فَإِنَّمَا يَسَّرْنَاهُ بِلِسَانِكَ لِتُبَشِّرَ بِهِ الْمُتَّقِينَ وَتُنْذِرَ بِهِ قَوْمًا لُدًّا (97) وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هَلْ تُحِسُّ مِنْهُمْ مِنْ أَحَدٍ أَوْ تَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزًا (98) }
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. Maka sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an itu dengan bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al-Qur’an itu kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang. Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kalian melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar ?
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia menjadikan untuk hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh, yaitu amal-amal yang diridai oleh Allah Swt. karena mengikuti tuntunan syariat Nabi Muhammad Saw. sebagai orang-orang yang dikasihi dan dicintai di kalangan hamba-hamba-Nya yang saleh. Hal ini merupakan suatu kepastian yang telah ditetapkan oleh-Nya, dan telah disebutkan perihalnya oleh banyak hadis sahih dari Rasulullah Saw. yang diriwayatkan melalui berbagai jalur.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، حَدَّثَنَا سُهَيْل، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ: يَا جِبْرِيلُ، إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ. قَالَ: فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ". قَالَ: "ثُمَّ يُنَادِي فِي أَهْلِ السَّمَاءِ: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا". قَالَ: "فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَبْغَضَ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ: يَا جِبْرِيلُ، إِنِّي أبغضُ فُلَانًا فَأَبْغِضْهُ". قَالَ: "فَيَبْغَضُهُ جِبْرِيلُ، ثُمَّ يُنَادِي فِي أَهْلِ السَّمَاءِ: إِنَّ اللَّهَ يَبْغَضُ فُلَانًا فَأَبْغِضُوهُ". قَالَ: "فيُبْغضُه أَهْلُ السَّمَاءِ، ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْبَغْضَاءُ فِي الْأَرْضِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, telah menceritakan kepada kami Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. apabila mencintai seorang hamba-(Nya), maka Dia memanggil Malaikat Jibril dan berfirman kepadanya, "Hai Jibril, sesungguhnya Aku menyukai si Fulan, maka cintailah dia.”Jibril mencintainya, kemudian ia berseru ke segenap penduduk langit, bahwa sesungguhnya Allah menyukai si Fulan, makasukailah dia oleh kalian. Maka seluruh penduduk langit mencintainya, kemudian diletakkanlah baginya cinta dan kasih sayang di bumi dan sesungguhnya apabila Allah membenci seorang hamba-(Nya), maka Dia memanggil Malaikat Jibril dan berfirman kepadanya, "Hai Jibril, sesungguhnya Aku membenci si Fulan, maka bencilah dia olehmu.” Maka Malaikat Jibril membencinya, kemudian ia berseru ke segenap penduduk langit, bahwa sesungguhnya Allah membenci si Fulan, maka bencilah dia oleh kalian. Maka seluruh penduduk langit membencinya, kemudian diletakkanlah baginya kebencian di bumi.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Suhail. Dan Imam Ahmad serta Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Juraij, dari Musa ibnu Atabah, dari Nafi' maula Ibnu Umar, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ، حَدَّثَنَا مَيْمُونٌ أَبُو مُحَمَّدٍ الْمَرْئِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ الْمَخْزُومِيُّ، عَنْ ثَوْبَانَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الْعَبْدَ لَيَلْتَمِسُ مَرْضَاتَ اللَّهِ، فَلَا يَزَالُ كَذَلِكَ فَيَقُولُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، لِجِبْرِيلَ: إِنَّ فُلَانًا عَبْدِي يَلْتَمِسُ أَنْ يُرْضِيَنِي؛ أَلَا وَإِنَّ رَحْمَتِي عَلَيْهِ، فَيَقُولُ جِبْرِيلُ: "رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى فُلَانٍ"، وَيَقُولُهَا حَمَلَةُ الْعَرْشِ، وَيَقُولُهَا مَنْ حَوْلَهُمْ، حَتَّى يَقُولَهَا أَهْلُ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ، ثُمَّ يَهْبِطُ إِلَى الْأَرْضِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakar, telah menceritakan kepada kami Maimun Abu Muhammad Al-Mura-i, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abbad Al-Makhzumi, dari Sauban r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Bilamana seorang hamba mencari rida Allah Swt. dan terus-menerus mencarinya tanpa henti, maka Allah Swt. berfirman kepada Jibril, "Sesungguhnya si Fulan, hamba-Ku, sedang mencari rida-Ku. Ingatlah, sesungguhnya rahmat-Ku tercurahkan kepadanya.” Maka Malaikat Jibril berkata, "Rahmat Allah tercurahkan kepada si Fulan.” Lalu kalimat yang sama dikatakan oleh para malaikat penyanggah Arasy, dan dikatakan pula oleh para malaikat yang di sekeliling mereka, hingga semua penduduk langit yang tujuh mengatakannya. Kemudian Malaikat Jibril turun ke bumi.
Hadis berpredikat garib, mereka tidak mengetengahkannya melalui jalur ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا شَرِيك، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سَعْدٍ الْوَاسِطِيِّ، عَنْ أَبِي ظَبْيَة، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الْمِقَةَ مِنَ اللَّهِ -قَالَ شَرِيكٌ: هِيَ الْمَحَبَّةُ-وَالصِّيتَ مِنَ السَّمَاءِ، فَإِذَا أَحَبَّ اللَّهُ عَبْدًا قَالَ لِجِبْرِيلَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ: إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا، فَيُنَادِي جِبْرِيلُ: إِنَّ رَبَّكُمْ يَمِقُ -يَعْنِي: يُحِبُّ-فُلَانًا، فَأَحِبُّوهُ -وَأَرَى شَرِيكًا قَدْ قَالَ: فَتُنَزَّلُ لَهُ الْمَحَبَّةُ فِي الْأَرْضِ-وَإِذَا أَبْغَضَ عَبْدًا قَالَ لِجِبْرِيلَ: إِنِّي أَبْغَضُ فُلَانًا فَأَبْغِضْهُ"، قَالَ: "فَيُنَادِي جِبْرِيلُ: إِنَّ رَبَّكُمْ يَبْغَضُ فُلَانًا فَأَبْغِضُوهُ". قَالَ: أَرَى شَرِيكًا قَدْ قَالَ: فَيَجْرِي لَهُ الْبُغْضُ فِي الْأَرْضِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Muhammad ibnu Sa'd Al-Wasiti, dari Abu Zabyah, dari Abu Umamah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya cinta itu berasal dari Allah dan ketenarannya dari langit. Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia ber­firman kepada Malaikat Jibril, "Sesungguhnya Aku mencintai Fulan.” Maka Jibril berseru, Sesungguhnya Tuhan kalian mencintai si Fulan, maka cintailah dia oleh kalian.” (Aswad ibnu Amir mengatakan, ia teringat bahwa Syarik mengatakan bahwa lalu turunlah kecintaan baginya di bumi). Dan apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia berfirman kepada Jibril, "Sesungguhnya Aku membenci si Fulan, maka bencilah dia olehmu.” Kemudian Jibril berseru (ke segenap malaikat yang ada di langit), "Sesungguhnya Tuhan kalian membenci si Fulan, maka bencilah dia oleh kalian.” (Syarik mengatakan), bahwa lalu diturunkanlah kebencian baginya di bumi.
Hadis berpredikat garib, mereka (para ahli hadis) tidak ada yang mengetengahkannya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الحَفَريّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ -يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ، وَهُوَ الدَّرَاوَرْدي-عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ: إِنِّي قَدْ أَحْبَبْتُ فُلَانًا، فَأَحِبَّهُ، فَيُنَادِي فِي السَّمَاءِ، ثُمَّ يُنَزِّلُ لَهُ الْمَحَبَّةَ فِي أَهْلِ الْأَرْضِ، فَذَلِكَ قَوْلُ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Daud Al-Hafri, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad Ad-Darawardi, dari Sahl ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Nabi Saw. bersabda: Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Allah memanggil Jibril, "Sesungguhnya Aku mencintai si Fulan, maka cintailah dia.” Lalu Jibril berseru ke segenap penduduk langit, setelah itu diturunkanlah baginya kecintaan di bumi. Yang demikian itu adalah makna dari firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (Maryam: 96)
Imam Muslim dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui Abdullah ibnu Qutaibah, dari Ad-Darawardi dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan lagi sahih.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (Maryam: 96) Bahwa wuddan artinya kasih sayang.
Mujahid mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa kelak Allah Yang Maha Pemurah akan mananamkan kasih sayang kepada mereka, yakni manusia di dunia mencintai mereka.
Sa!id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mereka mencintai orang-orang mukmin dan orang-orang mukmin mencintai mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ad-Dahhak, serta lain-lainnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa kasih sayang dari orang-orang muslim di dunia dan rezeki yang baik serta lisan yang benar.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan mananamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (Maryam: 96) Bahwa demi Allah, yang dimaksud ialah kasih sayang di dalam hati ahli iman. Telah diriwayatkan kepada kami bahwa Haram ibnu Hayyan pernah mengatakan, "Tidak sekali-kali seorang hamba menghadapkan segenap kalbunya kepada Allah, melainkan Allah akan menjadikan kalbu hamba-hamba-Nya yang beriman menyukainya, sehingga Allah memberinya rezeki kasih sayang kepadanya dari mereka."
Usman ibnu Affan r.a. pernah mengatakan bahwa tidak ada seorang hamba pun yang beramal baik atau amal buruk, melainkan Allah memakaikan kepadanya buah dari amal perbuatannya yang melekat pada tubuhnya bagai kain selendang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Ar-Rabi' ibnu Sabih, dari Al-Hasan Al-Basri rahimahullah yang mengatakan bahwa seorang lelaki berkata, "Demi Allah, aku benar-benar akan beribadah kepada Allah yang kelak membuat diriku menjadi buah bibir orang banyak." Sejak itu tidaklah ia terlihat di waktu salat, melainkan sedang dalam keadaan mengerjakan salat. Dan ia selalu menjadi orang pertama yang masuk ke dalam masjid serta orang terakhir yang ke luar darinya; ia lakukan semuanya itu tanpa rasa sombong. Tujuh bulan telah berlalu, sedangkan ia dalam keadaan demikian; dan bila ia lewat di  hadapan kaum, maka kaum mengatakan, "Lihatlah orang yang pamer dengan ibadahnya ini." Kemudian ia sadar, lalu berjanji kepada dirinya sendiri bahwa perbuatannya itu hanyalah membuat dirinya disebut-sebut dengan sebutan yang buruk. Maka ia berjanji bahwa sungguh sejak saat itu ia mengikhlaskan amalnya karena Allah Swt. semata. Setelah membalikkan niatnya itu, ia beramal sebagaimana biasanya tanpa menambah dari apa yang ia amalkan sebelumnya. Kemudian pada suatu hari ia melewati kaum itu, dan ternyata mereka mengatakan, "Semoga Allah merahmati si Fulan sekarang." Kemudian Al-Hasan Al-Basri membaca firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan mananamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (Maryam: 96)
Ibnu Jarir meriwayatkan sebuah asar bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan hijrah yang dilakukan oleh Abdur Rahman ibnu Auf; pendapat yang mengatakan demikian adalah keliru, karena sesungguhnya surat ini seluruhnya adalah Makkiyyah, tidak ada suatu ayat pun dari surat ini diturunkan sesudah hijrah. Bila ada riwayat yang mengatakan demikian, maka sanadnya lemah dan tidak sahih. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَإِنَّمَا يَسَّرْنَاهُ بِلِسَانِكَ}
Maka sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an itu dengan bahasamu. (Maryam: 97)
Hai Muhammad, sesungguhnya Kami mudahkan Al-Qur'an ini dengan bahasa Arab yang jelas, fasih lagi sempurna.
{لِتُبَشِّرَ بِهِ الْمُتَّقِينَ}
agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al-Qur’an itu kepada orang-orang yang bertakwa. (Maryam: 97)
Yakni orang-orang yang taat kepada Allah dan membenarkan Rasul-Nya.
{وَتُنْذِرَ بِهِ قَوْمًا لُدًّا}
dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang. Maryam: 97)
Yaitu kaum yang menyimpang dari jalan yang hak dan cenderung kepada kebatilan.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna kaum yang membangkang ialah kaum yang tidak lurus.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Ismail (yakni As-Saddi), dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang. (Maryam: 97) Yakni kaum yang menyimpang dari jalan yang hak.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-aladd ialah kaum yang bersikap memusuhi.
Al-Qurazi mengatakan bahwa al-aladd artinya pendusta.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kaum yang membangkang. (Maryam: 97) Yaitu kaum yang tuli. Sedangkan menurut lainnya adalah tuli pendengaran hatinya, yakni hatinya menolak perkara yang hak dan tidak mau mendengarkannya.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kaum yang membangkang. (Maryam: 97) Bahwa yang dimaksud adalah orang-orang Quraisy.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kaum yang membangkang. (Maryam: 97) Yaitu kaum yang pendurhaka. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Lais ibnu Abu Sulaim, dari Mujahid.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa al-aladd artinya banyak berbuat aniaya, lalu ia membaca firman-Nya: padahal ia adalah penantang yang paling keras. (Al-Baqarah: 204)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ}
Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. (Maryam: 98)
yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan mendustakan rasul-rasul-Nya.
{هَلْ تُحِسُّ مِنْهُمْ مِنْ أَحَدٍ أَوْ تَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزًا}
Adakah kamu melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar? (Maryam: 98)
Yakni apakah kamu melihat seseorang dari mereka.
أَوْ تَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزًا
atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar. (Maryam: 98)
Menurut Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Ikrimah, Al-Hasan Al-Basri, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid, Rikzan artinya suara.
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan, bahwa apakah kamu melihat seseorang atau mendengar suara (mereka).
Ar-rikzu menurut istilah bahasa artinya suara yang samar-samar, seperti pengertian yang ada dalam bait syair yang mengatakan:
فَتَوجست رِكْز الْأَنِيسِ فَرَاعَها ... عَنْ ظَهْر غَيب والأنيسُ سَقَامُها ...
Ia merindukan bisikan kekasih yang telah pergi darinya, kini ia dilanda sakit rindu.
آخر تفسير "سورة مريم" ولله الحمد والمنة. ويتلوه إن شاء الله تعالى تفسير "سورة طه" والحمد لله.

Posting Komentar untuk "19. Surah Maryam, Ayat 1 - 98, belajar.panker.me"